"Jadi tiap Senin selama tiga bulan itu orang ini datang?"tanya Kumis.
"Iya pak. Tapi tidak lama. Paling banter satu jam terus pergi lagi. Sendiri pula."
"Tetangga semua berkumpul di rumah Kamid?"Sulastri menyusul bertanya.
"Iya Bu. Cuma rumah bapak dan ibu aja yang tidak."
"Lalu untuk apa mereka berkumpul tiap hari Senin siang?"
"Kata anaknya pak Suwar, Tono, depan rumah kita ini, Senin itu awal hari kerja. Di awal hari kerja itu rezeki akan datang, dan malam jumat kliwon bakar kemenyan supaya jumat paginya asap yang menyebar sudah meresap ke dalam jiwa orang-orang. Nah saat itu orang yang punya kendaraan motor atau mobil kalau bannya bocor atau kempes mencari lapak pak Kamid dan pak Suwar. Begitu Bu,"terang Maemunah lancar.
"Nah, pak Kuman bagaimana dengan rujaknya?"
"Ah itu mah saya juga suka beli Bu. Rujak kan kesukaan saya, dan ibu juga. Gak ngaruh asap kemenyan mah."
Penjelasan Maemunah itu membuat Kumis dan Sulastri sepakat untuk cuti dari kerja mereka masing-masing pada Senin mendatang untuk mengetahui lebih jelas soal kebiasaan baru tetangganya ini.
Benar saja. Di hari Senin itu, saat rambut Sulastri sedang diperiksa keberadaan kutunya oleh Maemunah di teras rumah, orang yang diceritakan Maemunah menyapanya kala lewat di hadapan mereka.
"Permisi ibu, mbak."