Mohon tunggu...
DENI HARYADI
DENI HARYADI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM : 55522120022 | Program Studi : Magister Akuntansi | Fakultas : Ekonomi dan Bisnis | Jurusan : Akuntansi Perpajakan | Universitas : Universitas Mercu Buana | Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 05: Diskursus Struktur Fabula dan Plot Kebijakan Pemeriksaan Pajak

2 Mei 2024   16:51 Diperbarui: 2 Mei 2024   16:58 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sisi lain kebijakan pemeriksaan pajak mengacu pada seperangkat pedoman, prosedur dan strategi yang digunakan oleh otoritas pajak untuk melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yaitu antara lain :

  • Penyusunan Daftar Prioritas Pemeriksaan, Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi, yang selanjutnya disingkat DSP3, adalah daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Adanya penetapan prioritas tertentu dalam melakukan pemeriksaan baik bidang usaha maupun pengelompokkan wajib pajak resiko rendah atau tinggi
  • Penetapan Jenis Pemeriksaan, jenis dan metode ini dapat berupa pemeriksaan lapangan, pemeriksaan kantor ataupun kombinasi dari dua metode tersebut tergatung dari kebutuhan dan analisa kantor pajak bersangkutan
  • Penentuan Target Pemeriksaan, untuk mengamankan target penerimaan pajak, maka pada saat menentukan sasaran Wajib Pajak yang akan dilakukan penggalian potensi harus diperhatikan juga risiko ketertagihan. Kepala KPP harus melakukan identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability) dalam rangka optimalisasi pencairan dari hasil pemeriksaan selain itu otoritas pajak mungkin menggunakan berbagai kriteria untuk menentukan Wajib Pajak mana yang akan diperiksa dengan cara menggunakan analisis risiko untuk mengidentifikasi Wajib Pajak dengan risiko tinggi untuk pelanggaran pajak.
  • Penegakan Hukum Bidang Perpajakan, Penegakan hukum pajak bermakna sebagai langkah bagaimana menegakan norma hukum kebijakan pemeriksaan pajak. Penegakan hukum di bidang perpajakan dapat digolongkan dengan dua kategori yaitu Penegakan Hukum Administrasi dan  Pidana  Penegakan hukum ini bisa dikenakan kepada setiap Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran maupun tindak kriminal di bidang perpajakan tergantung dari besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Hal tersebut mencakup strategi penegakan hukum yang akan diterapkan jika ditemukan adanya pelanggaran, penggelapan atau ketidakpatuhan pajak. Ini dapat berupa pemberian peringatan, pembayaran denda dan bunga atau bahkan penuntutan pidana kurungan atau penjara.
  • Transparansi dalam proses perpajakan , otoritas pajak mungkin memiliki kebijakan terkait transparansi dan komunikasi dengan Wajib Pajak. Mereka dapat memberikan informasi tentang proses pemeriksaan, hak dan kewajiban Wajib Pajak serta cara untuk mengajukan keberatan, banding dan peninjuan kembali atau mengajukan keluhan.

Terdapat beberapa langkah strategis dan analisis yang cermat atas penyusunan kebijakan dalam pemeriksaan pajak  . Dimulai dari langkah awal berupa analisis risiko di mana Otoritas pajak mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi risiko pajak dari berbagai Wajib Pajak dan jenis transaksi. Hal ini akan membantu Otoritas Pajak dalam menentukan mana yang harus diprioritaskan dalam pemeriksaan. Berdasarkan hasil analisis risiko, otoritas pajak kemudian dapat menentukan sasaran pemeriksaan. Ini bisa berupa sektor bisnis tertentu, kelompok Wajib Pajak dengan karakteristik tertentu atau jenis transaksi yang memiliki risiko tinggi yang rentan penghindaran pajak. Setelah sasaran pemeriksaan ditetapkan, Otoritas Pajak akan mengembangkan metode pemeriksaan yang sesuai dan efektif untuk dapat mengidentifikasi pelanggaran pajak dan menilai kepatuhan pajak.

Untuk mencapai target penerimaan pajak tentunya Kebijakan Pemeriksaan sangat berperan penting yaitu untuk menggali potensi penerimaan pajak dengan membuat Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran SE-15/PJ/2018 dengan cara membuat peta penyusunan daftar sasaran dan variabel -- variabel indikator yang menjadi dasar peta penyusunan

Berdasarkan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor 15 Tahun 2018 dan SE Nomor 39 Tahun 2021, DSP3 adalah daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Sesuai pada ketentuan dalam SE Nomor 15 Tahun 2018, DSP3 disusun agar setiap KPP dapat menentukan secara spesifik daftar Wajib Pajak yang akan dilakukan penggalian potensi. Penyusunan DSP3 dilakukan berdasarkan analisis terhadap seluruh data dan informasi yang dimiliki KPP. Analisis data dan informasi tersebut dilakukan dengan mengombinasikan, baik data yang berasal dari sistem informasi yang dimiliki DJP maupun data berdasarkan fakta lapangan.

Sebelum dapat menyusun DSP3, DJP/KPP terlebih dahulu menyusun peta kepatuhan. Sesuai dengan hasil peta kepatuhan atau fakta lapangan, kepala KPP menentukan populasi wajib pajak yang akan menjadi DSP3 berdasarkan pada variabel yang telah ditetapkan. Variabel ini terdiri atas lima kelompok, yakni:

  • Indikasi ketidakpatuhan tinggi (tax gap). Indikasi ketidakpatuhan ini memerhatikan indikasi ketidakpatuhan material. Ketidakpatuhan material yang dimaksud adalah adanya kesenjangan antara profil perpajakan, profil berdasarkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan dengan profil ekonomi yang sebenarnya. Indikasi ketidakpatuhan Wajib Pajak ini dibedakan antara Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan oleh 35 Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) Penentu Penerimaan dengan Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP Pratama.Beberapa indikator ketidakpatuhan yang digunakan antara lain memiliki transaksi afiliasi dalam negeri lebih dai 50%, transaksi afiliasi dengan pihak yang berada di negara dengan tarif pajak efektif yang lebih rendah dari Indonesia, belum dilakukan pemeriksaan (all taxes) dalam tiga tahun, dan hasil analisis informasi, data, laporan, dan pengaduan. Adapun yang dimaksud 35 UP2 penentu penerimaan adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, Kanwil DJP Jakarta Khusus, KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya.
  • Indikasi modus ketidakpatuhan Wajib Pajak. Kepala KPP mengidentifikasi Wajib Pajak yang terindikasi memiliki modus tertentu atas ketidakpatuhannya. Modus ketidakpatuhan itu, antara lain tidak melaporkan omzet yang sebenarnya, membebankan biaya yang tidak seharusnya, atau treaty abuse. Hal ini membantu Pemeriksa Pajak dalam menentukan ruang lingkup dan kedalaman pemeriksaan.
  • Identifikasi nilai potensi pajak. Wajib Pajak yang menjadi prioritas dalam identifikasi ini adalah yang memiliki potensi pajak besar. Nilai potensi itu dihitung dalam rupiah sesuai dengan indikator ketidakpatuhan Wajib Pajak. Salah satunya dengan cara mengalikan tarif pajak dengan potensi tax gap.
  • Identifikasi kemampuan Wajib Pajak untuk membayar ketetapan pajak (collectability), yaitu mengidentifikasi keberlangsungan usaha dan harta yang dimiliki wajib pajak berdasarkan SPT dan/atau eksistensi usaha Wajib Pajak berdasarkan pada fakta lapangan.
  • Pertimbangan dirjen pajak. Berdasarkan pada DSP3 yang telah tersusun, kepala KPP dapat melakukan berbagai hal. Salah satunya, DSP3 dapat menjadi dasar untuk menentukan wajib pajak yang akan menjadi Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan (DSPP).

Adapun berdasarkan SE Nomor 39 Tahun 2021, DSP3 disusun berdasarkan pada peta risiko kepatuhan, Laporan Hasil Analisis (LHA) dalam rangka penggalian potensi perpajakan, aplikasi Ability to Pay (ATP), SmartWeb, dan peta risiko kepatuhan Compliance Risk Management (CRM) Transfer Pricing. DSP3 juga dapat disusun berdasarkan pada data dan keterangan lain dari Wajib Pajak badan dan orang pribadi berstatus pusat serta Wajib Pajak lainnya.


Merujuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018, Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) merupakan daftar Wajib Pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Penyusunan DSP3 dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas penggalian potensi sehubungan dengan optimalisasi penerimaan pajak dari kegiatan pengawasan.

Kebijakan Proses Bisnis Pemeriksaan Pajak penting karena beberapa alasan utama sebagai berikut:

  • Memastikan Kepatuhan: Pemeriksaan pajak membantu memastikan bahwa semua wajib pajak mematuhi undang-undang perpajakan yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan bahwa setiap individu atau badan hukum memenuhi kewajiban perpajakannya dengan benar dan menghindari penghindaran pajak.
  • Pencegahan penipuan: otoritas pajak dapat mendeteksi dan mencegah upaya penghindaran pajak dengan melakukan audit rutin. Hal ini mencakup praktik seperti penghindaran pajak ilegal atau pencucian uang melalui sistem perpajakan.
  • Keadilan dan kesetaraan: Audit pajak memastikan bahwa semua wajib pajak, baik perorangan maupun badan usaha, diperlakukan secara adil dan setara berdasarkan undang-undang perpajakan. Hal ini memastikan tidak ada pihak yang menerima perlakuan istimewa atau keuntungan yang tidak adil.Mengoptimalkan Penerimaan Pajak: Melalui pemeriksaan pajak, pemerintah dapat mengidentifikasi potensi pendapatan yang belum diklaim atau penghindaran pajak yang merugikan negara. Ini membantu mengoptimalkan penerimaan pajak, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mendukung berbagai program dan layanan publik.
  • Membangun kepercayaan masyarakat. Melalui pemeriksaan pajak yang terbuka dan adil, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakannya. Hal ini penting untuk memastikan bahwa warga negara memiliki keyakinan bahwa kontribusi pajak mereka digunakan dengan benar dan demi kebaikan bersama.
  • Secara umum, kebijakan pemeriksaan pajak merupakan alat penting untuk menjaga integritas sistem perpajakan negara dan memastikan kepatuhan semua pihak sudah mematuhi kewajiban mereka dengan baik.
    https://jogjaaja.com/read/golongan-ini-tidak-perlu-bayar-pajak-kamu-termasuk
    https://jogjaaja.com/read/golongan-ini-tidak-perlu-bayar-pajak-kamu-termasuk

Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan pemeriksaan pajak dan kewenangan pihak yang melakukan pemeriksaan dimuat dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, menyatakan Direktur Jenderal Pajak Berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak. Dengan adanya pemeriksaan pajak Fiskus akan mengetahui tingkat kepatuhan Wajib Pajak serta untuk memaksimalkan penerimaan pajak (Anggraini, Musadieq, & Dwiatmanto, 2016). Tujuan lain dari pajak juga  untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undanganm perpajakan (Tansuria, 2010:257)

Tujuan pemeriksaan pajak menurut Sari (2016), sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun