Mohon tunggu...
Doddy Salman
Doddy Salman Mohon Tunggu... Dosen - pembaca yang masih belajar menulis

manusia sederhana yang selalu mencari pencerahan di tengah perjuangan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law dan Mahkamah Konstitusi

12 Oktober 2020   07:53 Diperbarui: 12 Oktober 2020   09:11 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menjadi penentu masa depan nasib masyarakat Indonesia. MK akan menjadi penentu nasib UU Cipta Kerja  bagian dari omnibus law yang merangkum banyak undang-undang. 

Sebelumnya MK menjadi tumpuan perselisihan pemilihan kepala daerah (pilkada) dan berbagai peninjauan dan atau pengujian kembali undang-undang dengan cara melakukan interpretasi hukum dan atau interpretasi konstitusi untuk memberikan penyelesaian yuridis. Inilah yang disebut Judicial Review.

Presiden Joko Widodo menanggapi berbagai aksi penolakan UU Cipta Kerja dan meminta masyarakat menggunakan cara konstitusional. "Jika masih ada tidak kepuasan pada UU Cipta Kerja ini silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahmakah Konstitusi," kata Jokowi melalui siaran langsung Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (9/10) sebagaimana dikutip cnnindonesia.com.

Seperti diketahui Omnibus Law UU Cipta Kerja mendapat reaksi penolakan  keras masyarakat Indonesia. Mahasiswa, dosen, buruh menjadi bagian masyarakat yang menolak dengan berbagai cara. Mulai dari petisi hingga aksi jalanan. 

Demonstrasi besar terjadi di depan istana (8/10) yang berujung bentrok  dan rusuh. Sejumlah halte bus Transjakarta dan bangunan di kawasan Senen Jakarta Pusat terbakar. Sesuatu hal yang seharusnya dihindari karena fasilitas umum yang rusak mengganggu aktivitas masyarakat sendiri.

Para aktivis buruh sendiri bertekad akan terus melanjutkan demonstrasi lanjutan. Sebagaimana dikutip cnnindonesia.com Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih menyatakan pihaknya bakal menggelar aksi unjuk rasa lanjutan di Jakarta dan beberapa daerah untuk terus menolak Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Kalimat Mosi Tidak Percaya terus akan digemakan.

Pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud MD bertekad akan menindak tegas aktor-aktor yang menunggangi demonstrasi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

Hal ini dilakukan demi menciptakan ketertiban umum. Pemerintah tidak menjelaskan siapa yang dimaksud aktor-aktor penunggang demonstran tersebut.

Belakangan polisi menuduh kelompok Anarko sebagai biang rusuh demonstrasi Omnibus Law. Seperti dikutip tempo.co polisi telah menangkap 251 orang yang diindikasikan sebagai anggota kelompok Anarko.

Menarik untuk kembali meninjau hubungan antara MK sebagai bagian yudikatif dengan pemerintah sebagai bagian eksekutif dan DPR sebagai bagian dari legislatif. 

Tak usah jauh mundur ke waktu lampau. Cukup kita kembali ke awal tahun 2020. Tepatnya 28 Januari 2020 bertempat di gedung Mahkamah Konstitusi. 

Sebuah acara sidang pleno tahunan MK digelar. Tamu yang hadir istimewa. Presiden Joko Widodo. Hadir pula ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani. Sepertinya sangat jarang presiden menyambangi langsung MK.

Di hadapan presiden dan ketua DPR Ketua MK Anawar Usman menyampaikan laporan tahunan 2019. Tempo.co menulis Anwar curhat tentang anggaran lembaga yang dipimpinnya dipotong hingga separuh dari jumlah sebelumnya.  

Tahun 2020 ini, MK hanya mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 246.215.842.000 (dua ratus empat puluh enam miliar dua ratus lima belas juta delapan ratus empat puluh dua ribu rupiah). Jauh lebih sedikit, bahkan tidak sampai separuh, dibandingkan alokasi anggaran tahun 2019, yakni sebesar Rp 539.645.401.000.

Situs presidenri.go.id  memuat pidato presiden di acara ini. Dalam pidatonya presiden meminta dukungan semua pihak  terhadap omnibus law perpajakan dan omnibus law cipta kerja.

Menurut presiden kedua omnibus law tersebut adalah bagian dari upaya pemerintah dan dpr mensinkronkan berbagai undang-undang melalui satu undang-undang saja. Puluhan undang-undang akan dipangkas, disederhanakan dan diselaraskan.

Masih di tahun 2020 di awal September DPR  mensahkan  Revisi Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Pengesahan ini mendapat banyak kritikan karena dikhawatirkan menjadi alat barter politik pemerintah dan DPR.

Kita menangkap atau kita khawatir ada dugaan barter politik di dalam revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi saat ini," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers, Jumat (28/8/2020). 

Kurnia menjelaskan, barter politik dapat terjadi karena RUU MK dinilai menguntungkan hakim konstitusi karena RUU MK tidak lagi mengatur batas masa jabatan bagi hakim konstitusi (Kompas.com )

RUU MK juga mengubah batas usia minimum hakim konstitusi dari 47 tahun menjadi 60 tahun di mana sejumlah hakim konstitusi telah berusia di atas 60 tahun

"Pemerintah dan DPR sudah pasti menginginkan proses judicial review terkait dengan UU KPK atau nanti soal Cipta Kerja jika disahkan oleh DPR," ujar Kurnia. "Mereka pasti menginginkan hal itu ditolak oleh MK. Di situ kita melihat atau kita khawatir barang ini atau RUU MK ini dijadikan barter politik," lanjut dia.

ICW pun khawatir proses revisi UU MK ini dapat mempengaruhi objektivitas para hakim dalam menangani proses judicial review di MK. "Substansi revisi Undang-Undang Mahkamah Konsitusi ini menguntungkan hampir seluruh hakim MK. Ketika dilakukan proses uji formil, sulit untuk publik untuk percaya proses persidangan itu akan berjalan secara objektif," kata Kurnia.

Tulisan ini mengaitkan berita unjuk rasa anti omnibus law-presiden mempersilahkan masyarakat yang tidak setuju uu omnibus law cipta kerja ke MK untuk judicial review-curhat ketua MK soal anggaran yang dipotong-permintaan dukungan presiden kepada semua pihak (termasuk MK) untuk mendukung omnibus law cipta kerja-revisi UU MK oleh DPR yang dicurigai sebagai alat barter politik .  

Apakah berita-berita tersebut saling berkaitan dan menimbulkan temuan akan hubungan omnibus law dan Mahkamah Konstitusi? Waktu yang akan menjawabnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun