Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengekspresikan Isi Hati atau Isi Pikiran, Mana yang Lebih Sulit?

2 April 2025   19:22 Diperbarui: 3 April 2025   10:54 2715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Komunikasi verbal dan non verbal dalam dua arah. (Sumber Gambar: .Freepik/tirachardz)

Bahkan ada komentar bahwa rasanya lebih mudah berbicara pada boneka, tembok, batu, pohon, hewan atau tanaman daripada dengan individu atau sekelompok manusia lainnya. Hal itu karena interaksi komunikasinya terjadi hanya berjalan dalam satu arah tanpa adanya timbal balik.

Baca juga : Lebaran : Mudik Bukanlah Budaya Milik Negara Indonesia Saja

Dalam berkomunikasi, itu pastilah terjadi dalam dua arah dan saling berganti di dalam percakapan (discourse) karena tujuan komunikasi adalah memberi dan menerima pesan. Bila hanya berjalan satu arah, satu sisi sebagai pembicara dan satu sisi lainnya sebagai pendengar. Itulah yang sering kita sebut dengan konsultasi, presentasi, diseminasi, briefing atau istilah lainnya.

Di saat seseorang mengekspresikan isi hatinya kepada orang lain, pada bagian ini sering terjadi bersifat individual atau sekelompok kecil orang. Banyak faktor kesulitan yang mempengaruhi mengapa seseorang merasa sulit untuk mengekspresikan perasaan atau isi hatinya.

Begini! Sebetulnya ada tiga cara atau bentuk berkomunikasi dalam mengekspresikan perasaan atau isi dan juga isi pikiran kita, yaitu komunikasi melalui kalimat verbal atau lisan, melalui kalimat tulis dan yang terakhir adalah dengan simbol berupa gesture melalui gerakan jemari tangan atau body language, yaitu bahasa tubuh, seperti mengangguk, menggeleng dan lainnya.

Pertama, faktor psikologis seperti adanya emosi berlebihan seperti terlalu sedih, terlalu gembira (euphoria) atau terlalu kurang percaya diri (minder).

Jika kita mau mencermati, di saat ada berita duka yang menimpa sebuah keluarga atau momen pemberangkatan jenazah, tuan rumah atau dalam hal ini pihak keluarga mereka, tidak akan mampu untuk mengekspresikan isi hati mereka kepada para pelayat atau pentakziyah yang hadir sehingga meminta orang lain yang bukan keluarga untuk mewakili mereka dalam menyampaikan ucapan terima kasih atas kedatangannya.

Sebaliknya, bila mana ada orang yang mempunyai hajat pernikahan, pada acara sambutan untuk mengekspresikan isi hati kegembiraannya pada acara itu dan lain sebagainya, pastilah sambutan juga akan dilakukan oleh orang lain yang menjadi wakil dari tuan rumah.

Kedua contoh di atas itu untuk memberikan gambaran bahwa tingkat emosi seseorang itu juga akan memengaruhi kemampuan kelancaran berkomunikasi dan akan mendapat kesulitan pula dalam mengungkapkan isi hati yang dalam hal ini dimungkinkan karena aspek emosi yang terlalu sedih atau justru terlalu gembira.

Tidak usah jauh-jauh, coba Anda ingat-ingat momen Anda saat sedang jatuh cinta dan ingin mengekspresikan isi hati pada orang yang dicintai, berapa lama Anda harus latihan sendiri di kamar untuk berbicara? 

Juga, saat sudah terucapkan pun, pastilah tidak selancar seperti saat sedang berlatih sendiri di kamar, iya, kan? Untungnya Anda tidak ditolak saat itu, karena jika gagal bisa-bisa menjadi trauma asmara setelahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun