Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fantasi atas Politik Kuasa

17 Januari 2023   09:05 Diperbarui: 5 Juni 2023   12:29 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi figur Capres dan Cawaores di Pilpres 2024, dokpri

Tidak menjadi sesuatu hal yang menggelikan, manakala manuver politik menuju mobilisasi suara dukungan yang tinggi. 

Mendulang suara yang dipompa melalui jaringan politik menerobos masyarakat pemilih. Mereka akan terbius dengan retorika, sosialisasi, dan pertunjukan politik yang terorganisir. Rezim diskursus memainkan peran penting sebelum rezim kuasa negara.

Suatu mekanisme yang tersembunyi yang diciptakan rezim kuasa petahana melalui jaringan yang efektif menjangkau ke pelosok negeri. Ia sengaja disediakan untuk mengembangkan pilihan politik. 

Dalam hubungan dengan hal tersebut, fantasi tidak lagi diasuh oleh kepentingan politik. Sebaliknya, kepentingan politik diselipkan sebelum tahapan elektoral sejak fantasi lebih duluan nongkrong dalam benak seseorang.

Fantasi tidak memiliki kekuatan untuk mengubah pilihan politik ini dan itu sejauh tarik-menarik kepentingan belum usai. 

Misalnya, titik terendah tanda keterpilihan calon presiden, tetap saja dipaksakan dimainkan agar memperoleh dukungan suara. Fantasi tidak lebih dari hasrat. Ia menjadi energi fantasi atas politik menambah kekuatannya kembali dengan realitasnya sendiri.

Hanya tanda-tanda waktulah yang mengungkapkan siapa menjuarai kontestasi pemilihan presiden hakiki. 

Sudah bisa dipastikan, para elite dan seluruh kader politik tidak berminat pada jenis fantasi yang membingungkan. Mereka lebih memilih kembali memainkan kalkulasi politik yang tidak muluk-muluk.

Kenyataannya, fantasi atas politik yang semata-mata fantasi kosong tidak tercatat dalam naskah, arsip, panggung, berita tertulis, jejak digital, dan opini media.  

Dalam rangka memasuki kembali dalam pertarungan politik, maka fantasi yang tidak terpolitisasi di atas panggung politik sedemikian rupa mengambil suatu 'tayangan tunda'.

Bisa saja fantasi kosong atas politik pilpres tidak terduga menyeretnya ke tengah pusaran politik, yang pada akhirnya mereka akan gigit jari. "Anda ingin bayar berapa, kami dukung Anda untuk kedua kalinya. Jika tidak, saya memilih yang lain." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun