Kata-kata itu sempat menyentuh hatiku, namun kemudian hilang begitu saja. *Artikel yang terlalu tenang tidak akan viral, pikirku.
Malam itu aku menulis artikel dengan cepat. Kalimat demi kalimat kususun penuh sensasi. Judulnya:
“Di Balik Nasi Gratis: Pencitraan atau Kepedulian?”
Aku bahkan memelintir beberapa jawaban agar terlihat seperti pengakuan. Dua hari kemudian, artikel itu benar-benar meledak.
“Hebat, Nayara!” seru teman sekelasku.
“Ini tulisan paling ramai dibicarakan,” kata dosen jurnalisme.
Aku merasa sangat puas. Aku pikir langkah menuju ketenaran tinggal selangkah lagi. Tapi rasa bangga itu hilang seketika saat kenyataan mulai menampar.
Tiga hari kemudian, grup redaksi ramai. Komunitas "Sahabat Jalanan"kehilangan dua donatur besar. Banyak warga mulai meragukan niat mereka. Dan yang paling menyakitkan, anak-anak jalanan yang biasa mereka bantu tidak makan selama dua hari.
Aku membeku membaca pesan itu. Dadaku terasa sesak.
Di kantor redaksi, Kak Damar menatapku tajam.
“Artikelmu memang viral, tapi tidak benar. Kau tahu akibatnya?”