Mohon tunggu...
Endah Rosa
Endah Rosa Mohon Tunggu... Penulis | Pengajar

Sedikit ilmu, sedikit refleksi, semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Apakah AI Mengubah Definisi Kepintaran Manusia?

15 September 2025   06:50 Diperbarui: 15 September 2025   07:01 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedatangan kecerdasan buatan (AI) memicu perdebatan sengit: apakah AI mengikis makna kepintaran manusia? Jika mesin bisa menghitung lebih cepat, menganalisis data lebih akurat, dan bahkan menciptakan karya seni, apa yang membedakan kita? Alih-alih menghancurkan, AI justru memaksa kita untuk mendefinisikan ulang apa arti menjadi pintar di era digital.

Dahulu, kepintaran identik dengan kemampuan logis, memori, dan kecepatan berpikir, semua hal yang kini menjadi keunggulan AI. AI memang menggerus nilai dari kemampuan kognitif yang rutin. Di masa depan, pekerjaan yang hanya mengandalkan logika dan memori akan semakin berkurang.  Namun, manusia memiliki sesuatu yang tak bisa direplikasi oleh algoritma: empati, kreativitas, dan intuisi. AI tidak memiliki pengalaman hidup, emosi, atau hati nurani yang menjadi ciri khas manusia itu sendiri. Ia bisa mengolah data dan memberikan informasi teknis, tetapi tidak bisa merasakan kegembiraan, peduli saat orang lain menghadapi kesulitan, bangkit dari kegagalan, atau memahami nuansa emosi manusia.

Pergeseran ini membawa kita pada kesadaran baru. Nilai kita di masa depan tidak lagi terletak pada seberapa banyak yang kita tahu, melainkan pada bagaimana kita menggunakan pengetahuan itu. Keterampilan yang semakin berharga adalah kemampuan berpikir kritis untuk membedakan fakta dari fiksi, kreativitas untuk menciptakan ide orisinal, dan kecerdasan emosional untuk berkolaborasi dan memimpin.

Kesuksesan pun akan diukur dengan tolok ukur yang berbeda. Di era di mana produktivitas bisa diotomatisasi, kesuksesan akan lebih berpusat pada makna, dampak positif, dan kesejahteraan pribadi.

Jadi, AI bukanlah akhir dari kepintaran manusia, melainkan sebuah evolusi. Ia adalah alat luar biasa yang menggeser fokus kita dari "apa yang kita tahu" menjadi "siapa kita." Di masa depan, orang yang paling "pintar" bukanlah yang paling banyak tahu atau mampu memecahkan soal matematika, tapi yang paling bijaksana, paling kreatif, paling punya hati nurani, dan paling mampu beradaptasi dalam dunia yang terus berubah. 

Disclaimer: Tulisan ini dibuat dengan bantuan tools kecerdasan buatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun