Engkaulah gadis yang dilentuk antosian
multiwarna dalam satu wujud
: tak ada kata, tak ada sapa
hanya tangismu yang lirih menyayat
sendu pilu, giris dan satu-satu
dan aku yakin dalam satu simpul
: senandung itu adalah ruap luka
sakit yang masih membilur dalam elegi
Gadisku, siapa pun engkau,
sudilah bercerita tentang lara
: jangan hanya diam dalam runduk
atau lirikan sendu matamu
yang meneteskan airmata darah
sebab, kaca dan spion mobilku hanyalah mujarad
dan ia tak mampu memupus luka!
Bicaralah,
jangan menghilang dan melayang serupa lelawa
lengkingan dan kikikanmu bukanlah jejawab
gerbang mimpiku senantiasa
mementangkan pintu bagimu
datanglah, datanglah
: gadis yang mati bunuh diri di jembatan layang itu!
Gadis yang melayang dari jembatan layang....
Asmara bagai lelatu, tiap sebentar
meletup bak butarepan
: maaf, ini cinta yang terluka
girisnya bagai nyaring selolong anjing kejauhan
Gadis yang merupa dahiat
terpinggir oleh raga, tak kasatmata
sungguhkah kau lara dalam nanti?
"Dunia ini bukan tempatmu!"
Tetapi malam ini,
juga kemarin,
di Kuningan Jakarta, pada jalan layang itu
kau senantiasa membayang
dan sesekali duduk di jok belakang mobilku
"Ada apa denganmu, Dara?"
wajahmu nan satir dalam cadar mayang rambutmu
gaunmu bagai mafela berlumur lembayung
dari darah dan amis yang menyeruak dalam baur melati
: diam tak bergeming!
Luka akibat cinta itu merancap
dan enggan pergi bagai terbelenggu sampak
"Aku bunuh diri di jembatan layang ini!"
Aku terbahak,
kelucuan akan diriku yang dianugerahi indigo
apakah sesal atau sebuncah rasa syukur?
Tetapi bukan itu,
bukan itu yang kusesali
sebab pada tiap bilangan kata
: aku bagai pegila yang meracau tentang Kuntilanak!