Malam itu seperti malam-malam biasa. Hujan rintik menyapu genting, aroma tanah basah menguar lewat celah jendela. Tiara, gadis 19 tahun, sedang duduk di lantai kamarnya yang remang, menulis diari sambil sesekali menatap jendela buram yang menghadap ke taman samping rumah.
Jam menunjukkan pukul 23.42. Angin menggesek daun, menciptakan suara samar yang seperti bisikan. Tiara sudah terbiasa dengan suasana itu. Tapi malam itu terasa... berbeda.
Saat ia hendak mematikan lampu, pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang membuat jantungnya berhenti sejenak.
Sebuah bayangan tinggi berdiri di balik kaca jendela.
Bayangan itu jelas. Sosok seperti manusia. Tapi... anehnya, terlalu tinggi untuk ukuran orang dewasa biasa. Ia berdiri diam, tak bergerak sedikit pun, seperti patung. Tak ada suara langkah, tak ada gerakan tangan, hanya diam mematung menatap ke arah kamar Tiara.
Tiara membeku. Tak mampu bergerak. Napasnya menyesak, dadanya sesak oleh rasa takut yang menggumpal.
Siapa itu?
Pikirannya berpacu. Tak ada siapa pun di rumah selain dia malam itu. Orangtuanya sedang di luar kota, adiknya menginap di rumah sepupu. Ia sendiri. Dan bayangan itu masih di sana, tak beranjak satu inci pun.
Tiara beranikan diri mendekat, pelan-pelan. Setiap langkah seperti dihantui oleh ketakutan. Jendela itu memang berlapis kaca buram, jadi wajah si bayangan tak tampak jelas. Tapi saat ia hampir mendekat, bayangan itu menghilang.
Begitu saja. Tanpa suara. Tiara terhenyak.