"Soal apa?"
"Soal mengantar gulai kambing tadi."
"Oh, itu. Ning yang seharusnya minta maaf. Karena Ning tidak bisa memenuhi perintah ibu."
"Tidak apa-apa, Ning. Ibu bisa memakluminya."
Percakapan kami terhenti ketika terdengar bel rumah berdering.
"Biar Ning saja yang membukanya, Bu." Aku beranjak dari kursi lalu menyeret langkah menuju ruang depan. Dan, begitu daun pintu terkuak sontak aku berbalik badan.
Ayah.
Ia datang bersama istri mudanya.
***
Sungguh. Jika bukan karena menjaga perasaan ibu, ingin rasanya aku mengusir kedua orang yang amat kubenci itu dengan kalimat kasar. Mengusir sejauh-jauhnya agar mereka tidak mengusik kehidupan kami lagi.
"Masya Allah Mas Har, Dik Rini, apa kabar?" Ibu berjalan tergopoh dari ruang dalam menyongsong kedatangan mereka.
"Alhamdulillah, sehat-sehat Mbak Nur. Sampean gimana? Semoga sehat juga, ya. Oh, ya, terima kasih sudah mau mengundang kami untuk datang ke rumah ini." Perempuan muda di samping ayah mengulurkan tangan ke arah ibu. Dan, saat ia mengulurkan tangannya ke arahku, aku berpaling.