Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu Joker

7 November 2019   18:39 Diperbarui: 7 November 2019   18:50 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: saatchiart.com

Ketika baru lahir, tidak seperti bayi-bayi pada umumnya, Ia sama sekali tidak menangis. Meski bidan yang membantu menangani proses kelahiran sudah mengguncang-guncangkan tubuh mungilnya dengan keras.

"Mungkin harus digebrak," bidan itu bergumam. 

Karena khawatir dengan kondisi bayiku yang masih diam tak bersuara, aku membiarkan bidan muda itu melakukan idenya dengan caranya sendiri.

"Hayoooo! Menangislah yang keras!" Teriakan itu diulang berkali-kali diselingi gebrakkan tangan di kedua sisi tubuh bayi mungilku. 

Aku yang duduk bersandar pada tumpukan bantal njenggirat kaget saat ranjang bayi berguncang hebat.

Demikian juga dengan bayi merah itu. Ia pun akhirnya bergerak menunjukkan reaksi.


Tapi reaksi Happy---begitu aku menamainya, bukanlah lengkingan tangis. Melainkan tawa. Tawa nyaring aneh yang mendirikan bulu roma.

***

Kebiasaan Happy tak bisa menghentikan tawa berlanjut hingga ia beranjak remaja. Anakku itu masih belum bisa mengeluarkan airmata. Walau hanya setetes.

Keadaan semacam ini ternyata membawa dampak buruk bagi perkembangan psikologis Happy. Ia menjadi anak pendiam, pemurung dan lebih suka mengunci diri di dalam kamar. 

Sementara orang-orang di luar sana mulai mencium gelagat aneh kehidupan kami. Mereka pun tak segan bergunjing. Bahkan tidak sedikit yang mulai terang-terangan mengatakan hal-hal buruk tentang kondisi kami.

"Anaknya begitu karena mengidap penyakit gila!" kata-kata itu sering mampir di telingaku. Meski berulangkali aku berusaha menjelaskan bahwa Happy tidak gila. Anakku itu hanya mengidap pseudobulbar affect (PBA). Yakni kondisi gangguan emosi yang ditandai dengan episode tawa mendadak yang tidak terkendali.  

Tapi mereka---orang-orang bodoh itu tetap saja tidak mau percaya.

"Biasanya penyakit gila itu diwariskan dari orangtuanya!" 

Ada juga yang tega berkata demikian. Rasanya aku ingin sekali mencabik-cabik mulut orang-orang itu--- saat itu juga. Tapi nyatanya aku sama sekali tidak berdaya.

Pagi ini kuelus lembut kepala Happy anak kesayanganku. Ia tengah merajuk, tidak mau berangkat ke sekolah. Ia mengeluh kesal terhadap perlakuan teman-temannya yang dianggapnya sudah sangat keterlaluan.

"Mereka tidak berhenti menggangguku, Mom. Mereka selalu melakukan hal-hal yang membuatku tertawa berkepanjangan. Aku benci itu! Dan aku juga---benci Mommy!" Mendadak ia memalingkan wajah ke arahku dengan tatap mata nanar. 

Aku nyaris mengatakan sesuatu ketika  tawanya yang aneh mendahului pecah.

"Happy, stop! Hentikan tawamu!" aku menghardiknya.

"Tidak bisa, Mom. Aku tidak bisa menghentikannya!" tawa bocah usia belasan tahun itu kian melengking mengerikan.

Aku kehabisan kesabaran. 

Hanya ada satu cara untuk menghentikan tertawanya itu. Ya. Hanya satu.

Asbak.

Tanpa pikir panjang kulayangkan benda yang tergeletak di atas meja itu kuat-kuat. 

Tepat mengenai belakang kepalanya.

***

Dua orang berseragam putih berdiri di samping tempat tidurku. Salah satu dari mereka menusukkan jarum suntik dengan kuat di lengan kiriku seraya berkata, "Pasien ini masih saja berhalusinasi menjadi ibunya Joker."

"Itu gara-gara kita mengizinkan ia menonton film itu," salah satu dari mereka beranjak, meraih remoote control dan mematikan televisi.

Suasana mendadak hening. 

Tapi hanya sesaat. Tak berapa lama kemudian terdengar lengking tawa memenuhi ruangan. Tawa aneh yang panjang dan mengerikan.

Di hadapanku, kedua orang berseragam putih itu tiba-tiba saja sudah menjelma menjadi Happy, anakku.

***

Malang, 08 November 2019

Lilik Fatimah Azzahra

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun