Mohon tunggu...
Dhany Saputra
Dhany Saputra Mohon Tunggu... Lainnya - Peneliti DNA

Dhany Saputra adalah PhD di Center for Genomic Epidemiology, TU Denmark. Di Center ini dia mengembangkan software diagnosis cepat berbasis DNA untuk penanganan wabah skala kecil dan skala pandemi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dewasa atau Masih Kekanak-kanakan?

25 September 2018   05:10 Diperbarui: 25 September 2018   05:46 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin ada yang pernah denger ujaran "dia dewasa banget orangnya", atau "ah dia emang gitu, agak kekanak-kanakan"?

Pada dasarnya semua orang melewati proses namanya pendewasaan. Ada yang umur 40an tapi masih di tahap awal masa pendewasaan. Ada juga yang umurnya masih awal 20an tapi pemikirannya sudah sangat dewasa. Menurut penulis, proses pendewasaan manusia bisa dikategorikan dalam 4 fase:

1. Fase tiru-tiru

Di fase yang didominasi anak kecil dan remaja ini, kita meniru apa yang dilakukan orang sekitar. Meminjam istilah Artificial Intelligence, kita belajar dengan metode reinforcement learning.

Kalau yang kita lakukan dianggap benar oleh orang-orang, kita akan dapat reward. Bisa berupa pujian, hadiah, like di Facebook, senyuman, atau makin banyak teman. Kalau salah, kita akan dapat hukuman, cacian, dimarahi, dijauhi, atau bahkan harus keluar duit banyak. Dan hal ini dianggap masih sangat penting buat kita-kita yang ada di tahap ini.

Kita akan selalu bergantung sama reaksi orang lain. Definisi bahagia buat kita adalah saat lingkungan setuju atau bereaksi positif atas perbuatan kita. Hidup kita akan selalu mencari restu lingkungan, guru, dosen, teman, atau orang tua. Kita akan selalu memvalidasi setiap perbuatan kita, apakah sesuai dengan norma setempat atau nggak. Kita selalu pengen dicap sebagai orang baik, anteng, dan penurut.

theasianparent.com
theasianparent.com
Tujuan hidup kita di fase ini adalah belajar beradaptasi dengan lingkungan, aturan, dan kebiasaan setempat. Buat kita, peribahasa "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung" itu nomor satu.

Biasanya fase ini berakhir di usia 18 atau maksimal 20. Tapi di Indonesia banyak yang masih bergumul di tahap ini bahkan sampai umur 30an atau 40an, atau sampai pensiun. Dan begitu sadar, kita menyesal di kemudian hari.

Beberapa dari kita bertahan cukup lama di fase ini, padahal udah tua, soalnya lingkungan nggak mendorongnya, atau bahkan menghukum kalau kita mau mandiri dikit aja. Kita yang di level ini cuman ngira mandiri itu artinya bisa mandi sendiri, bisa apa-apa sendiri, padahal bukan cuman itu.

Kata-kata kayak "makanya dibilangi orang tua harus nurut" sangat melekat di pikiran orang di fase ini. Nggak jarang metode gaslighting diterapkan orang-orang tua atau lingkungan sekitar untuk mengarahkan kita kembali ke "jalan yang benar" menurut adat setempat.

Gaslighting.shutterstock
Gaslighting.shutterstock
Kita yang berada di fase imitasi ini akan bersifat agak kekanak-kanakan. Nggak mau dihakimi, nggak mau dikomentarin aneh-aneh sama orang lain, sehingga harus menyenangkan semua orang.

Kita di fase ini jadi makhluk sanguinis. Kita takut dianggap beda dan menyimpang, sehingga berusaha keras mengikuti aturan setempat. Tapi seberapapun usaha kita menyatu dengan lingkungan, itu nggak akan pernah cukup. Kita akan setiap saat belajar hal baru tentang aturan dalam bermasyarakat. Soalnya lingkungan selalu punya standar dan ekspektasi.

2. Fase mencari jati diri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun