4. Lindungi kedaulatan data dan ekonomi digital lokal: regulasi yang menuntut porsi lokalisasi data, pajak kepada platform asing, dan insentif bagi penyedia layanan digital domestik.
5. Jalin solidaritas global Selatan: negara-negara Global Selatan harus berbagi pengalaman untuk menghadapi model utang-puasa, utang-tenggat, dan dominasi platform --- suatu bentuk diplomasi ekonomi "wasathiyah" yang kolektif.
Penutup: wasathiyah bukan pijakan pasif --- ia panggilan untuk berani
Islam wasathiyah, bila dihidupkan sebagai etika keadilan yang pro-aktif, berpotensi menjadi sumber kekuatan moral dan konseptual untuk melawan neokolonialisme modern. Ini bukan soal menolak perkembangan teknologi atau globalisasi, tetapi tentang menegakkan aturan main yang adil: who sets the rules, who benefits, dan siapa yang menanggung biaya. Prinsip-prinsip Qur'ani tentang keadilan dan hadits yang menempatkan ketaatan kepada Allah di atas ketaatan pada manusia memberi legitimasi teologis untuk menolak praktik-praktik yang merugikan rakyat.Â
Akhirnya, jika Muhammadiyah---bersama organisasi masyarakat sipil, intelektual progresif, dan gerakan rakyat---berani membaca wasathiyah secara penuh (bukan hanya moderasi simbolik), maka gagasan ini bisa menjadi sumbu moral dan strategis untuk menghadirkan kedaulatan ekonomi, otonomi teknologi, dan keadilan sosial---lawan nyata bagi segala bentuk neokolonialisme yang merendahkan martabat bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI