Dalam praktik di lapangan, guru masih menghadapi berbagai tantangan dalam menerapkan strategi pembelajaran yang efektif bagi peserta didik dengan ASD. Salah satu hambatan utama adalah terbatasnya pelatihan profesional yang berkelanjutan, terutama di sekolah reguler yang mengadopsi model inklusi tanpa sistem pendukung memadai. Akibatnya, guru sering kali mengandalkan pengalaman empiris tanpa pemahaman teoritis yang cukup mengenai spektrum autisme. Hal ini berimbas pada ketidakkonsistenan dalam penyusunan dan implementasi Rencana Pembelajaran Individual (RPI), sehingga proses pembelajaran menjadi kurang adaptif terhadap kebutuhan anak.
Di samping itu, kendala juga muncul dari aspek sarana dan prasarana yang belum sepenuhnya inklusif. Misalnya, banyak sekolah belum memiliki ruang sensorik atau area tenang yang dibutuhkan anak dengan sensitivitas sensorik tinggi untuk mengelola stres dan emosi. Ketiadaan fasilitas ini dapat memicu perilaku tantrum, agresif, atau menarik diri yang mengganggu proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan inklusif harus mencakup penyediaan infrastruktur pendukung, seperti alat bantu visual, media komunikasi alternatif, serta lingkungan belajar yang ramah bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Dengan pendekatan kualitatif ini, penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pengembangan model pembelajaran yang responsif terhadap kebutuhan anak dengan ASD. Selain itu, hasil temuan diharapkan mampu meningkatkan pemahaman pendidik dan pemangku kebijakan mengenai pentingnya penerapan pendidikan inklusif yang berbasis bukti ilmiah dan empati, sehingga dapat menciptakan sistem pendidikan yang benar-benar adil, adaptif, dan manusiawi.
Â
DATAÂ
Data penelitian ini diperoleh melalui tiga teknik utama, yaitu observasi partisipatif di kelas inklusi, wawancara mendalam dengan guru kelas, guru pendamping khusus (GPK), dan orang tua peserta didik dengan ASD, serta studi dokumentasi berupa catatan pembelajaran dan rencana individual siswa. Temuan disajikan dalam tiga tema utama: karakteristik anak dengan ASD, strategi pembelajaran yang digunakan, dan dukungan lingkungan terhadap proses belajar anak.
- Karakteristik Anak dengan ASD
Berdasarkan observasi, anak dengan ASD di kelas inklusi menunjukkan beberapa karakteristik khas yang sesuai dengan literatur. Seorang siswa dengan inisial NA (usia 6 tahun) memperlihatkan kecenderungan menghindari kontak mata saat berkomunikasi, serta hanya memberi respons verbal terbatas ketika diajak berbicara. Selain itu, NA menunjukkan minat yang sangat kuat pada objek-objek tertentu seperti mainan magnetik dan pensil warna, dan cenderung melakukan aktivitas tersebut secara berulang.
Dari wawancara dengan GPK, diketahui bahwa siswa seperti NA sering mengalami kesulitan dalam memahami instruksi lisan secara langsung, dan lebih mudah memahami perintah yang disampaikan melalui media visual. Guru menyebutkan bahwa perubahan mendadak dalam rutinitas seringkali memicu kecemasan, seperti menangis atau menarik diri dari kelompok. Misalnya, saat jadwal pelajaran olahraga dipindah karena hujan, NA mengalami ledakan emosional dan harus dibimbing keluar kelas untuk menenangkan diri.
2. Strategi Pembelajaran yang Digunakan
Dari hasil observasi pembelajaran, strategi yang diterapkan bersifat sangat terstruktur. Guru menggunakan visual schedule di dinding kelas untuk menjelaskan urutan kegiatan setiap hari. Anak-anak dengan ASD diberi alat bantu komunikasi berupa kartu gambar (PECS), yang membantu mereka menyampaikan keinginan atau menjawab pertanyaan secara non-verbal.
Wawancara dengan guru kelas mengungkapkan bahwa pendekatan individual menjadi kunci. Misalnya, setiap anak memiliki target yang disesuaikan dengan perkembangan mereka. Guru menggunakan penguatan positif secara rutin. Seperti, memberikan stiker setelah anak menyelesaikan tugas sederhana untuk memperkuat perilaku yang diharapkan. Dalam beberapa kasus, reward berbentuk waktu bermain tambahan juga diberikan.