Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Lantunan Pupuh-pupuh Megatruh

9 April 2020   04:47 Diperbarui: 9 April 2020   04:56 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di bawah langit yang terus membiru
Lantunan pupuh-pupuh megatruh menjadi lebih terdengar

Riuh serak teriakan, deru laju kendaraan, suara mesin-mesin pabrik pun ramai derak sepatu di lantai-lantai mall membuatnya seperti tidak terdengar

Sekarang, pupuh-pupuh megatruh menyelinap melalui sela-sela jendela, memasuki lubang-lubang di bawah pintu

Begitu dekat!

Megatruh terus melantunkan dirinya
Mewedhar bagian-bagian pupuhnya

Alunannya menjadi begitu perkasa

Telinga tidak bisa ditutup
Suara permohonan tidak juga mengusir lantunan pupuh-pupuh megatruh

Tembangnya memenuhi ruang-ruang sepi
Mengisi ruang-ruang sunyi

Megatruh terus menyelinap, bahkan ketika adzan sholat subuh hendak dikumandangkan

Jangan kau tutup pintumu
Jangan kau tutup jendelamu

Megatruh sedang terus melantun tanpa suara
Mendendangkan pupuh-pupuhnya
Di terang pagi, di gelap malam juga di benderang siang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun