Raka berjongkok, menyentuh bunga yang menampilkan wajah cinta pertamanya---seorang gadis bernama Dini, yang dulu ia cintai diam-diam tapi tak pernah ia ungkapkan. Senyumnya abadi di kelopak itu.
"Kenapa semua ini ditunjukkan padaku?" bisik Raka.
"Karena kematian bukan penghapus, melainkan pengingat," jawab perempuan itu. "Semua yang kau kira hilang, sebenarnya menunggumu di taman terakhir."
4. Pertemuan dengan yang Dirindukan
Di kejauhan, Raka melihat sosok berjalan mendekat. Tubuhnya tegap, matanya hangat. Itu ayahnya, yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu.
"Raka..." suara ayahnya bergetar, namun penuh kebahagiaan.
Raka berlari, memeluknya. Pelukan itu nyata, hangat, dan membuat air mata jatuh tanpa bisa dicegah.
"Ayah... aku merindukanmu," katanya tersedu.
"Aku pun begitu, Nak," jawab ayahnya. "Tapi jangan takut. Kita akan punya waktu yang tak terbatas di sini."
Tak lama, muncul pula sosok lain. Neneknya, yang dulu sering menidurkannya dengan dongeng, kini tersenyum sambil merentangkan tangan. Raka berlari lagi, memeluk neneknya.
Perlahan, orang-orang yang pernah ia kenal---tetangga, teman lama, bahkan gurunya yang sudah tiada---muncul satu per satu. Semua menyambutnya, tanpa dendam, tanpa luka.