"Selamat datang," suara lembut terdengar.
Ia menoleh. Seorang perempuan berjubah putih berdiri tak jauh darinya. Rambutnya hitam panjang terurai, matanya teduh seolah menyimpan ribuan cerita.
"Siapa kau?" Raka bertanya, setengah takut, setengah penasaran.
"Bukan siapa, tapi apa. Aku adalah penjemputmu," jawab perempuan itu sambil tersenyum. "Tapi jangan khawatir. Tugasku bukan menghakimi, hanya mengantarmu."
Raka terdiam. "Jadi... aku sudah mati?"
Perempuan itu mengangguk pelan. "Kalau mati itu berarti berakhir, maka jawabannya tidak. Kau hanya berpindah."
3. Jejak Kenangan di Bunga
Mereka berjalan menyusuri taman. Setiap langkah, Raka melihat bunga-bunga bermekaran, namun bunga-bunga itu tidak biasa.
Di satu kelopak, ia melihat dirinya kecil belajar bersepeda dengan ayahnya yang sabar menuntun. Di bunga lain, tampak wajah ibunya muda, bekerja keras menjahit baju hingga larut malam demi sekolah anaknya. Ada pula bunga yang menampilkan sahabatnya di SMA---yang pernah ia khianati dengan kebohongan kecil, namun meninggalkan luka besar.
Raka tercekat. Semua kenangan, baik indah maupun pahit, hidup di hadapan matanya.
"Kenanganmu tak pernah hilang," kata perempuan itu. "Ia hanya berubah wujud menjadi bunga. Di sinilah semua kisahmu tumbuh, tanpa menghakimi."