Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kuasa dalam Layar Impian: Ekonomi-Politik dan Budaya Pascakolonial dalam Film

5 Juni 2022   00:02 Diperbarui: 5 Juni 2022   06:46 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. https://www.twenty20.com

Mengikuti logika Althusserian, Hall (1997b) menegaskan bahwa ideologi merupakan kerangka pikir/mental tentang objek-objek pengetahuan tertentu dan akan terus-menerus diwacanakan melalui praktik penandaan, yang termasuk di dalamnya adalah bahasa, konsep, kategori, pencitraan pikiran, dan sistem representasi sehingga kelas-kelas ataupun kelompok-kelompok sosial yang berbeda dalam masyarakat bisa mengatur diri mereka agar bisa membuat pemahaman dan menjadikan nilai, sistem, aturan, dan cara kerja dalam masyarakat bisa dimengerti secara bersama-sama (Heck, 2005: 110; Besley, 1990: 5-6).

Sementara, kepentingan politis merupakan usaha untuk menggiring orientasi pemikiran penonton ke dalam formasi, bentuk, dan praktik sosio-kultural yang akan memproduksi dan mereproduksi secara terus-menerus kuasa pemodal dan kelompok-kelompok dominan lainnya dalam kehidupan masyarakat, tanpa harus mendikte secara dogmatis, tetapi melakukan negosiasi dan artikulasi dalam ranah budaya sehingga memunculkan kuasa hegemonik.

Hegemoni terjadi ketika kelas penguasa mampu memimpin sebuah blok historis yang terdiri dari kaum intelektual, proletar, petani, dan lain-lain dalam sebuah kepemimpinan yang mengedepankan kerja-kerja moralitas dan kebudayaan, serta mengurangi mekanisme kekerasan. 

Untuk bisa menuju kuasa hegemonik, maka kelas penguasa harus bertransformasi menjadi kelas pemimpin (the leading class) yang mampu menegosiasikan kepentingan kelasnya dan juga mengartikulasikan (menyuarakan) kepentingan kelas-kelas subordinat lainnya. Dari proses itulah akan muncul konsensus sebagai basis dari hegemoni (Gramsci, 1981: 191-192; Laclau & Mouffee, 1981: 226; Boggs; 1984: 161; Bennet, 1986: xv; Williams, 2006: 134-137; Hall, 1997c: 425-426; Slack, 1997: 115).

Dalam tulisan ini, saya tidak akan mengkaji bagaimana bentuk organisasi, peran pemodal, dan kelengkapan modal serta alat produksinya dan lebih ditekankan pada praktik representasi dalam narasi yang dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi-politik dalam produksi film. 

Pendekatan ekonomi-politik lebih digunakan untuk melihat kecenderungan wacana-ideologis yang disajikan dalam film sebagai akibat dari kuasa pemodal yang secara cerdas membaca dan memproduksi kembali persoalan-persoalan sosio-kultural yang ada dalam masyarakat demi memperoleh keuntungan finansial sebesar-besarnya melalui sistem dan mekanisme industri budaya yang lebih banyak mendukung beroperasinya relasi kuasa-hegemonik. 

Artinya, penekanan utama akan tetap diarahkan kepada praktik representasi budaya pascakolonial-neoliberal dalam film dalam kaitannya dengan usaha untuk mendatangkan keuntungan finansial sembari terus melakukan hegemoni melalui kecenderungan formasi diskursif dan pengetahuan kultural-ideologis partikular dalam konteks “budaya media,” termasuk film, yang semakin populer dewasa ini. 

Kellner (1995: 1 & 35) menjelaskan beberapa karakteristik budaya media. Pertama, terkonstruksi dari citra, suara, dan tontonan (dalam radio, televisi, film, dan produk lain industri budaya) yang mendominasi waktu senggang, membentuk pandangan politik dan kebiasaan sosial. Kedua, membantu individu untuk mengkonstruksi pemahaman tentang kelas, etnisitas, ras, kebangsaan, seksualitas, serta tentang “kita” dan “mereka.” 

Ketiga, membentuk pandangan umum tentang dunia dan nilai terdalam, seperti baik atau buruk, positif atau negatif, moral atau kejahatan. Keempat, cerita dan citra media menyediakan simbol, mitos, dan sumber yang membantu untuk membentuk budaya umum bagi mayoritas individu di dunia. 

Kelima, menyediakan material untuk menciptakan identitas dimana melaluinya individu-individu bisa memasuki masyarakat tekno-kapitalis yang memproduksi bentuk baru budaya global. Keenam,  budaya kita hari ini adalah “budaya media”, di mana media telah mengkolonisasi budaya dan media merupakan alat utama bagi distribusi dan diseminasi budaya. Ketujuh, media merupakan situs dimana pertarungan berlangsung untuk mengontrol masyarakat. 

BUDAYA PASCAKOLONIAL & HEGEMONI NEOLIBERAL: MEMBACA KONTEKS & TEKS NARATIF FILM

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun