Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa Sebenarnya "Game Plan" China di Afghanistan?

7 September 2021   14:59 Diperbarui: 8 September 2021   13:01 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menlu China Eang Yi saat menerima kunjungan petinggi Taliban di China. Sumber: KompasTV

Amerika Serikat telah menyelesaikan penarikan pasukan dari Afghanistan dengan tergesa-gesa dan bisa dibilang telah 'mempermalukan' Washington serta sekutunya NATO.

Lebih dari 123 ribu orang telah diterbangkan dari Afghanistan sejak jatuhnya Kabul-- setelah 20 tahun intervensi militer asing.

Penerbangan militer AS terakhir lepas landas dari bandara internasional Hamid Karzai dilakukan satu menit sebelum tengah malam. 

Setelahnya, Taliban melepaskan tembakan perayaan di seluruh Kabul dan juru bicara mereka memberi selamat kepada warga Afghanistan atas kemenangan mereka. 

Dari landasan pacu di bandara, ribuan orang Afghanistan yang membantu negara-negara barat selama pendudukan asing, telah dievakuasi, sedangkan mereka yang tertinggal menatap masa depan yang tak pasti. 

Dalam 20 tahun terakhir perang telah merenggut nyawa hampir 2.500 tentara AS dan diperkirakan 240.000 orang Afghanistan, dan lebih dari 550.000 orang telah mengungsi. 

Ditambah laporan PBB yang mengatakan bahwa lebih dari 18 juta penduduk Afghanistan membutuhkan bantuan, konflik telah menghancurkan Afghanistan dan ekonomi mereka berada di ambang kehancuran. 

Tapi ada satu negara yang mengincar peluang di tengah krisis saat ini: Republik Rakyat China.

Penarikan pasukan Amerika dari Afghanistan menunjukkan kalau kebijakan intervensi militer di negara lain, dan memaksakan nilai-nilai sendiri dan sistem sosial pada orang lain terbukti tidak praktis, dan pasti akan berakhir dengan kegagalan.

Secara optimis, bisa dikatakan bahwa Afganistan telah mampu membebaskan diri dari pendudukan militer asing. Rakyat Afganistan telah mendapatkan awal baru untuk perdamaian nasional dan rekonstruksi sejarah. Taliban telah membuka halaman baru bagi Afghanistan.

Setelah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada 15 Agustus sebagian besar negara menutup misi diplomatik mereka di Kabul dan mulai mengevakuasi warganya keluar dari Afghanistan, tetapi ada empat pengecualian yaitu Pakistan, Rusia, Iran dan China memutuskan untuk tetap tinggal. 

Sekarang China muncul sebagai salah satu negara pertama yang mengembangkan diplomasi dengan Taliban.

Sangat disayangkan karena kehadiran NATO dan Amerika di sana mampu mempertahankan pemerintahan yang lebih seimbang, bahkan dengan asumsi bahwa Taliban akan terlibat, tetapi yang terjadi adalah pengambilalihan seluruh negara dan penarikan pasukan AS yang juga menyebabkan penarikan pasukan NATO. 

Ilustrasi (republicworld.com)
Ilustrasi (republicworld.com)

Pada tanggal 28 juli menteri luar negeri China, Wang Yi bertemu dengan salah satu pendiri taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar di Tianjin, China Utara.

Sebelum pertemuan ini Taliban telah menyatakan bahwa mereka melihat China sebagai seorang teman. Afghanistan juga telah meyakinkan Beijing bahwa mereka tidak akan menjadi tuan rumah bagi militan islam Uighur di Xinjiang, yang selama ini menjadi kekhawatiran utama pemerintah China. 

Beberapa hari setelah runtuhnya Kabul tepatnya 19/8/2021, pernyataan juru bicara kementerian luar negeri China dalam siaran pers kementerian luar negeri, Hua Chunying menjelaskan niat China terhadap Afganistan, 

"Kami mendorong diplomasi dengan harapan bahwa Taliban akan menindaklanjuti pernyataan positif mereka untuk bersatu dengan semua pihak dan kelompok etnis di Afghanistan, dan segera membentuk struktur politik yang luas dan inklusif yang sejalan dengan kondisi nasional Afghanistan sendiri, dan didukung oleh rakyat melalui dialog dan konsultasi."

Sudut lunak Beijing pada Taliban juga terbukti pada 24 Agustus ketika negara-negara G7 mengadakan pertemuan virtual atas krisis Afghanistan, (China dan Rusia bukan bagian dari G7 kelompok informal tujuh negara yang mencakup Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang) sehari kemudian presiden China Xi Jinping dan presiden Rusia Vladimir Putin bertukar pandangan tentang Afghanistan melalui telepon. 

Dalam panggilan dengan Putin, Jinping mengulangi posisi China yang diketahui ikut campur, dan menghormati kedaulatan dan kemerdekaan Afghanistan. 

Dalam panggilan itu juga, Putin memberi tahu Jinping bahwa Moskow punya posisi dan kepentingan yang sama dengan China di Afghanistan, dan bersedia bekerja sama dengan China untuk mencegah pasukan asing masuk menghancurkan Afghanistan.

Putin mendesak semua pihak di Afghanistan untuk membangun implementasi kerangka kerja politik yang terbuka dan inklusif, kebijakan stabil moderat, dan memutuskan hubungan dengan semua kelompok teroris. 

Sementara Rusia secara resmi mengakui Taliban sebagai organisasi teroris sebelumnya, Putin malah memuji Taliban karena telah memulihkan ketertiban setelah pengambilalihan negara. 

Putin sebelumnya telah mengangkat keprihatinannya mengenai situasi di Afghanistan dan memperingatkan bahwa keruntuhan dalam situasi keamanan bisa dilihat ketika teroris memasuki negara tetangga dengan kedok pengungsi.

Ada resolusi dewan keamanan PBB di Afghanistan yang pada dasarnya memiliki dua aspek. Satu tentu saja untuk memungkinkan kebebasan bergerak bagi orang-orang yang ingin meninggalkan negara, dan kedua bahwa Taliban seharusnya tidak membiarkan wilayahnya digunakan oleh kelompok teroris lain. 

Dan yang mengejutkan, sementara baik Rusia dan China sangat khawatir tentang aspek ini, mereka menahan diri untuk tidak memilih, mereka abstain. Mereka tidak menentang, mereka bisa saja menentangnya tetapi mereka menahan diri.  

Masih belum bisa dipahami mengapa terjadi dualitas kebijakan di antara mereka. Karena itu resolusi dewan keamanan PBB benar-benar bertanya kepada mereka apa yang kedua negara ini telah (secara individual) terlibat dengan Taliban.

Moskow ingin memastikan bahwa ketidakstabilan di Afghanistan tidak meluas ke Asia Tengah dan telah meminta barat untuk menerima kenyataan kemenangan Taliban. 

Di sisi lain China sedang dalam upaya untuk menolong Taliban agar bisa mendapatkan proyek yang menguntungkan dan untuk mengeksploitasi negara yang kita semua tahu kaya mineral bumi. China tertarik pada investasi ekonomi di berbagai negara. Afganistan adalah salah satu negara yang dekat dengan mereka jadi kenapa tidak?

Dengan kemungkinan itu, bukan hanya sektor pertambangan, sektor yang berbeda juga yang diincar China. Jika Taliban menandatangani konsesi yang sama dengan yang ditandatangani sebelumnya dengan INEC Copper, maka pada dasarnya orang Afghanistan tidak akan mendapat manfaat apa pun dari konsesi tersebut, secara harfiah semuanya, termasuk pekerjaan.

Mantan menteri pertambangan dan minyak bumi Afghanistan, Nargis Nehan menegaskan dalam wawancara virtual dengan the Guardian 31/8/2021, "Semuanya akan menguntungkan Cina. Mereka melihat peluang itu. Kita tahu bahwa mereka terkenal untuk itu dan itu adalah strategi mereka tetapi semua sangat tergantung pada negara bagian lain, dalam kasus ini, negara bagian Afghanistan yang sekarang dikelola oleh Taliban."

Taliban harus memastikan bahwa konsesi apa pun yang mereka berikan kepada orang China di Afghanistan, mereka harus memastikan bahwa itu adalah situasi yang saling menguntungkan pada kedua belah pihak.

Bukan sesuatu yang sangat baru, kalau China terlibat langsung dalam situasi Afghanistan sejak invasi soviet, tentu saja pada saat itu China dan Uni Soviet tidak berada di halaman yang sama. China secara sembunyi-sembunyi mendukung dan mempersenjatai Mujahidin untuk mengalahkan Uni Soviet.

Setelah Soviet jatuh, China kemudian berkoordinasi erat dengan Pakistan. Hubungan istimewa yang mereka punya dengan Pakistan ini memberi mereka akses ke kepemimpinan Taliban yang berbasis di Pakistan, sehingga mereka memiliki akses istimewa bisa membantu mereka mengeksploitasi logam di Afghanistan -- yang diperkirakan bernilai antara 1 triliun hingga 3 triliun dolar AS itu. 

Pada tahun 2008 China menandatangani kontrak 30 tahun dengan Pemerintah Afghanistan untuk mengakses simpanan logam terbesar kedua di dunia yang belum dimanfaatkan INEC yang kebetulan terletak di bawah reruntuhan kota Buddha kuno di Afghanistan.

Proyek itu terhenti karena masalah keamanan pada tahun 2016.Taliban memberi China lampu hijau untuk memulai kembali proyek pertambangan tiga milyar dolar AS itu tetapi tidak banyak kemajuan telah dibuat. 

Afghanistan sekarang di ambang kehancuran ekonomi dan ini saat di mana China akan memainkan kartu dermawan. 

Taliban dan pemerintah Afghanistan saat ini yang masih dibentuk akan sangat membutuhkan bantuan internasional. 

Kehadiran bantuan China secara ekonomi dibutuhkan Taliban, tentu saja bergantung pada bantuan barat terutama bantuan Amerika sebelumnya. Namun pengambilalihan Taliban yang membahayakan telah mengancam hubungan diplomatik dengan negara lain, dan akan menempatkan mereka dalam posisi yang sulit untuk berdiplomasi. 

Pegawai pemerintah belum dibayar selama beberapa bulan di Afghanistan, mereka tidak akan dapat menjalankan negara tanpa dukungan ekonomi yang kemungkinan akan datang dari China selain Critical Control Point (CCP).

Afghanistan tercatat belum menandatangani Belt and Road Initiative (BRI) -- Inisiasi Sabuk dan Jalan. Inisiatif sabuk dan jalan adalah strategi pembangunan infrastruktur global yang diadopsi oleh perdana menteri China Xi Jinping pada tahun 2013.

BRI terinspirasi oleh konsep jalan sutra 2000 tahun lalu yang didirikan selama dinasti Han. Jalan Sutra Han merupakan jaringan kuno, sebuah rute perdagangan yang menghubungkan China ke Mediterania melalui Eurasia selama berabad-abad sekaligus menjadi cikal bakal dunia modern. 

BRI awalnya diinisiasi dengan tujuan memulihkan Jalur Sutra yang kuno, namun telah berkembang di beberapa negara yang tersebar di benua Asia, Afrika, dan Eropa melalui jaringan darat dan laut. 

Dengan proyek ambisius ini, China bertujuan untuk menstabilkan pinggiran barat yang terbelakang dan menghidupkan kembali ekonominya. 

BRI memiliki enam koridor utama. Koridor ekonomi China-Pakistan merupakan komponen penting BRI, tetapi menghadapi banyak rintangan. 

Jika sekarang China membangun infrastruktur, secara otomatis memasukkannya ke dalam koridor BRI, namun lebih merupakan bangunan naratif daripada infrastruktur di wilayah ini. China mendapat masalah di luar Pakistan dan telah mencari opsi lain termasuk berbicara ke Iran, dengan mencoba untuk mendapatkan akses ke pelabuhan Chabahar yang akan menjadi alternatif.

China mendapat masalah di kedua ujungnya, pertama di titik masuk ke Pakistan, kemudian berjalan melalui wilayah yang disengketakan dengan India, itulah sebabnya India benar-benar menentangnya di titik keluar di pelabuhan Gwadar dan sering berperang melawan Pakistan. India merasa bahwa Pakistan berada dalam pendudukan ilegal. 

Selain itu ada gerakan separatisme di sana. Baru-baru ini terjadi serangan di Balochistan, termasuk penargetan insinyur China sehingga China menyadari bahwa gejolak di masyarakat itu terjadi karena adanya kelompok teror yang akan selalu menjadi pro-oposisi yang berisiko. 

China ingin memiliki alternatif lain yaitu rute melalui Asia Tengah ke Iran, sekarang tentu saja Afghanistan berada di antaranya karena geografi.

Jadi mereka menginginkan Afghanistan yang stabil sehingga dapat mengintegrasikan wilayah ini dan melakukan pembangunan infrastruktur secara keseluruhan. 

Selain itu keberhasilan mengamankan Afghanistan juga dilakukan agar tercipta jalur ke teluk melalui darat. Ini merupakan salah satu alasan mengapa Beijing tidak ingin mengecewakan Taliban.

China telah mengucurkan pinjaman besar ke negara-negara seperti Afghanistan dan Pakistan untuk mengamankan impiannya. 

Pakistan telah menjadi penerima manfaat utama dari investasi China tetapi hal-hal menjadi kacau pada tanggal 14 juli tahun ini, ledakan bom di bus antar-jemput China di Pakistan Utara menewaskan 13 orang termasuk sembilan insinyur China, semuanya sedang mengerjakan bendungan pembangkit listrik tenaga air bernilai 4 miliar dolar AS. 

Proyek ini merupakan bagian dari koridor ekonomi China-Pakistan (CPEC), yaitu rencana investasi 65 miliar dolar yang bertujuan untuk menghubungkan China barat ke pelabuhan Gwadar di Pakistan Selatan. 

Sebulan setelah ledakan, Pakistan menyalahkan militan Taliban-Pakistan yang dikenal sebagai Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP). TTP merupakan kelompok yang sama yang mendalangi serangan sekolah Peshawar, Pakistan tahun 2014 yang menewaskan lebih dari 130 anak-anak.

China telah meminta Pakistan untuk menangkap para pelaku dan menghukum mereka dengan sekeras-kerasnya dan melindungi keselamatan perusahaan dan proyek China di Pakistan. 

Sebelumnya TTP juga membunuh dan menculik beberapa warga negara China di Khyber, Pakhtunkhwa, dan Balochistan. 

Sementara China adalah harapan ekonomi besar Pakistan, Pakistan malahan menjadi medan pertempuran antara China dengan militan Islam yang terbentuk pada tahun 2007.

TTP terinspirasi dari Taliban Afghanistan namun Beijing tampaknya mempercayai penguasa Kabul yang baru. 

TTP dan Taliban Afghanistan hampir sama, mereka beroperasi di suku-suku di wilayah yang sama. 

Seperti yang sudah dibahas di artikel sebelumnya (Mengapa Pakistan "Bermuka Dua" dalam Menghadapi Amerika-Taliban?) Taliban Afghanistan mendapat dukungan dari militer dan keamanan Pakistan, jadi bisa saja mereka benar-benar satu agenda. 

Kalau disimpulkan, kepentingan China di Afghanistan saat ini lebih ke arah masalah keamanan. Memang benar, ada mineral bumi di sana. Tapi, itu merupakan kepentingan jangka panjang. 

Karena jika melihat mineral bumi yang beredar di pasar global, jarang yang berasal dari China. Artinya, China memang tidak terlalu mengandalkan penjualan mineral bumi demi mengisi kas negara. Bisa saja China menargetkan mineral bumi di Afghanistan, tapi kemungkinan itu akan menjadi perhatian jangka panjang, hanya waktu yang bisa menjawabnya. 

Sekarang China telah dituduh melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan mungkin genosida terhadap populasi Uighur di wilayah barat laut Xinjiang. 

Xinjiang merupakan rumah bagi sekitar 12 juta Uighur yang sebagian besar merupakan muslim Sunni dan keyakinan mereka mengharuskan mereka untuk bertentangan dengan partai komunis China. 

China diperkirakan telah menahan lebih dari satu juta Uighur di luar kehendak mereka sejak tahun 2017 di jaringan besar kamp penahanan massal. 

Setelah pengambilalihan Taliban, sebanyak 2.000 etnis Uighur yang tinggal di Afghanistan merasa terancam. Mereka takut dideportasi ke kamp-kamp intern Iran di China. 

Kamp-kamp itu adalah kamp-kamp yang sama di mana banyak militan dari gerakan islam Turkistan Timur atau ETIM juga ditahan.

ETIM bertujuan untuk membentuk negara berdaulat Turkistan Timur yang berawal dari provinsi Xinjiang. China menuduh ETIM bertanggung jawab atas ratusan serangan teroris di negara tirai bambu. 

Banyak kritik dari barat tentang satu juta Uighur di kamp-kamp pendidikan atau di kamp konsentrasi yang tidak banyak dari komunitas muslim lainnya seperti Arab dan komunitas Persia di Iran. 

Artinya, jika ingin melakukan sekat komunitas demi alasan keamanan, kenapa muslim lainnya tidak dikonsentrasikan dan hanya muslim Uighur yang ditahan? Pasti ada alasan lain, semisal separatisme ETIM.

Sekarang, populasi muslim Turki timur yang berada di kamp-kamp, ditambah Afghanistan yang siap untuk kegiatan jihadis berkumpul dan dan beroperasi dengan perlindungan Taliban. 

China menjadi khawatir sangat sadar akan hal ini, jadi China mencoba untuk memanfaatkan hubungannya dengan Pakistan dan bekerja sama secara independen dengan Taliban untuk mencoba dan memastikan bahwa ekstrimis akan dikendalikan di Turkistan Timur, mereka adalah gerakan islam yang berjuang untuk kebebasan dan hak-hak muslim. 

Tapi ini akan menjadi tugas yang sangat sulit. Jika China menyerahkan urusan jihadis ke Taliban dan mengandalkan Taliban untuk mengontrol mereka tanpa mengendalikan kelompok lain, sejatinya China hanya mengambil risiko melangkah di dalam pusaran bahaya. 

Begini resikonya, sejumlah besar Uighur yang pergi ke Suriah untuk berperang bersama negara Islam akan kembali dan jumlahnya akan sangat membengkak di wilayah perbatasan China, jika ditambah dengan ekstrimis yang sudah ada di sana, mereka akan menjadi bom atom besar yang siap menghantam China. Itulah sebabnya perhatian China untuk mengamankan pemberontakan militan Islam manapun sangat tinggi. 

Sekarang, apakah Taliban akan mampu mengendalikan dan menetralisir kelompok-kelompok jihadis ini? Tak ada yang benar-benar tahu, semua masih samar.

Afghanistan merupakan negara yang terkenal sulit untuk ditaklukan hingga disebut Kuburan Para Penguasa. Dalam 40 tahun terakhir, mereka telah menghadapi dua perang dengan dua negara adidaya. 

Perang menciptakan Taliban, perang juga yang membantu mereka kembali berkuasa dan sekarang China bergegas untuk mengisi kekosongan yang tercipta di Afghanistan. 

Tetapi dapatkah China benar-benar mengharapkan Taliban untuk bermain dengan aturan Beijing? 

Di beberapa titik China akan menggigit habis jari-jari mereka dan mundur seperti pepatah lama China "Lebih bijaksana untuk mundur demi kemenangan yang lebih besar." 

Dalam skenario terburuk, China mungkin akan mundur dari Afghanistan tetapi tetap memposisikan diri mereka jauh lebih baik untuk masa depan dan dalam memainkan permainan yang lebih lama. China jauh lebih baik daripada Amerika Serikat dalam hal ini. 

China dan Taliban akan selalu ditengahi oleh Pakistan dan kita mungkin akan melihat bab baru perjalanan Jalan Sutra melewati gurun-gurun muslim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun