Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sajak Gandrung dan Batas Dua Nagari

23 November 2021   06:48 Diperbarui: 23 November 2021   08:26 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SAJAK GANDRUNG

Baiklah: 

malam ini biarkan tubuhku dinikmati ratusan mata mengharap molek; ditelan kala berkuasa; dilukis batin mengasrat cinta; diresapi pemaju selalu bergairah. Ini pilihanku, bukan pilihanmu. Ini keputusanku, bukan keputusanmu. Sejarahku adalah sejarah bang-bang wetan bermain dalam pusaran malam: bersinar bersama embun menyapa.

Tak usah kau berkata: "Kau Dewi Sri, awal kehidupan". Karena aku adalah tubuh menuntut kehidupan itu sendiri. Karena aku adalah pikiran berpetualang dalam setiap kesempatan.

Malam ini jangan lagi kau berkata: "Kau adalah pahlawan dari Brang Wetan". Aku tidak butuh itu, Sayang. Aku butuh harum bau alkohol yang jujur; yang tidak pernah menuntut; yang tidak pernah berkutbah tentang surga. Karena surga adalah aku sendiri yang berhak memoles wajahku; yang berhak meliarkan tubuhku; yang berhak menghitung lembaran demi lembaran pembeli surga.

Kutbah-kutbah hanya menghadirkan surga dalam angan-anganku sedang hidup bukanlah angan-angan. Aku sudah lelah mendengar itu semua karena selalu diakhiri hitungan-hitungan di meja makan. Sementara, aku tetap di sini menghidupkan hidupku yang memang berhak untuk hidup.

Sayang,

hidup adalah kesungguhan gerak melintasi banyak kemungkinan: mengatasi banyak ocehan, tanpa tangisan. Seperti tubuhku yang malam ini melintasi mereka tanpa bisa disentuh. 

Selendangku adalah luka harus dikibaskan; karena ia bukanlah tangis. Omprok-ku adalah keluhuran harus dijaga; keluhuran yang selalu menuntunku pada perjumpaan-perjumpaan indah dengan mereka; perjumpaan-perjumpaan yang menyambung kehidupan. 

Gerakku adalah keagungan harus kupersembahkan kepada para leluhur yang mengantarkan kehidupan ini kepadaku; bukan untuk mereka, Sayang. Karena mereka hanyalah para pemuja selalu mengirimkan upeti dengan hati.

Baiklah:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun