Mohon tunggu...
EVRIDUS MANGUNG
EVRIDUS MANGUNG Mohon Tunggu... GURU - PENCARI MAKNA

Berjalan terus karena masih diijinkan untuk hidup. Sambil mengambil makna dari setiap cerita. Bisikkan padaku bila ada kata yang salah dalam perjalanan ini. Tetapi adakah kata yang salah? Ataukah pikiran kita yang membuat kata jadi serba salah?

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Sulit Mengungkapkan Pikiran? Ini Cara Mengatasinya

21 April 2025   17:57 Diperbarui: 23 April 2025   21:14 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengungkapkan isi pikiran tidak selalu mudah. Tapi setiap kata yang keluar, sekecil apapun, adalah langkah menuju keberanian. (sumber: Pixbay.com)

Perfeksionisme pun kerap mengambil peran. Saya menginginkan hasil yang sempurna. Kalimat  yang indah, tertata rapi, dan mampu membuat orang terkesan. Namun kenyataannya, pikiran itu tidak selalu tersusun seindah itu sejak awal. Jika saya terus menunggu sampai semuanya terasa "sempurna", maka bisa jadi saya tidak pernah mengungkapkan apa pun.

2. Faktor Emosional: Ketika Perasaan Membungkam Kata

Emosi juga memiliki andil besar dalam proses mengungkapkan pikiran. Ada kalanya saat saya merasa sedih, marah, atau bahkan terlalu bahagia, justru saya merasa sulit berkata-kata. Perasaan yang menggebu-gebu bisa jadi terlalu padat untuk diterjemahkan dalam bentuk kata. Saya tahu ada sesuatu yang ingin disampaikan, namun kata-kata seakan tak sanggup mewakilinya.

Di sisi lain, ada juga momen ketika saya merasa hampa. Saya ingin berbicara, ingin menulis, namun tidak tahu dari mana harus memulai. Segalanya terasa kosong. Dalam situasi seperti ini, saya menyadari bahwa saya belum benar-benar memahami isi batin saya sendiri. Mungkin, saya sedang membutuhkan ruang untuk mendengar diri saya terlebih dahulu, sebelum dapat menyampaikan sesuatu kepada orang lain.

3. Faktor Lingkungan: Ketika Sekitar Tidak Memberi Ruang

Lingkungan yang tidak ramah terhadap ekspresi pikiran juga bisa membuat saya enggan untuk berbicara. Ada kalanya saya merasa tumbuh di ruang yang cepat menghakimi, atau terlalu sempit dengan batasan norma dan penilaian. Lama-kelamaan, saya pun terbiasa menyimpan ide, membungkam opini, dan menunda-nunda pertanyaan yang sebenarnya ingin sekali saya ajukan.

Terlebih jika saya pernah mengalami momen ketika ungkapan saya disalahpahami, ditertawakan, atau bahkan dianggap "berlebihan." Trauma kecil seperti ini bisa menancap cukup dalam dan membuat saya bertanya-tanya, "Masih amankah jika kali ini saya bicara jujur?"

Saya pun akhirnya menyadari: kesulitan mengungkapkan pikiran bukanlah tanda kelemahan. Ini adalah cerminan dari betapa rumitnya hubungan antara pikiran, perasaan, dan dunia di sekitar saya. Namun, ada satu hal yang melegakan---bahwa semua ini dapat dilatih. Dihadapi secara perlahan. Dan bahkan, pada waktunya, diubah menjadi kekuatan.

Lalu, Bagaimana Cara Mengatasinya?

Setelah menyadari bahwa mengungkapkan isi pikiran tidak selalu mudah, saya mulai mencari cara agar proses ini menjadi lebih ringan. Tidak instan, tentu saja. Tapi setidaknya, saya bisa mulai dari langkah kecil, sambil terus belajar memahami diri sendiri.

Langkah 1: Sadari dan Akui Bahwa Saya Sedang Kesulitan

Langkah pertama yang sering kali saya lupakan adalah mengakui bahwa saya memang sedang kesulitan. Bukan berarti saya lemah, apalagi berlebihan. Justru dengan menyadari dan mengakui, "Saya sedang kesulitan menyampaikan isi pikiran saya," saya memberi diri saya sendiri titik awal. Sebuah  pijakan. Sebab, saya tidak akan bisa menemukan jalan keluar jika saya tidak tahu bahwa saya sedang tersesat.

Langkah 2: Mulai dari Hal Kecil---Sangat Kecil

Saya tidak harus langsung menulis esai panjang atau berbicara di depan banyak orang. Saya bisa mulai dari satu kalimat sederhana:

"Hari ini saya merasa..."
"Saya ingin mengatakan sesuatu, tapi belum tahu bagaimana caranya."

Bisa dalam bentuk catatan di ponsel, rekaman suara untuk diri sendiri, atau bahkan sekadar status singkat di media sosial. Tidak perlu bagus, tidak perlu sempurna. Yang penting, keluar dulu. Karena semakin sering saya memberi ruang untuk menyuarakan isi hati dan pikiran, sekecil apa pun, saya sedang membentuk sebuah kebiasaan..

Langkah 3: Latih Diri Secara Konsisten: Bukan untuk Sempurna, tapi Agar Terbiasa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun