Langit, sampaikan kepada dia
Satu bait dari lubuk yang dalam
yang tidak ditulis dari tinta hitam
dari darahku ke nadi yang mengalirkan hidupnya
Di malam yang indah, yang menaburkan bintang
Dari cahaya purnama
Ketika semua daun yang mati-mati layu
memimpikan dia membalasnya
Pesan, tetesan embun, terbitnya matahari
burung berkicau
Aku duduk merasakan badan menggigilÂ
Sampai di manakah dia?
Aku hendak menyelam ke dalam palung
dengan dayung mendaki pulau kecil di seberang
langit biru yang membedakan sukacita
tanganku sudah mengoyak lautan
Aku membawa cinta yang besar
dari seratus tahun, dua tahun, dan selama-lamanya cintaku bersemayam di mana-mana
yang membuat tertawa seperti orang mabukÂ
Siapa yang mengantar pesanku kepada dia?
aku masuk ke pedesaan, dengan perasaan cemas
tempat dia tinggal dengan bunga-bunga
seperti pencuri yang meminta pekerjaanÂ
Di sebelah dia, berdiri di belakang, lelaki berjanggut
memeluknya, suara mesra di sebelah telinganya
Oh! Siapakah dia?
Cinta, menertawakan diriku, diputar panas matahari
duri mawar yang menusuk
untukmu kekasihku, dari dua mata ini
orang lain telah mencintaimu, membuatmu berdenyut
Aku berbicara kepada langit
Aku berbicara kepada purnama!
pucuk surat cintaku tiba terlambat
Mereka tertidur mengantarkannya
Mereka tidak mau bertanggungjawab
Di mana-mana, tidak ada apapun
Kekasihku, akhirnya dengan dia
yang berdampingan dengan dia meneguk anggur
yang berbicara dengan dia sepanjang malam
lalu memeluknya sepanjang hayat hidupnya
Matahari membakar daun-daun
Hujan besar akan menyumpahi diriku
Aku bertanya kepada dia
Surat cintaku, yang bernada lembut merah muda
yang aku tahu sebagai perasaanku
Kata dia: seribu tahun terlalu lama
tanpa mendengar ucapan dariku
dia tidak pernah menemukan batang leherku Â
di Facebook, Twitter dan Instagram
tidak ada di mana-mana
Di malam hari, purnama kedua sejak surat itu
kekasihku, kita akan terbentang jauh selama-lamanya
karena lelaki perokok menyatakan cintanya kepada dirimu melalui WhatsApp
sejak satu tahun lalu, kalian lebih lama menghabiskan kemesraan sepanjang hari,
ketimbang menunggu diriku yang duduk di bawah gerimis besar
dari balik kotak wartel, di depan kantor pos