Di dasar sungai, terlihat air mata---ratusan, ribuan, bahkan jutaan tetes---semuanya berasal dari manusia yang pernah menangis dalam hidup.
"Ini... air mataku?" tanya Raka.
"Ya, setiap tetesmu tersimpan di sini. Bukan untuk membuatmu menyesal, tapi untuk menenangkanmu. Lihatlah, air mata bukan sia-sia. Ia menjadi sungai yang indah."
Raka menceburkan diri. Air sungai itu sejuk, seolah membasuh semua kepenatan hidupnya. Ia berenang, tertawa, dan untuk pertama kalinya merasa benar-benar bebas.
7. Pintu Cahaya
Setelah puas menjelajahi taman, perempuan itu menunjuk ke arah sebuah pintu raksasa dari cahaya. Cahaya itu bukan menyilaukan, melainkan mengundang.
"Di balik pintu itu, ada taman lain. Kau akan bertemu dengan jiwa-jiwa yang kau rindukan lebih dalam. Kau akan mengerti arti pulang."
Raka menatap pintu itu, hatinya bergetar. Ada rasa takut, tapi juga rindu yang tak tertahankan.
Sebelum melangkah, ia menoleh sekali lagi. Taman dengan bunga-bunga kenangan, pohon berbisik, dan sungai air mata itu ingin ia ingat selamanya.
"Terima kasih," katanya pada perempuan itu.
Perempuan itu tersenyum. "Aku hanya penunjuk jalan. Selanjutnya, kau yang berjalan sendiri."