Mohon tunggu...
TRash
TRash Mohon Tunggu... TRasher

No one to see in this page with reward

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Part 0 "Born as Question"

7 Maret 2025   18:37 Diperbarui: 7 Maret 2025   18:37 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu, 1/1/1980 merupakan hari penentuan bagiku maupun orang tuaku, diruangan yang cerah dengan berbagai macam bunyi asing yang sebelumnya belum pernah kudengar. Dalam hati terdalam terasa ingin untuk melihat, mendengar maupun merasakan bagaimana isi dari ruangan itu. Yang kuyakini bahwa aku tak punya pilihan dan tak bisa hidup lebih lama lagi ditempattku ini. Suatu saat atau sebentar lagi aku akan merasakan bagaimana pelik maupun indahnya dunia alam semesta. 

Kalaupun disuruh memilih, kurasa tanpa melihat merasakan maupun mencium dunia adalah suatu hal yang nyaman, tak perlu harus mengerti dan memahami segala sesuatu yang baru, melainkan hanya bercengkrama dengan alam mimpiku. 

Terdengar suara suara yang seiring berjalannya waktu semakin rancu, dari suara bipp' bipp', hingga suara pompa yang sedang melakukan pekerjaannya. Hatiku maupun otakku selalu bertanya, dimanakah aku saat ini, ditempat mana maupun kapan saat ini yang kurasakan. 

Semakin lama, nada nada yang kudengar semakin rancu, banyak bincang bincang dari seseorang yang kurasa lebih dari 2 orang. Sedangkan suara yang selalu kudengar setiap waktu masih belum terdengar sejak beberapa saat yang lalu. Tak lama saat itu, aku mulai melihat sebuah kilatan cahaya yang sebelumnya belum pernah menembus lapisan mataku. Aku sangat terkejut dan merasakan mataku yang begitu perih oleh cahaya yang langsung menusuk kedua bola mataku. Aku bertanya tanya"Cahaya apa inii" Begitu cerah seolah olah mataku terasa menguap karenanya, disisi lain cahaya ini merupakan hal yang baru bagiku, rasanya penuh dengan tantangan dan keingin tahuan lebih dalam untuk mengenalinya.

Ternyata aku sudah dilahirkan kedunia, hari hariku kuhabiskan dengan tertawa dan menangis, tertawa ketika kulihat perbedaan suara maupun cahaya yang kurasakan. Merupakan hal yang sangat menarik buatku, inginku belajar dan belajar lebih banyak terkait dengan seperti apa dunia yang akan kutinggali ini hingga aku mati. Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya mataku mulai terbuka, kulihat sekelilingku begitu banyak barang atau semuanya terlihat sangat besar bagiku. Meja, kursi, Lampu, langit, dan manusia terlihat sangat besar seakan seperti raksasa yang akan membahayakan hidupku. Aku menangis karna ketakutan, sekaligus bahagia karna aku telah melihat begitu uniknya dunia ini. Pertama kali aku menyadari bahwa orang orang itu adalah orang tuaku, karna mereka yang sering akulihat, kkudengar dan kurasakan setiap waktu. Tapi banyak orangh yang menurutku adalah orang asing sehingga aku takut, dan entah kenapa orang tuaku begitu tega memberikanku pada cengkraman orang lain, akupun selalu menangis karna seakan hidupku dalam situasi yang berbahaya. Aku tidak mengenal suaranya, aromanya, maupun bentuk tubuhnya. "Menakutkan" tapi semakin sering dia muncul dan menggendongku seakan kurasakan bahwa ia tidaklah berbahaya, hingga akupun pasrah dan menganggap orang itu adalah temanku. 

Menjadi seorang bayi bukanlah hal buruk, tapi lebih buruk dari yang kukira, berbagai hal perlu kupelajari dengan sangat baik hingga aku bisa meniru kedua orang tuaku bagaimana cara melakukan sesuatu. Akupun diajari cara memegang sesuatu dengan tanmgan kecilku, walaupun barang barang yang diberikan padaku aku tak mengerti maksudnya, fungsinya, dan faedahnya. Tapi kurasa semua barang yang kupegang tidaklah berbahaya. Beberapa mengeluarkan suara dan ada juga yang mengeluarkan cahaya warna warni yang membuatku tertarik untuk memainkannya. Ternyata itu adalah mainan yang diberikan oleh orang tuaku, Tubuhku di badan ini sungguh lemah, bahkan terkena benturan sedikit saja dapat membekas dan kurasakan sakitnya hingga beberapa minggu kedepan. Akupun pat pergi kemana mana, hanya berdiam ditempatku berbaring dan duduk, kecuali ada orang yang memindahkanku. Makanan dan minuman yang kukonsumsi hanya itu itu saja, kurasa menjadi bayi aku tidak berhak untuk mencoba berbagai jenis makanan yang raksasa raksasa itu makan. Mereka sangatlah aneh dengan bersuara dan bahasa yang seperti layaknya alien, terkadang telingaku serasa penuh dengan sahutan suara yang tidak ada habisnya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun