Mohon tunggu...
Effendy Wongso
Effendy Wongso Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Jurnalis, fotografer, pecinta sastra

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Imlek dan Selembar Kenangan Merah Darah

21 Februari 2021   08:38 Diperbarui: 21 Februari 2021   08:47 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen Imlek dan Selembar Kenangan Merah Darah. (Effendy Wongso)

"Apakah mereka dapat hidup kembali kalau saban hari kamu meneteskan airmata?!"

"Revo...."

Revo mengibaskan tangannya. Memutar tumitnya, bergegas meninggalkan gadis cengeng itu. Sungguh, ia paling benci melihat Airin menangis. Terlebih-lebih menangisi keluarganya yang telah tiada. Pergi untuk selama-lamanya dalam sebuah kecelakaan lalu-lintas tiga tahun lalu.

***

Besok adalah hari pergantian tahun menurut penanggalan China. Sudah dua ribu lima ratus tahun lebih, dan tetap dirayakan oleh orang-orang Tionghoa perantauan. Tak terkecuali di Indonesia. Sebagai WNI peranakan Tionghoa, keluarga Revo pun merayakan Imlek secara sederhana dari tahun ke tahun.

Namun ada yang agak istimewa pada Imlek kali ini. Bahwa Imlek tahun ini dinyatakan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah. Itulah sebabnya keluarga Revo merayakan Imlek kali ini dengan cukup meriah. Buktinya hiasan-hiasan bernuansa China terasa benar mewarnai rumah mereka.

Namun sayang, keceriaan suasana Imlek tidak selalu sempurna. Airin tidak pernah merasa bahagia dengan Imlek. Setiap menjelang Imlek, ia selalu mengenang tragedi kecelakaan yang merenggut keluarganya. 

Tiga tahun lalu, tepat pada momen Imlek, keluarganya yang terdiri dari Papa dan Mama serta Ailin, adiknya, mengalami musibah kecelakaan. Mobil yang ditumpangi mereka tertabrak sebuah truk tangki minyak yang melaju kencang dari arah Tol Cikampek. Naas tak dapat dihindari. 

Mobil yang ditumpangi keluarganya hancur. Dan nyawa ketiga orang yang paling dikasihinya tidak dapat diselamatkan lagi. Papa dan Mamanya tewas di tempat. Sementara Ailin koma selama tiga hari sebelum meninggal pada hari yang keempat.

Waktu itu ia meraung-raung sampai tak sadarkan diri beberapa kali. Jiwanya terguncang. Ia bahkan menyesali diri, kenapa tidak ikut dalam mobil tersebut. Kenapa tidak ikut bersilaturahmi ke rumah kerabatnya. Kenapa ia harus ikut teman-temannya ke vihara untuk menyaksikan pertunjukan barongsai Imlek sehingga luput dari kecelakaan tersebut.

Tragedi kecelakaan itu menyebabkan dirinya sebatang kara. Ia tidak punya siapa-siapa lagi selain kerabat dekatnya, Oom Surya Wijaya yang merupakan kakak kandung Papanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun