Mohon tunggu...
Dion ragilbagaskara
Dion ragilbagaskara Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka menonton film

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Agus Salim dalam Panitia Sembilan: Negosiator Intelektual antara Islam dan Nasionalisme

16 September 2025   19:17 Diperbarui: 16 September 2025   19:17 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Agus Salim dalam Panitia Sembilan: Negosiator Intelektual antara Islam dan Nasionalisme

Pada masa akhir penjajahan Jepang di indonesia, muncul momentum penting dalam sejarah bangsa Indonesia:yaitu pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau yang dikenal sebagai BPUPKI, yang memiliki tugas antara lain merumuskan dasar negara dan konstitusi. Dari BPUPKI, dibentuklah sebuah panitia kecil yang kemudian dikenal sebagai Panitia Sembilan (Committee of Nine),panitia sembilan bertugas menyusun rumusan awal tentang dasar negara yang kemudian masuk dalam Piagam Jakarta. Haji Agus Salim adalah salah satu anggota panitia sembilan tersebut.

Latar Belakang:

Agus Salim lahir 8 Oktober 1884 di Koto Gadang, Sumatra Barat, dengan nama Masyhudul Haq, dari keluarga bangsawan Minangkabau. Ia mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda (Europeesche Lagere School, dan kemudian Hogere Burgerschool) dan tumbuh menguasai banyak bahasa asing seperti Belanda, Arab, Inggris, Turki, Prancis, Jerman, Jepang dan lainnya. Kemampuannya dalam penguasaan bahasa dan diplomasi membuatnya sangat dihormati baik dalam lingkup Islam dan nasionalis. Ia juga aktif di Sarekat Islam sejak 1915, bekerja sebagai jurnalis, orator, dan pemimpin pemikiran di kalangan Muslim modernis. 

Peran di Panitia Sembilan:

Panitia Sembilan dibentuk pada 1 Juni 1945 sebagai bagian dari sidang pertama BPUPKI. Tugas utama panitia ini adalah merumuskan kompromi antara golongan kebangsaan/nasionalis dan golongan Islam mengenai dasar negara. Peran Agus Salim hadir sebagai salah satu wakil dari pihak Islam dalam negosiasi ini. Salah satu titik kritis adalah pembahasan mengenai sila pertama pada rumusan dasar negara. Golongan Islam mengusulkan agar disertakan kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Sedangkan golongan kebangsaan, menginginkan rumusan yang lebih inklusif dan tidak membatasi kepercayaan berdasarkan agama secara eksplisit. Agus Salim mengambil posisi untuk berkompromi --- menerima rumusan yang meskipun tidak sepenuhnya seperti keinginan Islam, demi persatuan. Akhirnya, kompromi tersebut menghasilkan rumusan yang menjadi bagian Piagam Jakarta. 

Kelebihan:

1. Negosiator ulung: Agus Salim mampu menjadi jembatan antara kelompok Islam dan kebangsaan, memperlihatkan kemampuan diplomasi politik yang tinggi. Ia tidak bersikap dogmatis dan mampu melihat gambaran besar persatuan bangsa. 

2. Kapabilitas linguistik dan intelektual: Penguasaan bahasa asing dan pengalaman internasional memberinya keunggulan dalam komunikasi dan argumentasi, baik di forum dalam negeri maupun luar negeri. 

3. Komitmen terhadap prinsip: Walau berkompromi, Agus Salim tetap menjaga integritasnya sebagai tokoh yang mewakili umat Islam dan mempertaruhkan banyak kepentingan kelompoknya dalam upaya membangun dasar negara. 

Keterbatasan:

1. Ketidakpuasan dari sebagian Golongan Islam: Beberapa tokoh Islam merasa bahwa kompromi yang diambil terlalu mereduksi tuntutan Islam terkait syariah, sehingga muncul pro dan kontra setelahnya. 

2. Tidak hadir dalam semua forum setelahnya: Meskipun ikut dalam Panitia Sembilan dan sebagian rancangan awal UUD, Agus Salim tidak selalu tampil di semua tahap selanjutnya, seperti dalam PPKI atau sidang proklamasi publik. 

Dampak dan Warisan:

Peran Agus Salim dalam Panitia Sembilan sangat berdampak dan meninggalkan warisan yang menentukan terbentuknya Piagam Jakarta, yang merupakan dasar kompromi antara Islam dan nasionalisme. Rumusan Piagam kemudian menjadi bahan pengesahan UUD 1945 dan landasan pembentukan Pancasila. Kompromi tersebut memang kemudian sebagian teks (misalnya kewajiban syariat Islam bagi pemeluknya) diubah demi menjaga persatuan bangsa, khususnya setelah sidang PPKI. 

Warisan Agus Salim juga terlihat dalam bagaimana ia dipandang sebagai "The Grand Old Man", kader Islam intelektual yang mampu meredam konflik sektarian, mengutamakan bangsa, diplomasi, dan dialog. Pengaruh Agus Salim berlanjut di bidang luar negeri sebagai menteri luar negeri dan perwakilan diplomatik Indonesia. 

Penutup:

Agus Salim dalam konteks Panitia Sembilan bukan hanya sekadar "wakil Islam" yang memperjuangkan posisi kelompoknya, tetapi juga sosok jembatan yang visioner. Agus salim memahami bahwa integritas kelommpok agamanya penting, tetapi tidak bisa mengorbankan persatuan bangsa. Dengan begitu, ia memberi contoh bagaimana kompromi intelektual dan politik dapat menjadi instrumen penting pembentukan dasar negara yang inklusif. Meskipun ada pihak yang merasa bahwa Islam tidak diperjuangkan sepenuhnya sesuai keinginan mereka, keputusan bersama melalui Panitia Sembilan tetap menjadi tonggak penting dalam sejarah.

Referensi:

1. Elson, R. E. (2009). Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945. Cornell University eCommons.

2. Cambridge University Press. (2010). The Jakarta Charter Controversy (book chapter).

3. Elson, R. E. (2009). ResearchGate version of Another Look at the Jakarta Charter Controversy of 1945.

4. Anshari, Saifuddin. (1976). The Jakarta Charter of June 1945: A History of the Gentleman's Agreement between the Islamic and the Secular Nationalists. McGill University.

5. Haji Agus Salim: H6. Cambridge University Press. (2010).

7. Kahfi, Emi Haryanti. (2006).

8. ResearchGate. (2014).

9. Ariesman, & Iskandar. (2018). Konstitusional. Bustanul Fuqaha Journal.

10. Additional contextual references on Piagam Jakarta controversies in constitutional debates (Cambridge, 2010).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun