5. Percakapan Filosofis
Setelah lama berkeliling, Raka duduk di bawah pohon besar bersama perempuan berjubah putih itu. Daun pohon berdesir, seakan ikut mendengarkan.
"Kematian ini indah sekali," kata Raka. "Tapi kenapa manusia selalu takut?"
Perempuan itu tersenyum. "Karena manusia mencintai cerita. Mereka takut menutup buku. Padahal kematian hanyalah perpustakaan yang lebih luas, tempat semua cerita tersimpan dan saling menyapa."
Raka merenung. "Jadi, apa arti hidup sebenarnya?"
"Arti hidup bukan pada panjangnya halaman, tapi pada makna di setiap kata," jawabnya. "Orang yang hidup singkat tapi penuh kasih bisa meninggalkan bunga yang harum abadi. Sebaliknya, orang yang hidup panjang tapi penuh kebencian hanya menumbuhkan bunga yang layu."
Raka menunduk, memikirkan kesalahannya, kebohongan kecil, amarah yang pernah ia luapkan.
"Apakah semua itu akan menjerumuskanku?" tanyanya lirih.
"Tidak," jawab perempuan itu lembut. "Kesalahanmu tidak dihapus, tapi juga tidak dibiarkan menyiksa. Ia tumbuh menjadi bunga dengan duri. Kau hanya perlu melihatnya, belajar darinya, dan memaafkan dirimu sendiri."
6. Sungai Air Mata
Perempuan itu mengajak Raka ke sebuah sungai jernih. Airnya mengalir tenang, memantulkan cahaya keemasan langit. Namun ketika Raka menatap lebih dekat, ia terkejut.