Awal(an)
Tanggal 11-17 Juli 2023, Pemerintah Kabupaten Ponorogo menggelar Festival Nasional Reyog Ponorogo (selanjutnya disingkat FNRP) yang ke-28 sebagai acara inti perayaan Grebeg Suro pada setiap bulan Suro dalam kalender Jawa atau Muharam dalam kalender Islam. Festival ini diikuti oleh 27 peserta dari Ponorogo dan kota/kabupaten lain di berbagai wilayah di Indonesia.Â
Selama lima hari, warga Ponorogo begitu antusias menonon pertunjukan dari masing-masing kelompok. Bahkan, pada malam terakhir, yakni malam pengumuman penampil terbaik, warga dari wilayah perdesaan rela naik truk dan pick up untuk menonton gelaran yang dihadiri oleh Bupati serta perwakilan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat.Â
Bahkan, pada 15 Juli 2023, Menteri Ekonomi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, hadir dalam FNRP. Secara khusus Menteri Uno menegaskan bahwa FNRP merupakan bagian dari Top 10 Kharisma Even Nusantara yang diharapkan bisa memajukan kebudayaan dan memberdayakan ekonomi. Â
Para padagang kaki lima mendapatkan rezeki selama festival berlangsung. Kemeriahan tersebut menegaskan bahwa FNRP merupakan event yang cukup menarik perhatian warga Ponorogo, bahkan dari kabupaten tetangga seperti Madiun, Trenggalek, dan Wonogiri.Â
Sejak 1993, acara ini telah menciptakan ruang kultural yang mempertemukan keinginan warga untuk mendapatkan hiburan berbasis lokalitas di tengah-tengah modernitas dan kehendak pemerintah kabupaten untuk menjadikan gelaran reyog bermutu dengan estetika dan koreografi yang sudah disesuaikan dengan kepentingan festival sekaligus menjadi destinasi wisata nasional.
Sebagai even yang menjadi kiblat pengembangan reyog di masing-masing daerah, FNRP juga menjadi momen wisata penting yang bisa menggerakkan geliat ekonomi Ponorogo. Hotel, motel, dan guest house penuh di-booking para peserta festival yang rata-rata terdiri lebih dari tiga puluh orang. Tentu saja, kondisi tersebut bisa menambah pendapatan daerah dari sektor pajak. Itulah mengapa, motif kultural bertemu secara lentur dengan motif ekonomi dalam ajang FNRP.
Apa yang tidak bisa diabaikan adalah fakta bahwa segala aturan koreografi sebagai dasar utama penilaian para juri memunculkan masalah di kalangan seniman reyog. Mayoritas seniman reyog sudah terbiasa menggelar pertunjukan untuk menghibur warga yang tengah punya hajatan atau warga yang tengah memperingati hari-hari besar nasional.Â
Mereka sudah terbiasa dengan gelaran yang tidak terikat aturan penilaian. Alih-alih, mereka mengikuti kebiasaan yang diwariskan nenek-moyang dari waktu ke waktu, sebelum adanya festival. Pada akhirnya, mayoritas peserta yang ikut dalam FNRP adalah kelompok ataupun komunitas yang siap untuk memenuhi kriteria koreografis yang sesuai dengan aturan penilaian.Â