Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apa Sebenarnya "Game Plan" China di Afghanistan?

7 September 2021   14:59 Diperbarui: 8 September 2021   13:01 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menlu China Eang Yi saat menerima kunjungan petinggi Taliban di China. Sumber: KompasTV

Setelah Taliban merebut kekuasaan di Afghanistan pada 15 Agustus sebagian besar negara menutup misi diplomatik mereka di Kabul dan mulai mengevakuasi warganya keluar dari Afghanistan, tetapi ada empat pengecualian yaitu Pakistan, Rusia, Iran dan China memutuskan untuk tetap tinggal. 

Sekarang China muncul sebagai salah satu negara pertama yang mengembangkan diplomasi dengan Taliban.

Sangat disayangkan karena kehadiran NATO dan Amerika di sana mampu mempertahankan pemerintahan yang lebih seimbang, bahkan dengan asumsi bahwa Taliban akan terlibat, tetapi yang terjadi adalah pengambilalihan seluruh negara dan penarikan pasukan AS yang juga menyebabkan penarikan pasukan NATO. 

Ilustrasi (republicworld.com)
Ilustrasi (republicworld.com)

Pada tanggal 28 juli menteri luar negeri China, Wang Yi bertemu dengan salah satu pendiri taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar di Tianjin, China Utara.

Sebelum pertemuan ini Taliban telah menyatakan bahwa mereka melihat China sebagai seorang teman. Afghanistan juga telah meyakinkan Beijing bahwa mereka tidak akan menjadi tuan rumah bagi militan islam Uighur di Xinjiang, yang selama ini menjadi kekhawatiran utama pemerintah China. 

Beberapa hari setelah runtuhnya Kabul tepatnya 19/8/2021, pernyataan juru bicara kementerian luar negeri China dalam siaran pers kementerian luar negeri, Hua Chunying menjelaskan niat China terhadap Afganistan, 

"Kami mendorong diplomasi dengan harapan bahwa Taliban akan menindaklanjuti pernyataan positif mereka untuk bersatu dengan semua pihak dan kelompok etnis di Afghanistan, dan segera membentuk struktur politik yang luas dan inklusif yang sejalan dengan kondisi nasional Afghanistan sendiri, dan didukung oleh rakyat melalui dialog dan konsultasi."

Sudut lunak Beijing pada Taliban juga terbukti pada 24 Agustus ketika negara-negara G7 mengadakan pertemuan virtual atas krisis Afghanistan, (China dan Rusia bukan bagian dari G7 kelompok informal tujuh negara yang mencakup Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, dan Jepang) sehari kemudian presiden China Xi Jinping dan presiden Rusia Vladimir Putin bertukar pandangan tentang Afghanistan melalui telepon. 

Dalam panggilan dengan Putin, Jinping mengulangi posisi China yang diketahui ikut campur, dan menghormati kedaulatan dan kemerdekaan Afghanistan. 

Dalam panggilan itu juga, Putin memberi tahu Jinping bahwa Moskow punya posisi dan kepentingan yang sama dengan China di Afghanistan, dan bersedia bekerja sama dengan China untuk mencegah pasukan asing masuk menghancurkan Afghanistan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun