Apapun yang terjadi, kedamaian jika ternodai oleh kekerasan, seperti teror, pembunuhan, penyerangan hingga pengucilan dan diskiriminasi tidak lantas membuat kita ciut nyali atau larut dalam keadaan untuk menciptakan kembali suasana kerukunan sesama.
Kami Akan Tetap Menjaga dan Mencintai Mereka
Berkenaan dengan solidaritas, diantaranya diberitakan Kompas.com (22/03/2019). Begitu pula The Straits Time dan ABC News turut melansir tentang ‘solidaritas’ penduduk Selandia Baru dan warga lain di dunia.Â
Indonesia juga tidak ingin ketinggalan untuk menunjukkan solidaritas terhadap korban penembakan massal di dua masjid di Christchurch.Â
Tercatat, jumlah korban penembakan massal sebanyak 40-an jiwa yang gugur dan puluhan lain mengalami luka-luka di masjid Al Noor dan masjid Linwood Christchurch oleh pria bersenjata.
Berkabunglah bersama warga lain! Solidaritas mereka secara spontan nampaknya bukanlah quasi-nilai universal.Â
Mereka sangat kuat hubungannnya dengan esensi manusia yang cenderung menggunakan sebuah bahasa dan logika tersendiri untuk tidak mengasingkan dan melupakan diri mereka sendiri tentang apa itu manusia dan kemanusiaan menjadi kualitas dalam dirinya yang esensial dan tidak dapat dikurangi.
Mimpi dan imajinasi mereka merupakan bagian dari kesatuan kemanusiaan yang tidak sia-sia dan tetap menjadi teka-teki baginya seakan-akan kekuatan logika matematis dan bahasa-logis tidak bisa lagi menahan jeritan dan perihnya kehidupan melalui perhitungan jumlah korban dan nilai apa lagi yang harus dikorbankan di zaman teror.
Lain halnya, kesatuan kemanusiaan yang dimaksud adalah persembahan belasungkawa dan kepedulian atas sesama melalui karangan bunga atau pesan untuk korban teror.Â
Keluarga yang ditinggalkannya memastikan menerima bantuan makanan halal, perlindungan dan keamanan dari warga untuk menemani warga muslim di bawah rasa ketakutan (meskipun teror terselubung lebih berbahaya menghantui pikiran) untuk berjalan sendirian.Â
Kembalinya tanda kemanusiaan telah melampaui simbol-simbol yang melekat padanya.Â