Pendek kata Rahwana melakoni kerjanya itu tanpa hambatan. Rutinitas ini berlangsung dengan lancar, dan jaya. Tidak ada keluhan dari Mimin, sebagaimana banyak keluhan dari tenaga honorer yang belum diangkat jadi PNS, atau sekadar CPNS. Baginya tenaga pjiit atau tukang pijit, seperti CEO di perusahaan yang membidik pasar, dan konsumen dengan cara mandiri, serta putar otak. Tidak bergantung, dan tidak pernah digantung status profesional kerjanya. Rahwana swamandiri sejati.
Rutinitas demikian mengundang perhatian Zaid tetangganya yang kadang turut mengantarkan Rahwana dengan bajajnya ke tujuan. Tiap di antar, selalu beda. Pernah Rahwana turun di belokan jalan dekat pangkalan minyak, ongkosnya pul tidak ngutang. Â Sekali waktu, turun di halte dekat pasar, dan tempo hari malah turun di lapangan bola yang becek.
Zaid coba mencari tahu.
"Mas, kenapa turun di lapangan becek?"
"Abang Zaid, mohon maklum. Ini kerja profesional, dan Anda tidak perlu detail mengetahui tujuan saya. Paham ya."
Dijawab begitu Zaid ok saja. Karena sudah khatam watak tetangganya ini. Bahasa yang digunakan kadang sulit dimengerti. Dibilang tinggi,tinggi sekali. Disebut ngawur tidak terima. Dikata gila justru kalap. Padahal Zaid sekadar humor mengucapkan itu semua.
Karena itu Zaid usai dibayar langsung pergi. Namun sekali ini ia pergi untuk kembali. Ingin mengetahui lebih lanjut tujuan Rahwana yang sebenarnya. Sekian langkah Rahwana dari lapangan becek, Zaid perlahan membalikkan bajajnya. Dari kejauhan ia perhatikan.
Rahwana belok kanan, masuk ke gang yang sempit dihimpit deretan rumah. Zaid pelan menjalankan bajajnya. Dilihatnya gang itu jauh menusuk ke dalam, hingga Rahwana tidak terlihat lagi. Sampai di sini Zaid tidak meneruskan.
"Itu orang mau kerja apa dikerjain?"gerutu Zaid berlalu sembari cari penumpang.
***
Urusan Zaid mengantar Rahwana sebagai penumpang diketahui Mimin. Mimin tidak langsung menanyakan pada Rahwana, karena kadung menerima tautan petuah dan pepatah itu. Padahal sudah tiga kali dalam tidurnya, Rahwana tanpa sadar mengigau. Didengar Mimin igauannya itu seperti ia berbicara lembut pada wanita.