Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa yang penting soal kegairahan sesuatu agar bisa terbang tinggi di atas melampaui nafsu-birahi melalui tubuh.
Perputaran-perputaran atau pergerakan-pergerakan lihai tubuh sebagai pengantar yang baik bagi bentuk fisiologis yang haus darah harus berada di luar lapisan represi birahi dan penolakan dan penyatuan kesilauan makna diinstruksikan kembali kedalam pijaran besar dan cahaya dari dalam diri berdasarkan kegairahan, estetika dan sadar. Kenikmatan, hasrat, mimpi, dan amnesia diredistribusikan, ketika halusinasi mengejar bayangan dan pijaran yang menyilaukan mata atas mata dan akhirnya ditumbangkan oleh ilusi.
Bersama dunia fiksi, ilusi memanjakan beban pikiran, dimana indera menjadi sang penjamu kebutuhan yang sempurna.Â
Dalam wujud nyata, pikiran dalam kesadaran yang keok di hadapan nafsu birahi yang menggoda.
Di satu sisi, fiksi bukan saja membebaskan, tetapi juga membersihkan kebenaran metafisika. Di sisi lain, fiksi hanya menjajakan boneka mainan dengan perantara sebuah persfektif inderawi.Â
Kita ini, seperti boneka mainan yang dipajang di etalase toko, dimana anak-anak kecil baru belajar bermain dengan dunia, dalam keriangannya yang tidak terbayangkan dalam dunianya sendiri, dibimbing oleh kebiasaan dan citra kita, dan kemudian ditinggalkannya ke tempat dan jenis permainan lain sesuai seleranya di bawah kekosongan birahi.Â
Tanpa mengabaikan intensitas peristiwa tubuh dan jaringan-jaringan instrumen yang mengurungnya, sebuah kegairahan tidak dihasilkan efek jaringan tubuh, tetapi berjuang bersama logika nurani untuk penaklukkan raksasa atas bayangan benda.
Apakah pengetahuan itu? Memamerkan kebenaran di balik kejahatan.
Sebaiknya, keindahan harus memboncengi ketiadaan bayangan gelap dan cahaya.Â
Supaya tidak ada kata-kata kotor dan kebenaran benda sebagai perangkap yang terlumpuhkan oleh bingkai foto erotis seni yang tidak bermakna. Tidak ada keyakinan dalam kelumpuhan makna dan pancaran bahasa bisu paling bermakna yang mengajarkan kita kehampaan, dimana memori-memori, pantulan-pantulan, dan pemindahan-pemindahan yang gegabah akan memergoki tubuh sebagai media pertobatan.
Nafsu hanya konsep yang tidak dimengerti para ruhaniawan. Ketika libido datang dari ketidaksaluran ini; kenikmatan disulap menjadi kebenaran yang menegangkan. Kita menyelami beban terberat, apabila nafsu birahi tersalurkan melalui tubuh.Â