Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Makan, Nafsu, Menjadi Binatang, dan Puasa

18 Maret 2024   17:33 Diperbarui: 16 Mei 2024   11:08 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jelang berbuka puasa (Sumber gambar: detik.com)

Sesiang-siangnya hari puasa Ramadhan, saya sempat membaca sebuah artikel berita seputar hubungan puasa dan kesehatan. Dilansir dari laman detik.com (18/03/2024), berjudul: ”Apa yang Terjadi Pada Tubuh saat Puasa Seharian? Begini Kata Ahli Medis.” 

Di benak kita, puasa berarti tidak makan, minum, dan menahan nafsu lainnya (di siang hari). Itulah yang sering kita dengar nasehat agama melalui para penceramah selama Ramadhan.

Untungnya, saya di-refresh dengan satu persfektif lain. Persis, puasa dalam persfektif medis, kesehatan.

Paling tidak, persfektif kesehatan turut memberitahukan pada kita tentang pentingnya puasa. Belum lagi persfektif lain. 

Seperti persfektif atau sudut pandang spiritual dan sosial kemanusiaan dari puasa. Banyak persfektif tentang puasa.

Apa dampak puasa menurut tinjauan kesehatan. Dampak yang dahsyat dari puasa menurut ahli medis sebagaimana saya baca di detik.com. Tidak ada salahnya mungkin jika dirangkum, di sini.


Pertama, puasa ternyata bisa meningkatkan kesehatan pencernaan. Ketika kita buka puasa dipersilahkan makan kurma, cendol, kue dadar, es buah, roti bakar, bahkan makanan cepat saji. 

Nanti kita sendawa baru ketahuan jika makanan yang nylempung di perut. 

Tuntunannya, makan atau minum yang manis-manis dulu saat berbuka puasa. Begitu pula pola asupan saat kita makan dan minum setelah berbuka puasa.

Singkatnya, rasa kembung, refluks asam, nyeri, dan lain-lain ambyar jika kita puasa. ”Pancen Oye, Bablas Angine," kata Ki Manteb. 

Puasa akan melibas bakteri jahat, menyehatkan lambung dan usus. 

Puasa (Ramadhan) mantul banget bapak ibu! Betul! Saya rasakan manfaat puasa saat saya menderita asam lambung.

Kedua, puasa bisa memberi efek terhadap kesehatan jantung. Ahli jantung menasehati kita tentang pentingnya puasa. 

Jika kita berpuasa, maka faktor-faktor risiko kardiovaskular, seperti menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mendorong penurunan berat badan, yang akan menyebabkan penurunan kejadian jantung di masa depan seperti serangan jantung atau stroke. 

Mendengar saja penyakit jantung dan stroke, kita sudah deg-degan. Jika sudah terkena jenis penyakit itu, entah orang kaya atau miskin sama saja.

Katanya penyakit jantung sebagai penyakit orang kaya? Penyakit tidak pilih ada duit jumbo atau tidak bung?

Nggak pilih kelas. Usah panik sodara! Tenang, puasa obatnya!

Ketiga, puasa membantu mengatur kadar gula darah. Saya teringat, jika ingi periksa gula darah, lebih baik kita dalam keadaan puasa. Maksudnya? 

Usahakan cek gula darah saat belum ada makanan nyelonong ke perut. Puasa sangat bermanfaat bagi pengidap diabetes. 

Bayangkan, jika kita punya gula darah lebih dari 200. Syukurlah kita punya gula darah 100-an. Atau gula darah normal itu lebih keren.

Puasa justeru mengatur gula darah dan meningkatkan sensivitas insulin. Dari situ, kita baru tahu manfaat puasa. 

Eiitts! Ingatlah! Hindari makanan dan minuman kalori dan gula berlebihan!

Bagaimana dengan sudut pandang lain tentang makan dan nafsu, yang secara tidak langsung membicarakan pentingnya puasa. 

Marilah kita simak berikut ini! 

***

Kita sudah tahu, bahwa nafsu makan, bergosip ria, menggibah, serakah, nafsu seks, nafsu lainnya mesti dikekang selama bulan Ramadhan. Pokoknya, kita dilatih (syahrul riyadhah)

Lalu, di 11 bulan berikutnya? Dampaknya secara tindakan ideal memang perlu nongol di bulan di luar Ramadhan. 

Tetapi, mengapa nafsu yang tidak terkendali serupa ketidakhadiran nalar? Terbang ke langit untuk gapai keilahiaan atau kita tetap menjadi tawanan nafsu?

Saya pikir, itu terserah pilihan kita. Yang jelas, orang-orang yang berpuasa dan amalan yang menyertainya semata-mata karena-Nya, maka setiap kebaikan akan berlipat ganda balasannya. Saya tidak bisa bayangkan jika puasa karena-Nya.

Dimanakah bentuk pemikiran tentang hasrat, kesenangan, dan tubuh? Ketiganya tidak perlu diuji dihadapan logika transendetal Kant. Mengapa? 

Karena ia dikacaukan oleh perbedaan untuk melihat dunia. Semuanya berakhir pada apa-apa yang bisa mengubur kebenaran sejenis kekuatan ilusi. Katakanlah, ’tubuh murni dan alami’ masih serupa dengan indera. 

Lebih jauh lagi, tubuh tidak sepenuhnya berdasarkan pada pengetahuan secara ’inderawi’ sebagai permukaan, tetapi saling memengaruhi dengan energi atau "mesin abstrak" ala Deleuze dan Guattari berupa hasrat, kesenangan, dan selera. 

Semuanya tidak memiliki keterkaitan dengan pengetahuan menjadi sesuatu yang absurd. Ia bukan dualitas penyebab kehadiran dan kehancuran hidup, tetapi nafsu yang menubuh bisa mengucilkan kesadaran (pikiran) itu sendiri.

Tubuh memisahkan pula dari bentuk kesatuan halusinasi yang tidak nyata. Ah, siapa bilang? 

Kelahiran kembali hasrat yang mengambil-alih kekerasan pikiran. Tubuh yang menggairahkan tidak lebih sebagai ’penidur logosentrisme’ (pesan, petanda, pikiran). 

Wah, siapa dedongkotnya? Anda sudah tahu, iya kan? 

Kata lain, suatu aliran pergerakan hasrat dan kesenangan yang nyata melalui tubuh menjadi pengetahuan bisa melupakan sengatan panas, penguapan, pelembaban dan penekanan bunyi, dan kekasaran ujaran maupun pesona tata bahasa yang bergerak.

Untuk itulah, puncak bahasa tertinggi kegairahan adalah intelektualitas tanpa bujuk rayu lewat tubuh. 

Tubuh berada dalam proses pengujian, apakah tubuh dibatasi dengan fantasi sebagai tempat kemunculannya. 

Mereka mengembalikan kebenaran yang tertangkap di dalam realitas, sedapat mungkin realitas menggiring keluar dari realitas itu sendiri, sehingga melupakan suasana baru semakin penuh warna yang tidak terpikirkan.

Kontradiksi semacam ini mengilhami nalar demi sesuatu yang irasionalitas. Sebutlah, birahi pada waktu bersamaan menyimpan rahasia hasrat dan kesenangan dalam kehidupan itu sendiri. 

Kebenaran kuno dari masa tertentu tidak menghentakkan di saat ini karena terkurung dalam era digital yang ditandai dengan kebenaran adalah ilusi.

Tubuh dengan segala penampilan secara secara besar-besaran dan pencapaian-pencapaian yang lebih dari dunia nyata dan artifisial yang handal. 

Kejenakaan terbesar dalam tanda, yakni ditunjukkan dari mereka mengenai sebuah ritual tubuh untuk menghindari persepsi inderawi dengan jalan memuat catatan kaki demi menebus birahi ’dunia gelap’—pergerakan liar akan divoniskan kepada pikiran maupun ziarah-ziarah dan perayaan-perayaan hari besar dari suatu ’teknik kesenangan’ (video, internet, medsos, diskotik, politik, hiburan hingga ekonomi) untuk menunjukkan sebuah titik akhir dari penderitaan yang sia-sia.

Apapun wujud penampilan tubuh, relasi pemimpi dan pemabuk hanyalah gambaran ide-ide yang dipantulkan oleh indera kita. 

Sekali tubuh mengeluarkan nafsu, maka terjadi pemindahan garis edar hasrat dan kesenangan selaras pergerakan penampakannya, maka tidak terhindarkan bentuk pengulangan atas kebaruan kembali dalam suatu tatanan tubuh yang baru pula. 

Dari hal itu, tatapan bukanlah penampilan tunggal. Ia dibantu oleh hasrat dan kesenangan dengan tatapan yang lebih beragam.

Tetapi, kejernihan permainan tatapan yang lain tidak begitu mempesona. Ia dengan segala kekuatannya, mentransformasikan kegaduhan indera yang terus berlanjut melalui makan secara berlebihan. 

Seni teror dan teater lainnya, dimana dunia nafsu tidak memproyeksikan gambaran murni di dalam pikiran dan indera kita dalam makanan. Esensi kelaparan tidak mungkin tumbuh tanpa arus nafsu yang mengurung pergerakan-pergerakan paling otentik: akal budi yang sebagian besar orang percaya. 

Sementara, iritasi debu, radiasi, udara segar, asap, uap, embun, dan kilatan halilintar mengalihkan perhatian kita dari keseimbangan hasrat dan tubuh.

Dimana-mana hasrat dan kesenangan terselubung misterius akan terseret dalam lingkaran permukaan yang sensitif. 

Dalam pergerakannya yang kuat, maka tubuh akan merangsang dan menggandeng selera dan imajinasi agar terlepas dari pengurungan tiruan atau artifisial.

Tubuh akan mengalami kebuntuan daya pikat, ketika kekerasan atau pembujukan yang terselubung di balik tubuh yang memikat. Sekali waktu, setan pikiran tergoda dengan hasrat dan tubuhnya. 

Dari sini, hasrat dibenturkan dengan pikiran. Padahal, kegelapan silih berganti dengan cahaya dalam kehidupan. Kegelapan ada di balik cahaya. Begitu pula sebaliknya.

Lihatlah! Saya membaca kembali teks Rene Descartes dalam Discourse on Method (1960) mengantarkan agen penalarannya dalam mengutuk dunia kegelapan di hadapan manusia rasional. 

Pergerakan halus, pasti, terselubung, dan akhirnya dicurigai sebagai silogisme. 

Betapa seseorang yang tidak menghendaki terjerumus kedalam kubangan halusinasi kehangatan, dan terpantul kembali, dimana hasrat membungkam pikiran sebagai substansi dari Rene Descartes menyelinap kedalam mimpi-mimpi yang pada ketajamannya berubah menjadi sejenis kegilaan, yang nyata.

Karena mimpi merupakan serangkaian jejak-jejak kegilaan yang tertunda. Sementara hasrat keingintahuan akan bergerak dalam kehidupan dunia aktual. 

Tanpa bualan, kita akan menertawai suatu silogisme sederhana dengan karikatur di ruang kosong. “Manusia pasti fana, si alim adalah manusia, maka si alim pasti fana.” Sejak itulah, pergerakan tubuh dan pikiran ala Descartes yang terpisah.

Sedangkan, logika hasrat melampaui keinginan-keinginan lain yang tidak diundang dalam pengetahuan reflektif. 

Karena itu, hasrat dan nafsu begitu menakjubkan. Ada kemungkinan bakal menertawakan para ahli logika formal melebihi sang komedian. Di sepanjang masa, pengetahuan menyerupai tatanan kehidupan.

Dengan demikian, kegairahan yang terdesak dalam diskursus dan tidak pernah bersekutu dengan halusinasi, karena halusinasi sendiri tidak dapat dipastikan terang dan gelapnya sebuah obyek. 

Tidak terdapat juga dalam diri seseorang yang berpengetahuan dangkal, luas dan dalam, ketidakwarasan seseorang, selain ciri-ciri khas logika yang pasti, seperti keajaiban Matematika. Di situlah, kegairahan untuk mencari tahu dipertaruhkan membias sekaligus menyerap kembali kebenaran ilmiah. 

Kesadaran (pikiran) sebagaimana juga hasrat untuk mengetahui menggeser pikiran murni melalui tubuh. 

Ketika pikiran kita terserap dalam konsep yang utuh melalui interpretasi birahi secara terus menerus diperbarui, semakin birahi yang bergelora melalui tubuh. 

Melalui jurang yang dalam pengetahuan kepada sebuah hasrat yang tidak terkontrol, oleh sebagian orang mengutuk keras dan berganda maupun disanjung dan dihormati oleh pemujanya.

Ataukah pernyataan ini adalah istilah belaka? 

Kemungkinan pengetahuan mempertahankan masing-masing penampilan tubuh daripada konsep pikiran itu sendiri, yang utuh. Pengetahuan selalu dihantui oleh persepsi yang kerap tidak sesuai dengan pikiran.

Emosi dan hawa panas terombang-ambing di atas suatu kenyataan dunia, bahwa kekacauan yang melanda pikiran terluapkan dengan penyusupan intensif dalam kehangatan tubuh esoteris. Emosi dan panas di luar ide-ide tentang fisiologis dipersembahkan oleh para sosok idola demi menumpahkan kata-kata kebencian atas nafsu birahi.

Idola-idola digambarkan sebagai kekuatan besar karena kegairahan untuk meneror pikiran kita yang penuh kepolosan diorganisasikan untuk merelakan penyerangan langsung kepada nafsu tidak lebih dari kekuatan yang nyata melalui tubuh. 

Dalam keserbaragaman tubuh, nafsu menggoda untuk menopang kehidupan daripada makan demi pemuasan nafsu yang sekejap.

Sementara, nilai ilmiah berasal dari kekuatan observasi, verifikasi, validasi, dan falsifikasi. Terpaksa oleh kebenaran ilmiah, anatomi bukan sekadar hasrat untuk pengetahuan.

Alasannya berarti panas alamiah ditempatkan lahan subur bagi pemompaan jantung boneka hidup. 

Darah dididihkan sekian derajat panasnya menantang pikiran secara khusus, karena kerja jantung sangat vital melalui pergolakan sengit memerangi dirinya sendiri, pengontrolan ketat atas penghianatan bagian-bagian tubuh, seolah-olah kelahiran yang tidak diharapkan. 

Kerja jantung tidak membutakan kelazimannya dengan menaklukkan perlawanan dan dampak negatif organ tubuh lain agar melonggarkan pembuluh-pembuluhnya.

Di sanalah kelahiran kembali organisme melalui mata rantai kehidupan, pencairan-pencairan humor akibat ketegangan yang berganda, peniadaan halangan-halangan, penyegaran-penyegaran darah, yang tercantum dalam panas secara alamiah, penyempurnaan citra-rasa pencernaan, dan pengolahan tubuh segar dan pikiran tajam.

Proses kimiawi makin alot dan mengasyikkan tubuh kita, ditandai oleh kebahenolan tubuh, perangsangan pori-pori organisme, ayat-ayat erotis digelembungkan oleh selaput-selaput cinta kasih,— satu-satunya cara untuk menyelamatkan penderitaan fisik kita, yakni kelembaban yang kasar dan efek-efeknya bagi obyek non-metafora tubuh. 

Bunyi mulut saat makan (bukan orang berteriak), terlepas dari panas sebagai penandaan yang berbeda dengan dingin. 

Gerakan-gerakan halus secara otomatis atau alamiah bukan sesuatu yang luar biasa. Makan melalui tubuh yang dibantu oleh nafsu. 

Sensasi lezat atau nikmat ketika kita makan bergantung pada pikiran dan tubuh sekaligus keduanya terjalin kelindang.

***

Kegairahan kita diganggu ketika daya-daya aneh di luar panas dan hawa lainnya diciptakan untuk menekan pergerakan-pergerakan nafsu liar, yang terbungkus oleh tubuh.

Tubuh memiliki efek perangsang paling ampuh dan paling mematikan. Menggabungkan sesuatu yang paradoks, layaknya makin tinggi tingkat keagamaan, makin tinggi korupsi. Makin khusyu beribadah, makin besar godaan tilepnya.

Coba kita cek! Supaya agama tidak ingin ”dikambing-hitamkan” sebagai biang korupsi, lalu siapa biangnya? 

Jika Anda tersinggung lantaran agama tersenggol dalam kasus korupsi, apakah Anda akan berteriak-berteriak di seantero kampung, bahwa ternyata penyebabnya ini itu? 

Ada sebagian umat beragama mungkin yang tidak beres mentalnya. Dari pemahaman hingga penafsiran agama yang keliru dari sebagian umat beragama (termasuk umat Islam). 

Diantaranya, mencakup redup dan jebloknya kualitas penghayatan agama dari sebagian umat beragama yang ditengarai sebagai pemicu terjadinya perilaku koruptif. Perilaku koruptif memang betul datang dari nafsu jahat atau nafsu serakah, yang kebetulan oknumnya dari umat beragama. 

Karena cahaya kebenaran agama terhalang oleh hawa nafsu seseorang, maka bisa saja nafsu yang menguasainya cukup enteng saja untuk melakukan korupsi. 

Karena itu, nafsu korupsi akan menggoda setiap umat beragama. Artinya, nafsu lebih kuat ketimbang nalar dan nurani.

Sebetulnya, korupsi soal anti puasa. Korupsi atau tilep adalah perkara sekitar perut. 

Itu soal makan, yang didorong oleh nafsu. Semuanya akan menandakan kecurigaan pada tubuh. 

Rentetan kenyataan tersebut memproyeksikan dirinya sendiri; membeku dalam bingkai-bingkai gambar dan simponi lagu. Yang ada hanyalah bisikan maut melalui tubuh. ”Usah terlalu jujur. Tidak apa-apa tilep sedikit,” kata orang.

Kepolosan akhirnya dibungkam seribu bahasa dan hasrat yang ditandai oleh kelimpahan obyek. 

Ritual kesenangan-kesenangan tubuh, seperti kegelapan malam yang dibungkus kerudupan sinar dari lampu menimbulkan efek sensual, dinding berwarna cerah, keharuman parfum-potpourrie, rangsangan sirkulasi udara, pakain tidur, tarian, musik, rayuan, dan pujian terbenam sampai matahari pagi dan malam kembali melingkari kita. 

Tetapi, seluruh gerakan kepolosan sensasi di bawah pemujaan pada tubuh yang indah.

Kesenangan-kesenangan sensual tidak lain akan mengancam tatanan moral yang dingin dan telanjang. Tetapi, kita bernafsu tanpa lelucon konyol diubahnya sebagai kesenangan-kesenangan yang lazim.

Begitulah cara-cara memanipulasi birahi ‘tuna intelek’ dengan silih bergantinya kegelapan dan kecerahan bergabung dan terbungkus tubuh dan efek-efeknya yang mengkristal dan tajam, di bawah kedunguan yang mendadak terpecah dalam kepalsuan ganda. Insting pemangsa dari sifat kebinatangan hanyalah persoalan kondisi jiwa manusia.

Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa kesamaan insting antara manusia dan binatang, di antaranya air liur sebagai satu energi dan zat untuk mempertahankan hidup. 

Apakah ia bayangan dan cahaya atau artifisial itu bukan sesuatu yang membutakan birahi? 

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bahwa yang penting soal kegairahan sesuatu agar bisa terbang tinggi di atas melampaui nafsu-birahi melalui tubuh.

Perputaran-perputaran atau pergerakan-pergerakan lihai tubuh sebagai pengantar yang baik bagi bentuk fisiologis yang haus darah harus berada di luar lapisan represi birahi dan penolakan dan penyatuan kesilauan makna diinstruksikan kembali kedalam pijaran besar dan cahaya dari dalam diri berdasarkan kegairahan, estetika dan sadar. 

Kenikmatan, hasrat, mimpi, dan amnesia diredistribusikan, ketika halusinasi mengejar bayangan dan pijaran yang menyilaukan mata atas mata dan akhirnya ditumbangkan oleh ilusi.

Bersama dunia fiksi, ilusi memanjakan beban pikiran, dimana indera menjadi sang penjamu kebutuhan yang sempurna. 

Dalam wujud nyata, pikiran dalam kesadaran yang keok di hadapan nafsu birahi yang menggoda.

Di satu sisi, fiksi bukan saja membebaskan, tetapi juga membersihkan kebenaran metafisika. Di sisi lain, fiksi hanya menjajakan boneka mainan dengan perantara sebuah persfektif inderawi. 

Kita ini, seperti boneka mainan yang dipajang di etalase toko, dimana anak-anak kecil baru belajar bermain dengan dunia, dalam keriangannya yang tidak terbayangkan dalam dunianya sendiri, dibimbing oleh kebiasaan dan citra kita, dan kemudian ditinggalkannya ke tempat dan jenis permainan lain sesuai seleranya di bawah kekosongan birahi. 

Tanpa mengabaikan intensitas peristiwa tubuh dan jaringan-jaringan instrumen yang mengurungnya, sebuah kegairahan tidak dihasilkan efek jaringan tubuh, tetapi berjuang bersama logika nurani untuk penaklukkan raksasa atas bayangan benda.

Apakah pengetahuan itu? Memamerkan kebenaran di balik kejahatan.

Sebaiknya, keindahan harus memboncengi ketiadaan bayangan gelap dan cahaya. 

Supaya tidak ada kata-kata kotor dan kebenaran benda sebagai perangkap yang terlumpuhkan oleh bingkai foto erotis seni yang tidak bermakna. Tidak ada keyakinan dalam kelumpuhan makna dan pancaran bahasa bisu paling bermakna yang mengajarkan kita kehampaan, dimana memori-memori, pantulan-pantulan, dan pemindahan-pemindahan yang gegabah akan memergoki tubuh sebagai media pertobatan.

Nafsu hanya konsep yang tidak dimengerti para ruhaniawan. Ketika libido datang dari ketidaksaluran ini; kenikmatan disulap menjadi kebenaran yang menegangkan. Kita menyelami beban terberat, apabila nafsu birahi tersalurkan melalui tubuh. 

Sementara, korban-korban citra artifisial menjadi penanda ironis dan fantastis yang membius. 

Di atas semua itu, ketidakhadiran pikiran adalah pergerakan dari ruang yang satu ke ruang yang lain berlindung di balik rasa ingin tahu. 

Saya kira, nafsu sebagai obyek pengetahuan hanya berubah setelah apa yang dapat kita pahami dan dimana kita melihat dunia, terlepas dari dunia indera. 

Rangkaian patahan, ngarai, pasang-surut, ketinggian, kerendahan, keseimbangan, muncul dan tenggelam, luas dan panjang, tinggi dan rendah, permukaan tubuh dan kedalaman nafsu tidak bisa dijelaskan menurut benda-benda. Kecuali hasrat untuk mengetahui bisa mengundang banyak penafsiran dan pemahaman yang berbeda.

Hanya memanfaatkan nafsu untuk melawan kegairahan semu berarti menyerang balik hasrat dan indera pada puncak paling tinggi. Ia memanfaatkan suatu peristiwa kecil dalam rasa sakit akibat gigitan semut. 

Insting-insting tersalurkan dengan baik lewat pembalikan-pembalikan arus dan pergerakan hasrat terhadap gambar hidun yang merangsang dan ketat.

Sementara, nafsu birahi yang mandiri memiliki ruang sebelum ruang lain sebagai obyek pengetahuan, maka hasrat kembali ke ruang murni (tubuh) akan mengerucutkan rangsangan melalui tubuh yang mengitarinya. 

Disamping itu, hasrat seksual yang dikonsolidasikan, apakah sebagai kebenaran atau memang bukan apa-apa? Ataukah ia sekadar obyek pengetahuan yang tidak masuk akal bagi pemikiran?

Ketika wajah-wajah menjelma dalam bentuk spesies-spesies baru dalam bnetuk kecerdasan artifisial yang ditoleransikan demi kelangsungan hidup bersama, yang layak diwaspadai. Apapun wajahnya tidak lebih dari nafsu yang menggoda menggiring untuk makan yang berlebihan.

Birahi yang menggoncangkan berkat pergerakan pikiran karena lengah. Kepada suatu tubuh segar menyelimuti keingintahuan atas gambar-gambar kekerasna pikiran. 

Ada kehampaan makna terbungkus fantasi yang mendekati ”sabda  yang ditulis dan dibaca” melalui tubuh. Nafsu makan terhadap makanan yang lezat tetapi mubazir melalui tubuh.

Para ruhaniawan bersepakat, bahwa suatu keyakinan di bawah bayang-bayang, cahaya, dan kilatan petir, sekalipun diorbitkan oleh sebuah kebenaran. Ketiga tanda tersebut dikonsilidasikan dengan tubuh sebagai bentuk pengontrolan khusus dari hasrat yang menjelma dalam bahasa ironi. 

Hasrat keingintahuan mengungkapkan tubuh dalam asegelas anggur yang menghangatkan tubuh sebagai akhir dari kesunyian.

Absurd! Seperti dalam sebuah kehangatan anggur yang membangkitkan dunia indera bukan sebuah esensi, melainkan permainan birahi. 

Hubungan kausal kenikmatan tidak terjadi dalam transendensi nafsu birahi dan metonimia anggur di atas permukaan dan kobaran nafsu menyala-nyala semakin besar, melainkan ketidakpuasan pada pengetahuan.

Di situlah pengetahuan diuji, ketika kelengahan sedikitpun menyelimuti tubuh menandakan kepuasan yang hampa makna anggur kehangatan hidup, karena ketiadaaan kegairahan, tetapi justeru mensakralkan nafsu birahi dan manifestasinya yang cair dan terbuka. 

Dalam nafsu birahi, makhluk asing paling bahagia ialah pantulan cahaya malam dan kesinambungan erotis menuju ketiadaan baru. 

Tubuh terdapat alur pembalikan melalui tubuh. Di sudut-sudut nafsu birahi membuka jalan bagi godaaan abadi berbanding terbalik dengan sesuatu yang sesaat dan menguap kembali. 

Dari kegelapan siang yang dikaburkan oleh kekuatann lain bernama nafsu birahi. Selain itu, ada humor-humor dan syaraf-syaraf. Di sini, humor-humor dan syaraf-syaraf perangsangnya yang tajam sebagai rahasia mata tidak lebih dari rahasia kelicikannya.

Tetapi, godaaan birahi mengalir ke tubuh menjadi dunia nyata; bersamaan penipuan indera dan bahasa tubuh menghilang, pucat dan kering. 

Dari sanalah ketiadaan diidealisasikan dengan mengamanahkan birahi sebagai raksasa harapan bagi kehidupan.

Tubuh yang diritualisasi dengan doa yang dipanjatkan untuk nafsu birahi adalah fenomena keserakahan. 

Dimanakah nafsu birahi saat berhadapan dengan amor intellectualis dei? Apakah dalam detak jantung, aliran darah, minuman alkohol, ataukah pikiran, bahasa, dan hasrat kita?  

William James tergoda oleh kompleksitas pragmatis sebagai teriakan di ruang pengap. Suatu agama patut diragukanan canda Tuhan atas gairah. Tetapi, justeru Dia bagian paling diwaspadai mengenai kelahiran sebuah ampas agama-industri birahi yang digairahkan rasionalitas.

Apakah tubuh dipersembahkan untuk permainan ilusi? 

Tergantung kepentingan seseorang yang masih waras mengenai kepentingan dan kebutaan yang disengaja diselipkan melalui mata dan telinga mereka sendiri. Tetapi, pikiran dan tubuh yang menempahnya melampaui kekuatan determinisme “sejarah daging” (produksi hasrat).

Ia melanda bahasa dan tontonan besar atas gambar seperti kata-kata yang dipompa dengan panca indera dan kesadaran. Ia adalah daya gerak berharga bagi daging segar dinetralisir melalui puasa.

Kita harus membutuhkan citra dan demam yang tinggi dengan keringat bercucuran disertai halusinasi yang berhamburan keluar dari penampakan irasionalitas. Begitulah birahi yang dikambinghitamkan oleh dua unsur utama kebenaran pemabuk, yakni kebutaan dan kesamaran obyek tubuh. 

Sedalam-dalamya nafsu birahi, di semua sudut, manusia lengah dari beban berat memikul insting pemangsa dan menyedot energi kebinatangan.

Kita harus melihat kedalam diri, dimana seseorang akan memusnahkan nafsu-birahi dan hasrat dan sekaligus merayakan kesedihan atas kebodohan mereka yang didaur ulang demi merestui perjalanan panjang atas suatu kebenaran superfisial manusia. 

Hanya serangkaian kesunyian baru tenggelam bersama nyayian kudus, tetapi meriah dan bersuka-cita atas korban-korban wujud artifisial dari nafsu birahi.

Titik awal kegelapan dengan keberhasilan menangkal kilatan dan suara petir di dunia lain.  Seteleh itu, kesunyian-kesunyian baru ditiup-tiupkan nafsu birahi. Tidak ada nilai bagi kita untuk membicarakan suatu transedensasi nafsu di hadapan cahaya dan dalam hasrat untuk mengetahui melawan kegelapan diri sendiri. 

Kepada kegelapan, makan dan nafsu dipantulkan kepada para pecandu berat kilatan-kilatan petir dibalik sebuah permainan perut yang ironis. 

Makan, nafsu, dan berpuasalah! Berpuasalah jika kita ingin merahi tanda keilahian!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun