Mohon tunggu...
Lyfe

Perbandingan Hasil Pelaksanaan Agrarian Reform di Indonesia dengan China dan Jerman

25 November 2017   12:35 Diperbarui: 25 November 2017   15:10 3210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat mega proyek ini mulai di perkenalkan oleh Pemerintah sudah mulai ada pertentangan antara masyarakat adat yang menyatakan ketidaksetujuannya atas pembangunan proyek tersebut yang berpendapat bahwa dengan mega proyek ini selain merusak lingkungan alam Papua juga berpotensi mengancam kelestarian adat masyarakat Merauke dengan pemerintah yang berambisi bahwa mega proyek ini harus segera direalisasikan untuk memperbaiki roda perekonomian Papua agar tidak semakin tertinggal dengan wilayah lainnya.

Keberlanjutan pertentangan antara masyarakat adat sebagai kaum lemah dengan pemerintah sebagai kaum yang kuat tetap terjadi hingga sekarang mega proyek tersebut mulai terealisasikan. Justru menurut masyarakat adat setempat ketidakadilan akibat pembangungan mega proyek ini begitu kentara salah satunya dengan adanya pemberian kompensasi yang tidak setimpal yang diterima masyarakat dimana seharusnya uang kompensasi yang diterima bernilai milyaran rupiah tetapi ternyata yang sampai ke masyarakat hanya Rp 200.000 sampai Rp 300.000. Belum lagi pemaksaan dan ancaman yang dilakukan oleh aparat keamanan setempat bagi masyarakat adat yang tidak mau meninggalkan lokasi yang telah lama menjadi tempat tinggal dan bahan makanan mereka.

Selain itu, lapangan kerja yang diciptakan dari adanya mega proyek tersebut sebesar 4 juta diserap oleh tenaga kerja dari luar Papua. Pertimbangan proporsi tenaga kerja yang akan dipekerjakan pada mega proyek tersebut juga karena rata- rata tingkat pendidikan yang rendah. Berbeda dengan tingkat pendidikan masyarakat luar Papua yang paling tidak mereka mengenyam pendidikan 12 tahun. Tindakan- tindakan yang dilakukan baik oleh Pemerintah dan investor jelas menambah penindasan masyarakat Papua di era demokrasi ini.

Agrarian reform yang sejak kemerdekaan Indonesia selalu digencar- gencarkan nyatanya sampai sekarang masih tidak ada keberhasilan yang signifikan hanya berupa rancangan- rancangan program yang belum tentu semuanya atau bahkan tidak ada satu pun program yang terealisasikan. Hambatan utama pelaksanaan agrarian reform karena lemahnya kemauan politik pemerintah seperti masa sekarang ini dimana pemerintah hanya mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akibatnya justru masyarakat daerah timur Indonesia semakin terbelakang keadaannya karena keadaan tanah adat yang mereka miliki dimana- mana sudah digunakan sebagai lahan industri. Nyatanya alihfungsi lahan Papua yang sebagian besar terdiri dari hutan menjadi kawasan industri tidak menjadi kemanfaatan bagi mereka justru kemelaratan yang semakin terjadi.

Pelaksanaan Agrarian Reformdi Indonesia

Menurut Tuma, Agrarian Reform sendiri berarti suatu upaya untuk mengubah struktur agraria demi terciptanya tujuan memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat melalui pembagian yang lebih adil atas sumber penghidupan tani berupa tanah. Secara lebih lengkap pengertian dari agrarian reformmerupakan suatu upaya sistematik, terencana, dan dilakukan secara relatif cepat, dalam jangka waktu tertentu dan terbatas, untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial serta pembuka jalan bagi pembentukan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan, dimulai dengan menata ulang penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah dan kekayaan alam lainnya, serta program pendukung yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas petani khususnya dan prekonomian rakyat pada umumnya[3].

Pada dasarnya, agrarian reform yang hampir dilakukan oleh semua negara untuk mencapai keadilan terutama bagi masyarakat petani miskin yang seringkali tertindas karena ketidaktersediaan modal untuk memiliki lahan terutama pada tahun 1900-an. Indonesia sendiri baru gencar memperhatikan ketimpangan atas kepemilikan tanah ketika menyatakan kemerdekaannya tetapi saat itu belum ada payung hukum yang mendasari pelaksanaan program agrarian reform. Sehingga baru lah pada 24 September 1960, Indonesia mengundangkan produk hukum tertulis yang disebut Undang- Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk memberikan landasan hukum atas tindakan pemerintah yang berkaitan dengan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Agrarian reform versi Indonesia atau sering disebut dengan land reformpada masa orde lama memiliki 5 program yaitu [4]:

1. Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum nasional dan memberikan kepastian hukum;

2. Penghapusan hak- hak asing dan konsesi- konsesi atas tanah;

3. Mengakhiri sistem feodal secara berkesinambungan;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun