Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fantasi atas Politik Kuasa

17 Januari 2023   09:05 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:29 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi figur Capres dan Cawaores di Pilpres 2024, dokpri

Telah diketahui, secara harfiah, fantasi berarti khayalan. Saya yakin, pemikiran tidak punya daya tarik apa-apa tanpa disokong oleh fantasi. 

Seiring dengan hal tersebut, kandidat yang ingin maju calon presiden, maka dia juga harus disokong oleh suara terbanyak agar terpilih saat pemilihan.

Bisa dikatakan di sini, pemikiran mengenai fantasi yang cair dan tidak terbatas. Fantasi atas politik ada dalam dirinya sendiri. 

Kepentingan politik yang dimainkannya betut-betul riuh ketika menggelembung dalam fantasi. 

Nah, dari fantasi politik itu perlu dimunculkan melalui diskursus. Yang membuat ruang publik, diantaranya fantasi atas politik yang terelakkan.

Dari titik ini, ketidakhadiran kata-kata seiring berbolak-baliknya benda-benda dalam fantasi politik menggambarkan sebuah wilayah netral. 

Ia mengembalikan secara diam-diam rujukan dan diskursus yang dilampauinya tanpa pikiran dan pengalaman. Sejalan dengan fantasi yang berada pada taraf penanda sebagai cara untuk melangkah kembali dalam ruang.

Demi memperoleh bentuk-bentuk yang belum terbentuk sedang berjalan ke depan. 

Fantasi keluar dari representasi gambar partai politik (parpol) yang pernah ada. Bermain politik masih ada, sekalipun representasi dan simulasi siapa yang tertinggi peringkat (Capres dan Caleg). Ia muncul dan lenyap, setidaknya kita masih bisa bertahan hidup di antara diskursus yang membuat kata-kata, angka-angka atau huruf lebih hidup dibanding hanya berupa bayang-bayang.

Jelaslah dalam alur ini, fantasi bukanlah bayang-bayang yang ditempelkan di dalamnya kata-kata atau logika matematis yang memiliki daya pikat dalam kehidupan dan pemikiran.  

Diskursus tentang pemilihan proporsional tertutup atau terbuka menjajal pilihan kita. Keduanya ditawarkan dalam ruang publik. Saling menetralkan antara satu dengan satu sistem pemilihan proporsional lainnya berdasarkan kelebihan dan kelemahannya.

Fantasi atas politik bisa digambar dan dipikirkan. Fantasi begitu dekat dengan benda-benda yang tidak tersusun secara teratur dan stabil. Ia terjalin secara acak sekaligus hilir mudik. 

Obyek yang dibentuk oleh diskursus politik, yaitu proporsional tertutup atau terbuka.

Tanpa representasi pemilihan yang mana lebih unggul hingga titik terakhir kemunculannya, maka fantasi akan politik masih bisa memainkannya. Pertarungan politik berinteraksi dengan tujuan telah ditentukan melalui tahapan diskursus politik. Pertarungan politik itu bertujuan untuk melepaskan hal-hal yang mustahil menjadi tidak mustahil. Bukankah begitu ajaran politik?

Hal ini, fantasi atas politik tidak mencoba untuk memantul, tetapi menukik dan memanuver. Apa yang dinginkan oleh kader parpol? 

Dari sesuatu yang belum tercipta menjadi adu strategi dan skenario politik harus dimainkan melalui diskursus. Setelah memberinya kemungkinan yang semakin dekat, diskursus politik masih harus dari arah lain.

Kembali pada representasi, bahwa disamping pikiran, ingatan, tanda, tiruan, dan imajinasi, fantasi atas politik merupakan representasi yang diserap dan dilepaskan. 

Representasi imajinasi tidak memerlukan analisis dan hirarki, kecuali fantasi akan politik dengan hitung-hitungan yang ingin dirahi.

Tetapi, fantasi atas politik bukan gambar proyeksi pertumbuhan atas sesuatu. Ia bukanlah tabel data atau matriks. 

Pada saat pikiran direbah, fantasi mendatanginya dengan penuh kejutan dan teka-teki dengan mengisinya sesuai benda-benda yang diinginkan. 

Dalam taraf citra pikiran itulah, fantasi atas politik muncul tidak selebar jendela rumah, dibanding luas dunia narasi politik yang berseliweran.

Sejauh yang kita pikirkan, tanda-tanda perubahan konstelasi politik telah menyembunyikan dan muncul kembali melalui fantasi. Dari biasanya dalam wujud aktual dan wujud virtual (safari politik, riuh di medsos), sehingga kita masih meraba-raba rahasia dan hakikatnya.

Hal ini tidak berarti parpol yang memiliki tanda keterpilihan mutlak dan saat-saat tertentu melupakannya. Katakanlah, jika dihubungkan antara tanda keterpilihan calon presiden dan tanda kesejahteraan rakyat ternyata memerlukan diskursus politik untuk melampaui analisis itu sendiri.

Mengapa? Sebagaimana hasrat, maka fantasi juga melampaui analisis dan prediksi. 

Dari gambaran fantasi yang berbeda-beda itulah menjadi tanda-tanda realitas politik. Jika keluar dari prediksi, parpol akan melepaskannya seketika.

Sementara, ruang kehidupan politik diharapkan tidak tercabik-cabik hanya karena tajamnya perbedaan kepentingan. Fantasi atas politik berarti ditandai oleh seseorang atau masyarakat ingin terpilih dan memilih sosok ideal.

Pada lapisan terluar dan nyata yang terlokalisir dalam diskursus politik, bukan representasi. Sedangkan dalam fantasi kosong dari politik terletak pada pernyataan tentang pemerintahan yang belum bebas dari korupsi. Pada lapisan yang beragam dan terpencar-pencar itu, pilihan politik bergantung pemilik suara, yaitu masyarakat pemilih.

Politik uang atau politik bebas dari korupsi, misalnya bukanlah jenis fantasi atau penanda kosong dan gagasan dianggap tidak masuk akal. 

Elite politik mencoba untuk menjelaskan secara terbuka tanpa terburu-buru, dimana tanda efektifitas perjuangan politik bukanlah titik fantasi nol. 

Apalagi dikatakan bentuk 'kepenuhan' fantasi atas politik tidak terlepas dari hasrat untuk berkuasa di media sosial atau warganet. 

Fantasi ada saatnya menjadi kekuatan politik kebenaran yang dianalisis oleh Michel Foucault dalam The Order of Things (2005) dan Slavoj Zizek dalam The Flague of Fantasies (2008) dengan "Tujuh Tabir Fantasi." 

Bagaimanapun juga, semakin sering fantasi bekerja dengan caranya sendiri, membuat kader parpol tertentu semakin terbuka melihat realitas yang berkembang di luar. Politik dengan fantasi turut memainkan seni tersendiri.

Supaya tidak mengalami kemandekan, maka fantasi ditarik kembali ke luar melalui siapa calon presiden atau kandidat dalam pemilihan. Tanpa garis pembatas antara bahasa politik dan  kepentingan yang ingin mereka raih. Mereka asyik masyuk mencari titik celah lawan politik.

Tidak menjadi sesuatu hal yang menggelikan, manakala manuver politik menuju mobilisasi suara dukungan yang tinggi. 

Mendulang suara yang dipompa melalui jaringan politik menerobos masyarakat pemilih. Mereka akan terbius dengan retorika, sosialisasi, dan pertunjukan politik yang terorganisir. Rezim diskursus memainkan peran penting sebelum rezim kuasa negara.

Suatu mekanisme yang tersembunyi yang diciptakan rezim kuasa petahana melalui jaringan yang efektif menjangkau ke pelosok negeri. Ia sengaja disediakan untuk mengembangkan pilihan politik. 

Dalam hubungan dengan hal tersebut, fantasi tidak lagi diasuh oleh kepentingan politik. Sebaliknya, kepentingan politik diselipkan sebelum tahapan elektoral sejak fantasi lebih duluan nongkrong dalam benak seseorang.

Fantasi tidak memiliki kekuatan untuk mengubah pilihan politik ini dan itu sejauh tarik-menarik kepentingan belum usai. 

Misalnya, titik terendah tanda keterpilihan calon presiden, tetap saja dipaksakan dimainkan agar memperoleh dukungan suara. Fantasi tidak lebih dari hasrat. Ia menjadi energi fantasi atas politik menambah kekuatannya kembali dengan realitasnya sendiri.

Hanya tanda-tanda waktulah yang mengungkapkan siapa menjuarai kontestasi pemilihan presiden hakiki. 

Sudah bisa dipastikan, para elite dan seluruh kader politik tidak berminat pada jenis fantasi yang membingungkan. Mereka lebih memilih kembali memainkan kalkulasi politik yang tidak muluk-muluk.

Kenyataannya, fantasi atas politik yang semata-mata fantasi kosong tidak tercatat dalam naskah, arsip, panggung, berita tertulis, jejak digital, dan opini media.  

Dalam rangka memasuki kembali dalam pertarungan politik, maka fantasi yang tidak terpolitisasi di atas panggung politik sedemikian rupa mengambil suatu 'tayangan tunda'.

Bisa saja fantasi kosong atas politik pilpres tidak terduga menyeretnya ke tengah pusaran politik, yang pada akhirnya mereka akan gigit jari. "Anda ingin bayar berapa, kami dukung Anda untuk kedua kalinya. Jika tidak, saya memilih yang lain." 

Jangan heran, ada kader parpol tertentu mendukung si anu sebagai capres seakan-akan melangkahi kebijakan pimpinannya.

Seluruh godaan yang pernah kita dengar dan bicarakan terdapat logika politik. Bagaimana tidak, belum terbentuk koalisi sudah berebutan siapa cawapresnya. Selain itu, memang parpol  tidak ngotot terhadap ketidakhadiran "sang Lain." 

Tetapi, secara pelan-pelan parpol namun pasti memasuki 'ketidakhadiran logika matematika' dalam keriuhan politik. 

Mengapa? Kalkulasi menjadi fantasi politik. Sulit logika linear bekerja di wilah hasrat atau fantasi politik.

Belum lagi jika mereka mengatakan: "Uang yang saya terima bukanlah nilai tukar atau nilai tanda, melainkan tanda-tanda yang orang lain tidak dimiliki." 

Ditambah lagi, uang yang tidak dinyatakan dalam hukum sebab dan akibat, kecuali kata-kata bujuk rayu meluluhkan oknum pemilih. Uang yang berbicara bukan juga tanda ketidakberdayaan menghadapi sulitnya hidup. Sebagian orang kerap terdesak saat bujuk rayu tidak dimainkan oleh kandidat, tetapi dimainkan oleh uang. Di situlah titik celah pemilihan proporsional tertutup dan terbuka.

Politik tidak menggunakan cara untuk memfantasikan logika formal (angka nol membulati sudut pandang) terpadu dengan fantasi akan kelopak bunga yang sedang mekar secara alami dan virtual. 

Fantasi atas politik kuasa secara lugu membujuk masyarakat pemilih untuk mengikuti rezim diskursus yang mencuat di ruang publik.

Kehadiran fantasi berbeda dengan teknik membuat sebuah Fantasyland atau "negeri yang indah" serta-merta diproyeksikan melalui daftar janji-janji politik yang memikat. Fantasi jenis itu menarik, tetapi fantasi bukan berada dalam tiruan.     

Di sudut lain, seseorang sedang memanggil orang untuk membicarakan politik cukup serius. Tiba-tiba penampilan mereka berubah total setelah menikmati menu makanan di salah ruangan yang tertata apik. Di sebelahnya lagi tersaji buah-buahan, satu hingga dua ikat duren. Pandangan mereka tidak tertuju pada ruangan asri. Nuansa itu seakan-akan menghilangkan beban hidup dengan tatapan "belah duren" membuat mata mereka tidak berkedip sejenak. 

Fantasi atas politik mulai menemukan kelahirannya setelah pikiran dikosongkan dari tanda kenikmatan atas hiburan.

Fantasi atas politik sama nikmatnya santap malam menuju kenikmatan lain sebelum menjadi ampas. Tetapi, kemiripan itu menjungkirbalikkan cahaya dari siangnya malam saat penampilan buah sebagai makanan pembuka bakal memancing selera dan fantasi lebih leluasa menghadapi bentuk 'daging buah segar' lainnya.

Ia secara alami memancarkan warna hitam putih dunia politik. Ia dikelilingi garis berbentuk oval seperti bentuknya memiliki kemiripan dengan ruangan gedung di sebelah jalan. 

Semakin dinikmati gambar yang ditandai kemungkinan menuju hitungan politik, membuat tiruan gambar buah yang terbelah. Obyek itu membuat fantasi seseorang melayang melebihi obrolan politik itu sendiri. Mereka mengobrol tentang wakil-wakil rakyat di parlemen dan anak seniman melukis tarian telanjang yang dimainkan seseorang di atas kanvas.

Kemiripan dalam imajinasi akan tersembunyi sejauh fantasi atas politik kuasa dengan seni dalam politik hasrat. 

Sebuah gambaran masa depan politik dibentuk di antaranya sejauh mana fantasi dilibatkan dalam permainan politik.

Jika sekadar mengandalkan fantasi juga sama sekali tidak ditemukan hal-hal yang patut dirahi dalam hitungan hari. Dari sinilah, teknik kesantaian kadangkala lebih efektif dibanding ketegangan politik terjadi tanpa fantasi. 

Dalam keadaan tertentu, kebangkitan fantasi atas politik untuk membangkitkan permainan politik yang baru di tengah cuaca tidak menentu.

Fantasi memiliki daya pikat yang khas melebihi kesadaran dan kehendak. Tanda lainnya adalah pilihan politik memudahkan untuk memahami sesuatu yang sama sekali belum diprediksi. Fantasi mengakhiri peranannya dalam tanda efektifitas dukungan pada salah satu kandidat.

Kekuatan politik yang dimiliki kandidat harus membaca tanda-tanda yang menentukan ada kemungkinan atau tidak menuju kepastian dari parpol yang mendukungnya. Politik di negeri ini pada akhirnya menjadi salah satu energi yang kreatif dikonsolidasikan melalui fantasi. Parpol benar-benar membebaskan dirinya dari jenis fantasi kosong yang bisa membuat kehilangan peluang untuk merahi kemenangan.

Sekiranya kita dapat menggali lebih dalam melalui ruang kosong, alur dimana fantasi ditata ulang untuk meletakkan analisis politik. 

Siapa yang berpasangan dengan capres ini dan itu, siapa yang dideklarasikan oleh parpol dimungkinkan lebih menarik jika melibatkan fantasi.

Hal serupa juga terjadi untuk menandakan masuknya diskursus politik tentang fantasi dalam koalisi. Sebaliknya, tidak melibatkan sama sekali fantasi dalam menggolkan siapa yang menjadi capres. Parpol yang memberi tiket pada kandidat untuk bertarung dalam pilpres, misalnya itu sudah ada dalam fantasi mereka.

Kita mungkin masih perlu ditekankan, jika fantasi berbeda dengan visi dan mimpi dengan kepentingan politik yang melekat didalamnya. 

Suatu hal yang masih perlu dijelaskan, bahwa fantasi tidak bisa dilepaskan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam sekejap. Mekanisme politik bekerja sesuai aliran produksi hasrat melebihi fantasi tentang lingkaran putih yang mengelilingi titik gelap.

Di sela-sela waktu, seseorang tidak hanya cukup berpikir rumit mengenai kenyataan yang mengelilinginya. 

Sekali-kali, Anda menikmati kehidupan normal dengan fantasi. Seseorang ingin memiliki rumah megah berhadapan dengan pantai yang eksotis. Begitu pula dalam politik, maka fantasi merupakan salah satu penyalurannya.

Bagi kandidat yang dijagokan oleh parpol tertentu untuk bertarung dalam pilpres ternyata "banjir dukungan" dari berbagai kalangan. Parpol yang baru lolos menjadi peserta pemilu 2024 pun tidak ingin ketinggalan untuk mencalonkan capres dan cawapres. Saya kira, gejala seperti itu masih melibatkan fantasi bersama hasrat, paling tidak tersalurkan kepentingannya dalam  pemilu. Mereka mungkin tidak berfantasi mengenai gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan gaya arsitektur modern melumat bangunan lain di bagian bawahnya. Karena itu, parpol yang sudah mapan dan 'pendatang baru' sama saja tidak ingin terjebak dalam fantasi kosong.

Wajarlah, tidak ada kenikmatan dinantikan parpol tatkala mencapai kesepakatan politik, yaitu paket capres dan cawapres melalui fantasi. 

Ia melebihi fantasi terhadap busana seragam, sistem layanan, dan sistem pelaporan kegiatan serba siap saji.

Fantasi sang politis ingin melanjutkan debut politiknya ke jenjang yang lebih tinggi dengan berprestasi moncer. Dari satu periode hingga periode berikutnya, mereka berfantasi agar lebih memperjuangkan nasib orang-orang yang tidak terpenuhi hak-hak dasarnya. Mereka tidak ingin menikmati keringat dan dahi berkerut tanpa hasil apa-apa. Dalam fantasi, sang politisi tidak ingin mematungi koalisi. Mereka bergerak dengan fantasi. Setelah diskursus membantu politisi melihat realitas politik, maka fantasi yang memberi mereka petualangan politik.

Di pihak lain, kita tidak tahu apakah fantasi terlibat dalam pembentukan koalisi. Cuma ada sedikit serempet fantasi koalisi semakin kuat atau malah bubar jalan. Yang lucu, jika parpol atau koalisi kandas di tengah jalan, sudah tidak ada juga kata bulat siapa capres dan cawapres yang diusungnya. Lebih patut dikatakan, baik Prabowo, Ganjar, Anies, Puan hingga nama-nama yang digadang-gadang menjadi cawapres tidak rela terjatuh dalam fantasi kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun