Mohon tunggu...
Muhammad Thamrin
Muhammad Thamrin Mohon Tunggu... Guru

Muh. Thamrin, Staff Pengajar pada SMPN 2 Bontoramba Kab. Jeneponto

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Era Digital dan Guru: Siapa Yang Mengendalikan Siapa?

16 September 2025   21:58 Diperbarui: 16 September 2025   19:57 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Selamat datang di era digital, sebuah zaman di mana teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi urat nadi kehidupan modern, termasuk dalam dunia pendidikan. Kemajuan yang pesat ini tidak hanya mengubah cara kita bekerja dan berkomunikasi, tetapi juga secara fundamental merevolusi proses belajar dan mengajar. Pertanyaan sentral yang kini menggema di koridor-koridor institusi pendidikan adalah: Dalam dinamika baru ini, siapa yang sesungguhnya memegang kendali? Apakah guru, dengan kearifan pedagogisnya, yang mengarahkan teknologi sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran? Ataukah justru teknologi, dengan segala kerumitan dan daya pikatnya, yang secara perlahan mendikte dan membentuk kembali peran guru? Laporan ini akan mengupas secara mendalam hubungan kompleks antara guru dan era digital, menganalisis peluang, tantangan, dan dinamika kontrol yang menyertainya.

Riset Pendahuluan: Mendefinisikan Ulang Konteks Pendidikan

Era digital dalam pendidikan dapat didefinisikan sebagai masa di mana integrasi teknologi menjadi bagian integral dari setiap aspek pembelajaran. Ini bukan lagi sekadar penggunaan komputer di laboratorium, melainkan sebuah transformasi paradigma yang menuntut pendidikan untuk beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat. Transformasi ini telah menggeser peran guru secara drastis. Jika dahulu guru adalah sumber utama pengetahuan, kini peran mereka berevolusi menjadi fasilitator, navigator, dan kolaborator dalam lautan informasi digital yang tak terbatas.

Dampak teknologi terasa sangat signifikan. Di satu sisi, ia membawa dampak positif seperti peningkatan aksesibilitas pendidikan, terutama bagi mereka di daerah terpencil, dan memungkinkan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menarik melalui penggunaan multimedia. Di sisi lain, tantangan besar muncul dalam bentuk kesenjangan digital—ketimpangan akses terhadap perangkat dan internet—serta kebutuhan mendesak untuk pengembangan profesional guru secara berkelanjutan agar mereka tidak tertinggal. Isu kunci yang paling mendasar adalah dinamika kontrol: siapa yang akan menentukan arah transformasi ini, guru atau teknologi itu sendiri?

Peluang dan Kerangka Analisis: Teknologi Sebagai Alat Pemberdayaan Guru

Untuk memahami dinamika ini, kita perlu melihat teknologi sebagai pedang bermata dua: sebagai peluang pemberdayaan sekaligus sumber tantangan.

Peluang Pemberdayaan Guru: Teknologi digital menawarkan serangkaian peluang yang luar biasa bagi para pendidik. Guru kini memiliki akses tak terbatas ke sumber daya pendidikan global, memungkinkan mereka untuk terus memperbarui materi ajar dan memperkaya wawasan. Platform daring memfasilitasi kolaborasi antar guru, menciptakan komunitas praktisi di mana mereka dapat berbagi pengalaman dan strategi pengajaran terbaik.

Lebih jauh lagi, inovasi seperti Kecerdasan Buatan (AI), Virtual Reality (VR), dan Augmented Reality (AR) membuka pintu menuju pengalaman belajar yang lebih personal, imersif, dan menarik . Alat penilaian otomatis juga membantu guru mengevaluasi kemajuan siswa dengan lebih cepat dan akurat, memberikan lebih banyak waktu untuk fokus pada aspek pedagogis lainnya.

Studi Kasus dan Adaptasi di Indonesia:

 Di Indonesia, adaptasi teknologi di dunia pendidikan berjalan secara pragmatis. Selama periode pembelajaran jarak jauh, platform yang sudah akrab di tengah masyarakat seperti WhatsApp Group, Google Classroom, dan Zoom menjadi tulang punggung komunikasi antara guru dan siswa (proceeding.unnes.ac.id). Penggunaan platform ini menunjukkan kemampuan adaptasi guru dalam memanfaatkan alat yang tersedia untuk memastikan keberlangsungan pendidikan.

Pemerintah juga turut andil melalui inisiatif seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM). Platform ini dirancang untuk mendukung pengembangan profesionalisme guru secara mandiri, menyediakan akses ke video pelatihan, modul ajar, dan wadah untuk saling berbagi praktik baik. PMM merupakan contoh konkret upaya terstruktur untuk menempatkan guru sebagai agen perubahan yang dapat mengendalikan teknologi untuk peningkatan kualitas pembelajaran, meskipun implementasinya masih menghadapi tantangan adaptasi di lapangan.

Analisis Mendalam: Dinamika Kontrol Antara Guru dan Teknologi

Kerangka analisis ini membawa kita pada inti perdebatan: siapa yang memegang kendali? Argumen dapat dibagi menjadi dua sisi yang saling tarik-menarik.

Sisi 1: Guru Mengendalikan Teknologi Melalui Inovasi Pedagogis Pandangan ini menempatkan guru sebagai aktor utama yang proaktif. Dalam skenario ini, guru bukan hanya pengguna pasif, melainkan inovator dan desainer pengalaman belajar (sampoernafoundation.org). Mereka secara sadar memilih, mengadaptasi, dan bahkan menciptakan alat-alat digital yang selaras dengan filosofi mengajar dan kebutuhan unik siswa mereka.

Kunci dari kendali ini adalah pedagogi digital, yaitu pendekatan yang tidak hanya fokus pada "cara menggunakan teknologi", tetapi juga "mengapa dan bagaimana" teknologi tersebut dapat mendukung tujuan pembelajaran secara kritis dan kreatif (mediaindonesia.com). Guru yang memiliki literasi digital yang kuat mampu:

  • Mengintegrasikan Teknologi secara Kritis: Mereka dapat memilah informasi yang melimpah, mengidentifikasi sumber yang valid, dan mengajarkan siswa untuk melakukan hal yang sama.
  • Menjadi Pengembang Konten: Guru tidak lagi hanya bergantung pada buku teks, tetapi dapat menciptakan konten pembelajaran digital yang interaktif dan relevan, seperti video, kuis daring, atau simulasi.
  • Mempersonalisasi Pembelajaran: Dengan bantuan teknologi, guru dapat merancang jalur belajar yang adaptif sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar masing-masing siswa, mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif.

Sisi 2: Teknologi Mendikte dan Mengubah Peran Guru 

Di sisi lain, ada argumen bahwa teknologi, dengan struktur dan algoritmanya, dapat membatasi dan mendikte praktik pengajaran. Peran guru bisa tereduksi menjadi sekadar operator teknis atau manajer administratif data siswa.

Beberapa poin dalam argumen ini meliputi:

  • Keterbatasan Platform: Struktur Learning Management System (LMS) atau platform pendidikan lainnya seringkali bersifat kaku, memaksa guru untuk menyesuaikan metode pengajaran mereka dengan fitur yang tersedia, bukan sebaliknya. Hal ini dapat mematikan kreativitas dan inovasi pedagogis.
  • Beban Administratif Digital: Sistem administrasi berbasis teknologi, jika tidak dirancang dengan baik, dapat menambah beban kerja guru dengan tugas-tugas teknis, mengalihkan fokus dari interaksi mendalam dengan siswa (baktikomdigi.id).
  • Disrupsi Peran Tradisional: Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber ilmu. Siswa dapat mengakses informasi dari berbagai sumber di internet, yang terkadang membuat peran guru sebagai penyampai pengetahuan menjadi kurang relevan jika mereka tidak mampu bertransformasi menjadi pembimbing dan kurator informasi.

Kesimpulan: Menuju Keseimbangan sebagai Arsitek Pembelajaran Masa Depan

Jadi, siapa yang mengendalikan siapa? Jawabannya tidak hitam-putih. Dinamika kontrol antara guru dan era digital adalah sebuah tarian yang kompleks dan berkelanjutan. Teknologi bukanlah entitas otonom yang memiliki kehendak; ia adalah alat yang dampaknya ditentukan oleh siapa yang menggunakannya dan bagaimana ia digunakan.

Kendali sejati tidak terletak pada penolakan terhadap teknologi, maupun pada penerimaan buta. Kendali sesungguhnya berada di tangan guru yang profesional, adaptif, dan berdaya. Guru yang terus belajar, menguasai literasi digital, dan memiliki pemahaman pedagogis yang mendalam akan mampu memanfaatkan teknologi sebagai mitra untuk memperkaya proses pembelajaran.

Masa depan profesi ini bukanlah tentang guru "melawan" mesin, melainkan tentang guru sebagai arsitek pembelajaran. Mereka adalah perancang yang cerdas, yang mampu mengorkestrasi berbagai sumber daya—baik digital maupun non-digital—untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menarik, dan bermakna. Pada akhirnya, era digital tidak akan menggantikan guru yang hebat, tetapi teknologi di tangan guru yang hebat akan menjadi kekuatan transformasional yang mampu membuka potensi setiap siswa secara maksimal. Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga orang tua, menjadi krusial untuk memastikan guru diberdayakan, bukan dikendalikan, dalam tarian dinamis dengan era digital.**

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun