"Ya, mereka baik. Suamimu? "
Entah mengapa saat aku bertanya tentang suaminya rasanya tenggorokanku tercekat. Ya Tuhan, apakah sampai detik ini aku masih mencintainya. Wanita sederhana di depanku ini masih sama seperti empat belas tahun yang lalu, saat aku pertama kali bertemu dengannya. Parasnya tanpa  riasan bedak maupun lipstik dan tidak ada bau minyak wangi menyengat khas perempuan yang berstatus ekonomi tinggi. Aku tahu Raina ini memiliki banyak aset, karena dirinya bekerja di suatu perusahaan yang memberinya gaji lumayan tinggi. Mungkin jika dalam tiga tahun saja sudah bisa membeli rumah seharga setengah miliar.
"Suamiku baik, anak-anak juga baik" jawabnya.
Ya Raina telah memiliki dua orang putri yang cantik.
"Raina, baru landing juga? "
"Ya, baru dari Surabaya, ada acara pelatihan tiga hari"
"Lha kenapa nggak ngasih kabar ke aku? "
Raina mengernyitkan dahi, "Kenapa aku harus ngasih kabar ke Mas Anwar? "
Ya, bodohnya aku... Mana mungkin wanita sebaik Raina akan menghadirkan sosok lain selain suaminya. Bahkan hanya sekedar reuni kampus pun dirinya tak pernah ikut. Eh, tunggu bukannya sebelum akad wanita ini mengatakan bahwa dirinya tidak mencintai calon suaminya. Bahkan saat itu aku malah ingin sekali menculik mempelai wanita dan kelak menjadikannya istriku sendiri, seperti impianku saat itu.
===
Enam setengah tahun yang lalu