Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelajaran tentang Solidaritas

9 November 2022   20:33 Diperbarui: 17 Januari 2024   09:26 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pelajaran tentang Solidaritas (Sumber gambar : voaindonesia.com)

Teror, tragedi, dan bayang-bayang kekerasan ditandai dengan tubuh dikorbankan di bawah terik siang hari menyertainya dalam krisis pemikiran. 

Semuanya berhenti memikirkan apa yang terjadi dari jauh-jauh hari sebelumnya, pada titik tolak kematian yang merancang alur kehidupan lain dihianatinya. 

Tidak khayal lagi, teror selalu di luar representasi pikiran. Sebaliknya, setiap orang yang mengutuk, melawan, dan mensolidaritaskan dirinya terhadap korban teror(is) dan tragedi yang menumpahinya merupakan kegilaan yang boros tanpa orang gila. 

Kegilaan adalah sarana pengesahan yang layak untuk membalaskan secara beradab terhadap setiap fantasi dan kedalaman yang kosong: kesadaran, hasrat, selera, moral, dan bahkan agama.

Sudut pandang lain dari kritisisme sejarah, bahwa teror(is) dalam pengertian murni memiliki hubungan dengan ketidakhadiran “wujud transendental” (dunia batin, nurani logis). 

Seandainya pelaku pembunuhan memiliki “nurani,” mustahil ada kekejaman, yang mengakibatkan tewasnya sekian orang. 

Dari orang-orang yang memercayainya tetap bersifat imanen sebagai akibat bentuk pemikiran dan penafsiran yang beragam tentangnya. 

Hilangnya kata-kata yang direpresentasikan dalam bahasa meletakkan simbol suci atau teks sakral telah tidak ada lagi sebelum kekuatannya sirna dalam wilayah pemikiran.

Kegilaan juga menciptakan cara berpikir yang beragam. Bukan karena seseorang mengidap penyakit syaraf atau kehilangan ingatan. 

Setiap teror(is) yang mengatasnamakan agama muncul karena mereka sendiri tidak membebaskan dirinya dari kerangkeng teks tentang “perang,” “musuh,” “juru selamat” atau “surga yang dijanjikan.” 

Penafsiran atas teks setiap saat berganti, dari yang lama ke yang baru, dan bertopeng menurut kebenarannya sendiri, di balik zaman yang berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun