Mohon tunggu...
Marendra Agung J.W
Marendra Agung J.W Mohon Tunggu... Guru - Urban Educator

Write to learn | Lahir di Bekasi, mengajar di Jakarta | Menulis edukasi, humaniora, esai dan fiksi | Kontak: jw.marendra@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Martil yang Aneh Sudah dalam Cengkeraman

25 April 2020   15:30 Diperbarui: 26 April 2020   22:51 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Channarongsds

Belakangan ini ada perasaan aneh yang membuat si Letoy aneh, dan istrinya pun menjadi aneh juga.

“Sudah disiram air?”

“Sudah.”

“Sudah dicuci karbol?”

“Ya, itu kan sekalian.”

“Ah. Masih ada yang kurang. Bagaimana kalau lima petak ubin ini dihancurkan saja? Kalau situasi kembali normal barulah dibelikan ubin baru.” Ucap istrinya Letoy, sambil bergerak membabi buta mencari martil. 

Perasaan aneh pada sore yang tak seperti biasanya ini terus menerus memancing Letoy untuk berpikir ulang tentang cintanya kepada istrinya. Perasaan yang sudah capek-capek ia bangun sejak lama, sejak remaja, sejak pacaran, akankah harus kandas sore ini? Padahal belum genap satu tahun perkawinanannya tercatat dalam kenangan para tetangga. Bunyi tepuk tangan dan pekik hore para tamu undangan itu pun masih terngiang di telingan si Letoy.

“ Sayang, sudahlah. Bukankah sampai saat ini kita baik-baik saja?” Letoy mencoba membujuk istrinya. Belum sampai usai kalimat itu, martil yang aneh telah ada dalam cengkeramannya.  Istrinya Letoy memang begitu gesit.  

“ Sudah aku bilang, janganlah kamu terima tamu dahulu. Kau pikir kita kebal virus? Ah, bisa saja kita kena corona walau belum tua kan? siapa yang sangka!” Suara istrinya terdengar tak begitu keras seperti biasanya. Mungkin karena masker itu menyelimuti mulutnya. Beberapa jenak setelah menjawab pertanyaan Letoy, istrinya sudah tiba di hadapan kompor,  lantas memandangi air dalam panci yang bergelembung-gelembung itu.

Pada sudut tembok ruangan itu, Letoy masih menekuk lutut, memutar-mutar martil dan sempat  menggeleng-gelengkan kepala.

“ Hei! Tak inginkah kau menjadi manusia?  Maksudku bagaimana kalau kita tukaran saja. Aku jadi martil, kau yang jadi aku?” Letoy bergumam lembut seraya memandang dalam-dalam benda yang ada pada genggamannya itu. Sejurus dengan posisi Letoy yang duduk lesehan itu, tampak . sebidang punggung yang sejak dulu Letoy idam-idamkan. Punggung yang bagi Letoy begitu estetis. Punggung milik istrinya.  

 “ Pakai gula tidak?” Sambil mengaduk sesuatu dalam gelas , Istrinya melirik Letoy dari dapur.

“ Beri sedikit gula saja tak apa.” Letoy menanggapi sekenanya.

Setelah Letoy memastikan bahwa istrinya tak lagi melihatnya,  martil itu diangkat oleh Letoy lebih dekat lagi dengan matanya,  lalu menyorotinya dengan tajam.

 “Apakah ubin ini akan terganti nantinya? Sedangkan pihak Bank sedang tak mendukung. Pameran mobil Internasional pun ditunda. Semua mal juga balik badan. Kau yakin  mau buat hancur ubin ini? Maksudku, apakah kita benar-benar akan hancurkan ubin yang diduga mengandung virus corona karena sempat diduduki temanku tadi pagi ini?” Ucap letoy lirih.

“ Bodoh kau. Bukankah lebih baik kau benturkan aku kepada yang sebenarnya membuatmu susah?” Letoy agak kaget tapi makin antusias. Ada suara dari Martil itu. Hebat juga, rupanya Martil ini dapat menjawabnya. Pikir Letoy.

“ Maksudmu apa? wahai Martil tetangga yang lupa dikembalikan?” Rona wajah Letoy tampak lebih serius.

“ Kau jangan bersikap bodoh! Habisi istrimu! Inilah saat yang tepat wahai Letoy sang marketing mobil rendahan !” Suara dari Martil itu berbunyi lagi. Suara yang terdengar oleh Letoy entah dari dalam batin atau di pikirannya, atau mungkin semacam bisikan lembut di dalam telinganya.

“ Apakah aku menikahi orang yang salah wahai Martil berkarat? Mengapa aku begitu tertekan? Mengapa dunia ini jadi seperti ini?“ Letoy makin tenggelam dalam percakapan aneh itu.

“Tidakkah kau lihat wahai Letoy yang keriting, istrimu begitu menyebalkan. Mentang-mentang tak merasakan mencari uang, mentang-mentang kontrakan ini miliki pamannya, mentang-mentang ia cantik, semena-mena sekali dia. Kau mau disuruh  hancurkan ubin itu?” Suara martil itu terus menghasut. Sambil menyimak suara Martil yang aneh itu, letoy  mengawasi  istrinya di dapur, kemudian kepalanya mengangguk-angguk lembut.

                                                                                                                                             ***

“ Ini kopimu! Hei, apa yang kau lakukan?”

 Suara istrinya itu  membuat Letoy tercengang. Ia kucak mata dan benar saja istrinya sudah berada persis di hadapannya.

“ Cepatlah!Ubin itu tidak akan pecah walau kau pelototi sampai besok pagi.” Ucap istrinya sambil meninggalkan secangkir kopi di sisi Letoy.

“ Eee, sayang. Apa kau yakin dengan ini?bukankah  disiram karbol saja sudah cukup?” Letoy memastikan kembali apakah Istrinya berubah pikiran.

" Ini pegang. Mungkin akan lebih cepat." Jawab istrinya sambil memberikan linggis lalu menjauh dari ruangan itu. 

" Tak perlu. Biar dengan martil saja." Linggis itu diabaikan Letoy.  Martil dicengkeramnya kuat-kuat. 

Aneh, letoy tak dapat menjalankan apa yang ada dalam benaknya. Adegan yang begitu dramatis pun terjadi. Letoy menghantam  lima petak ubin berturut-turut dari kiri ke-kanan dengan senjatanya itu. Martil  itu terlihat terhuyung-huyung, sesekali diacung-acungkan oleh Letoy, kemudian dibentur-benturkan sekuat tenaga kepada ubin. 

Marendra Agung J.W

24 April 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun