Mohon tunggu...
Diana Dwi Susanti
Diana Dwi Susanti Mohon Tunggu... Guru

suka masak , baca buku, dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Book

Sukses Wawas Diri

12 September 2025   14:24 Diperbarui: 12 September 2025   14:24 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sukses wawas Diri

Untuk memenangkan Kompetensi

Penulis             : Eileen Rachman

Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan           : Pertama, 2016

Tebal Buku      : 577 halaman

Suka selfi ndak? Jaman sekarang kalo ndak suka selfi itu namanya orang aneh. Selfi, istilah jaman now adalah memotret diri sendiri.  Melihat diri kita sendiri, membandingkan apa yang baik, mana yang cocok, mana yang kurang baik, mana yang yang harus ditutupi atau dikurangi, dan lainnya. Berusaha membandingkan kesamaan yang ada di layar dengan persepsi kita sendiri, baru kemudian n.., lanjut dibandingkan dengan yang lainnya. Berusaha mengidentifikasi keunikan dan apa yang berbeda dari diri kita dengan orang lain. Kalo begitu, pertanyaannya, sering ndak selfi-nya?

Memotret diri, adalah langkah awal dalam upaya mengenali diri sendiri. Modal dasar dan paling utama dalam peningkatan kualitas diri. Mengenal diri sendiri. Apa kelebihan, dan kekurangan yang kita punya. Dan mampu memetakan apa tantangan dan ancaman yang mungkin akan kita hadapi. Buku ini menyebutnya dengan "finding your identity is a process with no real point". Artinya, kita tidak pernah selesai menelaah siapa diri kita. Itu sebabnya, di awal ditanyakan, seberapa sering kita selfi? Karena hidup kita itu tumbuh, juga berkembang. Pastinya ada perubahan. Dengan berulang memotret diri, kita sudah belajar be-refleksi. Perubahan apa yang sudah terjadi, dan ke arah mana kita ingin meningkatkan diri.

Sikap Profesionalisme

Dalam dunia profesional ternyata ada pengaruh antara ilmu, dunia pendidikan dengan profesionalisme. Buku ini menjelaskan bahwa kita bisa melihat kemajuan dan pengembangan ilmu dari bagaimana aplikasi nyatanya dalam masyarakat. Sedang pengaruh dari dunia pendidikan, kita bisa melihatnya dari sikap terhadap masalah, cara berpikir, cara menganalisis, bahkan cara bicara. Penting sekali ternyata untuk membiasakan belajar dengan tujuan menggali pemahaman secara mendalam. Proses belajar yang diakhiri dengan pemahaman dan berlatih untuk mengambil kesimpulan. Bukan sekedar kesimpulan biasa, namun kesimpulan yang harmonis, bermutu, tajam, juga efektif. Ditandai dengan  membangun kebiasaan bersikap ilmiah. Membiasakan membaca, dan mengambil keputusan berdasarkan analisis data.

Buku ini menjelaskan juga  bahwa sikap profesionalisme itu harus menetap. Kemudian di pelihara dan di kembangkan. Mengapa begitu? Karena sikap profesionalisme yang menetap dan positif, akan menjadi point penting dalam upaya pengembangan diri, dan merupakan salah satu sumber daya. Sikap ini akan membawa kita memiliki sikap yang dinamis, tidak statis. Terus bergerak, meski kadang menjumpai kesalahan maupun kegagalan. Meminimalkan hal-hal yang dapat membuat lengah atau slow down. Berupaya menemukan cara untuk lanjut mengayuh energi. Mengadaptasi apa yang disebut dengan "sense of urgency".

Agenda Wawas Diri

Secara naluri, manusia cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Normal saja. Tapi tanpa wawas diri yang terencana, akan mengakibatkan kita menjadi sering membandingkan diri tanpa menganalisis lebih mendalam. Analisa yang dangkal saat membandingkan diri akan mengakibatkan kedangkalan berpikir. Hingga hanya bisa menumbuhkan esteem atau harga diri atau merasa "bergengsi" melalui hal-hal dangkal dan di permukaan saja. Bisa jadi pada materi, jabatan, fasilitas, serta apa saja yang tampak di permukaan pada tiap orang.

Kita cenderung menempatkan self image pada point utama pengembangan diri. Pencitraan diri. Apakah tidak boleh? Tentu saja boleh. Harus malah. Hukumnya wajib. Tapi harus diingat, di mata publik, self image harus dilandasi oleh beberapa domain penting dalam kehidupan. Tidak boleh asal. Apalagi buatan alias jadi-jadian. Usahakan yang berkaitan dengan prestasi, tata krama, tata bahasa, kenerja, keahlian, bahkan kearifan yang lebih mengarah pada being, dibanding dengan having seseorang. Pencitraan diri jika tidak dilakukan dengan hati-hati dan penuh dengan rekayasa, terkesan menjadi tidak efektif dan rentan gagal. Apalagi jika biayanya mahal. Self Image itu diciptakan dari dalam. Kita hanya bisa mengemas dan memperkuat saja, tapi tidak bisa memalsukan. Publik tidak bisa di suap dengan image tertentu. Tapi publik akan mencernanya dari track record diri. Apa yang ditampilkan, kebiasaan yang dilakukan, perkataan yang disampaikan dan juga tindakan.

                                                                                                                              ****

Buku ini menjelaskan bahwa individu yang matang tetap harus berpegang pada sasaran dan rencana pribadinya dalam setiap situasi. Orang yang sedang berjuang untuk menjaga jati dirinya tentu harus berjuang untuk tidak mengalah pada prinsip "cari aman". Berusaha menciptakan lingkungan yang men-support untuk tumbuh dan berkembang. Lewat diskusi, ataupun berdebat, dengan suasana saling menghormati. Mengaktifkan pikiran dan mempunyai kesadaran penuh atas apa yang sedang dihadapi secara internal dan eksternal.

Buku ini bukan sembarang buku. Buku yang merupakan kumpulan artikel dengan mengedepankan upaya-upaya dalam meningkatkan kualitas hidup. Kumpulan artikel yang dimuat di bagian "Klasika" harian Kompas setiap Minggu. Ditulis oleh seorang penulis wanita yang melegenda namanya, Eileen Rachman. Isinya mengajak untuk berhenti sejenak. Menuntun kita untuk melangkah dengan hati yang lebih utuh. Gaya bahasanya tidak memaksa, tapi menyentuh. Oase pribadi dalam menata hati dan menjaga nilai diri. Buku ini sumber inspirasi, menguatkan energi dan motivasi. Memantapkan konsistensi.

Selamat membaca.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun