Mohon tunggu...
Diky
Diky Mohon Tunggu... Mahasiswa

My hobbies are playing football and fishing

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Negara dalam Bayang-Bayang Pajak: Ketika Kesejahteraan Harus Dibayar Mahal

29 Juli 2025   11:08 Diperbarui: 29 Juli 2025   11:08 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Negara Dalam Bayang-Bayang Pajak,(Sumber/AI)

Voltaire, filsuf Prancis terkenal, pernah berkata dengan tajam: "Dalam dunia ini tidak ada yang pasti, kecuali kematian dan pajak." Namun ia menambahkan, "Yang pasti juga adalah ketidakadilan dalam sistem pajak akan mengundang perlawanan."

Skandinavia: Model Pajak Tinggi dengan Kesejahteraan Tinggi
Di sisi lain, negara-negara Skandinavia seperti Denmark dan Swedia membuktikan bahwa pajak tinggi bisa berhasil jika dikelola dengan baik. Masyarakat Denmark rela membayar pajak hingga 50% dari penghasilan mereka karena mereka merasakan langsung manfaatnya: pendidikan gratis hingga universitas, layanan kesehatan universal, sistem pensiun yang menjamin, dan infrastruktur publik berkualitas tinggi.

Profesor Lars Lkke Rasmussen dari University of Copenhagen menjelaskan: "Kepercayaan publik adalah mata uang yang paling berharga dalam sistem perpajakan. Ketika rakyat percaya bahwa pajak mereka digunakan dengan baik, mereka tidak akan memberontak meskipun tarif pajaknya tinggi."

Bagian II: Ilusi Kesejahteraan - Ketika Janji Tidak Ditepati

Program Sosial yang Berujung Kekecewaan
Mari kita telusuri kasus konkret di Indonesia. Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dijanjikan akan membebaskan anak-anak dari beban biaya pendidikan. Namun dalam realitanya, banyak sekolah masih memungut berbagai biaya dengan dalih "sumbangan sukarela" atau "biaya kegiatan". Hasilnya, orang tua tetap harus mengeluarkan uang padahal sudah membayar pajak untuk program pendidikan gratis.

Subsidi yang Salah Sasaran
Ironis ketika subsidi BBM yang dibiayai dari pajak justru lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas yang memiliki kendaraan pribadi. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa 40% subsidi BBM dinikmati oleh 20% masyarakat terkaya. Sementara itu, tukang becak atau pedagang kaki lima yang tidak memiliki kendaraan bermotor sama sekali tidak merasakan manfaat subsidi ini, padahal mereka juga ikut membiayainya melalui pajak tak langsung.

Infrastruktur untuk Siapa?
Pembangunan infrastruktur megah sering kali menjadi kebanggaan pemerintah. Namun pertanyaannya: untuk siapa infrastruktur tersebut dibangun?

Jalan tol yang menghubungkan Jakarta-Bandung memang mempersingkat waktu perjalanan, tetapi dengan tarif Rp 45.000 sekali jalan, berapa banyak rakyat biasa yang bisa menikmatinya? Ironisnya, pembangunan jalan tol tersebut dibiayai dari APBN yang bersumber dari pajak seluruh rakyat, termasuk mereka yang tidak akan pernah bisa menggunakan jalan tol tersebut.

Testimoni dari Lapangan
Pak Suradi, seorang petani di Jawa Tengah, bercerita dengan nada getir: "Saya bayar pajak bumi dan bangunan setiap tahun, tapi jalan ke sawah saya masih tanah merah. Kalau hujan, becek. Kalau kering, berdebu. Katanya pajak untuk pembangunan, tapi pembangunan mana yang sampai ke desa saya?"

Bagian III: Psikologi Beban Pajak - Ketika Mental Rakyat Terganggu

Stres Fiskal: Fenomena yang Nyata
Dr. Eva Krpan dari University of Toronto dalam penelitiannya yang berjudul "Tax Psychology: The Mental Health Impact of Taxation" (2023) menemukan bahwa beban pajak yang tinggi tanpa kompensasi layanan yang memadai dapat memicu stress disorder yang dia sebut sebagai "tax anxiety syndrome."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun