Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Klinik Pijat Juga Tempat Penitipan Suami

20 Januari 2021   17:54 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:57 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rahwana betul-betul mencamkan, dan ia ladeni istrinya pagi ini.

Ia bilang,"jangan marah, dan emosi begitu. Amarah seringkali mengundang setan hadir di kepala, dan meliuk ke hati. Tetaplah berpikir, dan berkata dengan jernih, dan pelan. Dan,...  ."

"Prank!!Bunyi panci bolong dibanting Mimin ke lantai hingga menggema dan  terdengar oleh tetangga, terutama Zaid. Bantingan panci yang nyaring menjadi balasan jawaban Mimin pada ucapan Rahwana terakhir tadi.

Rahwana bergeming. Tetap konsentrasi dan fokus pada kemarahan tak beralasan istrinya ini. Ia sudah seperti politisi dari partai-partai politik yang berkuasa, maupun yang tidak sabar ingin berkuasa.

"Tenang sayang. Saya akan menjelaskan sesuai fakta, dan keadaan yang sebenarnya. Jangan terhasut oleh setan, baik setan ghoib, maupun setan tetangga,"kata Rahwana tenang.

Ia pun menjelaskan duduk perkara dengan sebenar-benarnya. Tanpa dilebihkan juga dikurangi. Prihal perempuan-pertempuan yang ditemui juga rencana yang direalisasi.


Singkatnya, Mimin tenang kemudian, dan memeluk haru Rahwana sedemikian rupa. Taklupa kecupan di sana sini di arahkan pada wajah Rahwana. Pagi ini terasa indah akhirnya. Rahwana pun kembali seperti lelaki sejati di hadapan istrinya, Mimin.

Sementara Zaid melihat mereka keluar rumah berbarengan, dan tersenyum sumringah, merasa aneh. Tadi bunyi panci terdengar gedumbrangan, sekarang mesra tujuh turunan. Zaid juga tidak mengira, tengah menduga-duga itu malah justru bajajnya diorder spontan.

"Bang Zaid, antar kami ke tujuan. Jalan anu dekat belokan anu, kita mau nganu,"pinta Rahwana percaya diri.

"Busyet!Apaan lagi ini,"balas Zaid heran.

"Sudah tidak usah pasang wajah seperti di sinetron dengan mimik heran begitu. Biasa saja. Nanti di jalan saya arahkan,"timpal Rahwana lagi seperti di atas angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun