Buku ini menjelaskan juga  bahwa sikap profesionalisme itu harus menetap. Kemudian di pelihara dan di kembangkan. Mengapa begitu? Karena sikap profesionalisme yang menetap dan positif, akan menjadi point penting dalam upaya pengembangan diri, dan merupakan salah satu sumber daya. Sikap ini akan membawa kita memiliki sikap yang dinamis, tidak statis. Terus bergerak, meski kadang menjumpai kesalahan maupun kegagalan. Meminimalkan hal-hal yang dapat membuat lengah atau slow down. Berupaya menemukan cara untuk lanjut mengayuh energi. Mengadaptasi apa yang disebut dengan "sense of urgency".
Agenda Wawas Diri
Secara naluri, manusia cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang lain. Normal saja. Tapi tanpa wawas diri yang terencana, akan mengakibatkan kita menjadi sering membandingkan diri tanpa menganalisis lebih mendalam. Analisa yang dangkal saat membandingkan diri akan mengakibatkan kedangkalan berpikir. Hingga hanya bisa menumbuhkan esteem atau harga diri atau merasa "bergengsi" melalui hal-hal dangkal dan di permukaan saja. Bisa jadi pada materi, jabatan, fasilitas, serta apa saja yang tampak di permukaan pada tiap orang.
Kita cenderung menempatkan self image pada point utama pengembangan diri. Pencitraan diri. Apakah tidak boleh? Tentu saja boleh. Harus malah. Hukumnya wajib. Tapi harus diingat, di mata publik, self image harus dilandasi oleh beberapa domain penting dalam kehidupan. Tidak boleh asal. Apalagi buatan alias jadi-jadian. Usahakan yang berkaitan dengan prestasi, tata krama, tata bahasa, kenerja, keahlian, bahkan kearifan yang lebih mengarah pada being, dibanding dengan having seseorang. Pencitraan diri jika tidak dilakukan dengan hati-hati dan penuh dengan rekayasa, terkesan menjadi tidak efektif dan rentan gagal. Apalagi jika biayanya mahal. Self Image itu diciptakan dari dalam. Kita hanya bisa mengemas dan memperkuat saja, tapi tidak bisa memalsukan. Publik tidak bisa di suap dengan image tertentu. Tapi publik akan mencernanya dari track record diri. Apa yang ditampilkan, kebiasaan yang dilakukan, perkataan yang disampaikan dan juga tindakan.
                                                               ****
Buku ini menjelaskan bahwa individu yang matang tetap harus berpegang pada sasaran dan rencana pribadinya dalam setiap situasi. Orang yang sedang berjuang untuk menjaga jati dirinya tentu harus berjuang untuk tidak mengalah pada prinsip "cari aman". Berusaha menciptakan lingkungan yang men-support untuk tumbuh dan berkembang. Lewat diskusi, ataupun berdebat, dengan suasana saling menghormati. Mengaktifkan pikiran dan mempunyai kesadaran penuh atas apa yang sedang dihadapi secara internal dan eksternal.
Buku ini bukan sembarang buku. Buku yang merupakan kumpulan artikel dengan mengedepankan upaya-upaya dalam meningkatkan kualitas hidup. Kumpulan artikel yang dimuat di bagian "Klasika" harian Kompas setiap Minggu. Ditulis oleh seorang penulis wanita yang melegenda namanya, Eileen Rachman. Isinya mengajak untuk berhenti sejenak. Menuntun kita untuk melangkah dengan hati yang lebih utuh. Gaya bahasanya tidak memaksa, tapi menyentuh. Oase pribadi dalam menata hati dan menjaga nilai diri. Buku ini sumber inspirasi, menguatkan energi dan motivasi. Memantapkan konsistensi.
Selamat membaca.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI