Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Adios (1); Yoji, Jepang Palsu

17 Oktober 2021   08:01 Diperbarui: 17 Oktober 2021   08:04 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nyonya Rianti Pratama dan Tuan Murhan Pratama yang selalu membuat kejutan untukku. Mereka adalah orang tuaku yang super sibuk. Beginilah nasib anak orang kaya, kaya akan harta tetapi miskin akan cinta. Orang lain pasti menganggap aku akan hidup bahagia dengan memiliki kemewahan dunia. Tetapi tidak untukku. Hingga aku pun hanya bisa bermimpi.

Hari ini, di pagi yang cerah. Tetap dengan embun dan sinarnya tak kunjung berganti. Dunia memutarkan lekuk dalam bulatnya, namun tak ada perubahan yang bisa menjadi satu penghargaan atas kuasanya. Aku masih di sini menunggu jasadku untuk bisa membawa rohku ke dunia yang melepas aturan untuk mengikuti waktu yang tak kenal henti. Berapa bulan atau berapa tahun atau berapa puluh tahun lagi aku harus berjuang mencari kepastian yang meluruskan pandanganku akan keindahan sorga dan keni'matan hidup yang rajam dan berat di mata hatiku.

***

"Den Yoga, bangun! Sopirnya sudah datang."

"Shit, apa?" Aku langsung melonjak dari hamparan tempat tidurku ketika bi Lasmi mengetuk pintu kamarku.

"Bi, suruh tunggu saja." Kataku sambil berteriak dan sedikit kesal dengan kejutan orang tuaku.

Aku langsung mengambil telepon genggam alias HP untuk menelepon temanku.

"Van, hari ini izinin aku."

"Mau kemana lagi? Atau dengan biasanya orang tua kamu mau mengajak ke luar negeri. Ji, kamu memiliki hak untuk mendapatkan kebebasan. Bukannya aku menyalahkan orang tuamu tetapi dalam seminggu kamu hanya sekolah beberapa hari saja. Dan kamu tahu? Hari ini ada ulangan matematika. Ingat Ji, kita sudah kelas 3 sebentar lagi ujian."

Vandi hanya menceramahiku. Dan apa yang dikatakannya memang sebuah kebenaran. Aku tidak memiliki kebebasan untuk menentukan hidup gara-gara kedua orang tuaku. Dan jika membahas tentang hidup, aku akan menyinggung mengenai sorga yang tertuang dalam tulisan di atas. Sebenarnya agamaku begitu lemah tetapi tetap aku menjalankan ibadah karena bi Lasmi yang suka memperingatkanku sehingga aku tidak pantas untuk membicarakan mengenai sorga. Akan tetapi, alangkah baiknya jika kalian mengetahuinya. Aku tidak pernah diajarkan atau diperkenalkan agama oleh orang tuaku, sehingga aku pun tidak mengetahui kalau orang tuaku memiliki agama atau tidak. Ups, bukan maksudku untuk membuka aib orang tuaku, tetapi ini adalah sebuah kebenaran. Aku tahu agama, hanya dari bi Lasmi.

"Den, ada telepon dari Nyonya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun