Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskursus Kemiskinan

13 Desember 2022   09:05 Diperbarui: 4 Maret 2024   16:11 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilusatrasi  salah satu kondisi kemiskinan di Indonesia (Sumber gambar: detik.com)

Pokoknya, mereka layak menerima pronangkis lainnya, seperti BLT BBM.

Apakah ada perubahan kondisi kehidupan keluarga semenjak menerima pronangkis? Jawaban orang tua itu ada untuk beli beras dan cukup memenuhi kebutuhan pangan kurang dari sebulan lamanya.

Hasil bincang-bincang lepas dengan pihak pendamping di desa itu menyimpulkan kendala pada tahapan pemutakhiran data. Dia mengatakan jika selama ini terkendala dari tim pendata pronangkis. Seorang pendata ditengarai punya hubungan keluarga. Sehingga pendata itu sulit mengeluarkan sebagai penerima manfaat, sedangkan rumah tangga itu sudah tidak layak menerima pronangkis.

Kendala dan permasalahan tersebut rupanya secara umum dijumpai di tempat lain. Saya sendiri bersama kawan tim monitoring bertanya-tanya dalam hati. Mengapa bisa seperti itu? Mengapa jadinya ribet? Dulunya mereka tergolong rumah tangga miskin, kini sudah hidup layak. Berarti mereka sudah tidak dikategorikan miskin. Terus terang, saya melihat petugas di lapangan terjadi benturan psikologis. Antara ingin melepaskan sebagai penerima manfaat dan mempertahankan sebagai penerima pronangkis karena ada hubungan keluarga.

Kondisi rumah mereka menunjukkan sudah tidak layak lagi sebagai rumah tangga miskin. Kata lain, mereka sudah tidak bisa menjadi penerima manfaat pronangkis lantaran ada peningkatan taraf hidup yang lebih baik.

Tiba di tempat sasaran monitoring lain juga terdapat pemandangan dan kasus yang serupa. Tim monitoring justeru malah menemukan kondisi yang menggelikan.


Dalam satu rumah tangga dapat semua pronangkis. Katakanlah dalam satu rumah tangga terdapat lima hingga enam anggota rumah tangga. Masing-masing dari enam orang tersebut dapat pronangkis. Kawan-kawan tim monitoring cukup kesal dengan kasus seperti itu.

Lalu, muncullah satu kesimpulan. Pantasan jumlah penduduk miskin di daerah kami tidak turun-turun. Ternyata begitu kondisi lapangan, semakin ruwet dan kompleks permasalahannya.

Untuk beberapa kasus di lapangangan, kami temukan gejala lain, dimana lingkaran setan kemiskinan yang tidak berujung pangkal datang dari pendata. Mengapa demikian? Semestinya para pendata yang ngeudate secara berkala rumah tangga miskin di masing-masing wilayah kerjanya.

Lain halnya, ketika saya menyampaikan permasalahan kemiskinan daerah di meja rapat koordinasi ada sisi lain yang saya soroti. Satu diantaranya. Selama masih bercokol bantuan dan subsidi untuk rumah tangga miskin, maka selama itu pula tidak akan memecahkan permasalahan kemiskinan. Memang betul, bantuan pronangkis akan mengurangi beban hidup mereka. Tetapi, sifatnya sesaaat alias jangka pendek. Terus, bantuan pronangkis berpotensi menimbulkab konflik karena muncul kecemburuan sosial di antara mereka.

Termasuk di depan tamu sebagai tim monitoring kemiskinan ANU (Universitas Nasional Australia), saya sampaikan permasalahan yang senada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun