Kau telah kehilangan kesadaran. Isi kepalamu telah melampaui batas dunia luar. Kau hanya bisa mendengar suara sayup-sayup tanpa dapat merasakan rasa sakit lagi. Tubuhmu mati rasa, kau hanya bisa beradaptasi di dalam alam bawah sadarmu. Hingga kau tergeletak di atas padang rumput hijau serta cakrawala biru membentang luas bersama sang awan. Tiba-tiba tubuhmu ringan, semua rasa sakit yang kau derita seketika menghilang secara ajaib.
“Kupikir Tuhan akan menerima tawaranku tapi ternyata kau tidak bisa menahannya lebih lama lagi.” Pria Bertopeng Aneh muncul secara misterius tepat di sampingmu. Kehadirannya sama sekali tidak membuatmu terkejut.
Kau masih berbaring di atas rerumputan yang empuk sambil menatap langit biru. Tanpa mempedulikan Pria Bertopeng Aneh memegang jam saku. Sesekali kau berpikir kapan terakhir kali kau melihat langit seindah itu. “Kenapa kau baru kembali? Aku menunggumu.”
“Ada pekerjaan yang harus kulakukan.”
“Kau tahu? Selama kau pergi kedua temanku mengunjungiku. Mereka anak-anak aneh yang ingin berteman denganku secara diam-diam. Yang satu anak laki-laki penakut dan satu lagi anak perempuan yang enerjik. Anak perempuan itu membuatkanku mahkota dari rangkaian bunga dandelion lalu kami bermain putri-putri kerajaan.”
“Apa kau bahagia?”
“Aku tak tahu apa aku bahagia atau tidak tapi aku senang. Aku senang karena bisa mendapatkan teman. Aku senang karena bisa bermain dengan anak-anak normal pada umumnya. Dan aku senang karena bisa bahagia. Hei Pria Bertopeng Aneh bisakah kau membawaku pada mereka? Tiba-tiba aku merindukan keduanya dan Suster payah itu.”
Tanpa berpikir panjang dia langsung membawamu di hadapan keduanya secara ajaib. Tapi kau tidak mengerti mereka terlihat sedih termasuk Suster yang kau benci.
“Hei kalian, aku ada di sini mengapa bersedih? Lihat aku sudah sembuh!” Kau melompat-lompat di hadapan mereka, memanggil-manggil, namun tak satupun yang dapat merespon. Kau menelengkan kepala heran.
“Mereka tidak bisa melihat kita,” kata Pria Bertopeng Aneh.
Kau berbalik. “Apa maksudmu?”