Kepemimpinan Muhammadiyah kerap menekankan pentingnya integritas, demokrasi, dan tanggung jawab sosial. Pesan-pesan Kyai Haedar Nashir dan pernyataan resmi organisasi menegaskan bahwa Muhammadiyah tidak menarik diri dari kehidupan publik, tetapi mengambil peran sebagai aktor pembaharuan sosial yang berpegang pada etika dan scientific reasoning. Pernyataan ini memberi legitimasi organisasi berbasis Islam untuk berintervensi terhadap kebijakan ekonomi yang merugikan rakyat.Â
Di ranah sejarah politik Indonesia, tokoh-tokoh revolusioner seperti Bung Karno atau Tan Malaka memberi warisan retorika anti-kolonial yang masih relevan: Bung Karno berkali-kali memperingatkan agar bangsa tidak melupakan sejarah penjajahan dan tidak mengganti penjajah lama dengan penjajahan bentuk baru; Tan Malaka menekankan pentingnya kemandirian ideologis dan ekonomi sebagai prasyarat kebebasan sejati. Kutipan singkat mereka (yang familer di ruang publik) menegaskan urgensi strategi emansipatoris yang bersifat struktural.Â
6. Kritik: mengapa umat dan organisasi Islam kadang gagal menjadi motor anti-neokolonial?
Ada beberapa alasan rasional mengapa potensi ini belum direalisasikan penuh:
Reduksi wasathiyah menjadi retorika moderasi agama: banyak aktor publik menjadikan wasathiyah sebagai label untuk meredam kritik---sehingga transformasi struktural diabaikan.
Kelemahan kapasitas institusional untuk advokasi ekonomi: organisasi keagamaan unggul di layanan sosial (sekolah, rumah sakit) tetapi sering kurang kekuatan analitis kebijakan makro.
Persekongkolan elit lokal dengan modal asing: aktor oligarkis domestik yang berkepentingan mempertahankan akses terhadap modal dan pasar internasional sering menghalangi kebijakan redistributif.
7. Rekomendasi strategis: dari etika ke politik ekonomi
1. Rumuskan doktrin Islam wasathiyah kepada publik secara jelas: bukan sekadar "toleransi" tetapi peta tindakan kebijakan pro-keadilan. Muhammadiyah dan organisasi serupa bisa menerbitkan policy paper yang menghubungkan prinsip keadilan Qur'ani dengan kebijakan utang, pajak, dan ekonomi digital.Â
2. Audit utang publik dan indeks ketergantungan teknologi: pemerintah dan DPR harus mengumumkan audit publik terkait ketentuan utang yang mengikat kedaulatan serta peta ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing. Data BI dan DPR menunjukkan urgensi transparansi ini.Â
3. Perkuat kapasitas advokasi ekonomi organisasi keagamaan: kampus-kampus, lembaga penelitian Muhammadiyah, dan jaringan ormas ormas islam harus menghasilkan kajian ekonomi alternatif, termasuk model pembiayaan berbasis wakaf produktif, koperasi skala besar, dan ekosistem UMKM yang terintegrasi.