Mohon tunggu...
Danu Supriyati
Danu Supriyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis pernah menempuh pendidikan jurusan Fisika. Dia menerbitkan buku solo Pesona Fisika, Gus Ghufron, Dongeng Semua Tentang Didu, Pantun Slenco, dan antologi baik puisi maupun cerpen. Semoga tulisannya dapat bermanfaat bagi pembaca. Jejak tulisannya dapat dibaca di https://linktr.ee/danusupriyati07

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Peradilan Pidana Anak yang Tersekat Batasan Umur dan Hak Asasi Manusia

28 Januari 2023   10:38 Diperbarui: 28 Januari 2023   10:46 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tingkat kriminalitas akhir-akhir ini semakin meresahkan. Pelaku yang sudah merambah anak di bawah umur-usia yang dapat dikenakan sangsi hukum selayaknya-menjadi PR berantai dari seluruh lapisan masyarakat.

Apa penyebab anak melakukan tindak kejahatan?

Jika ditelusuri setiap pelaku kejahatan yang masih di bawah umur memiliki latar belakang motivasi yang berbeda-beda.

Kurang perhatian atau lepas kontrol dari orang tua hingga terjebak pergaulan yang keliru. Lingkup pergaulan yang tidak aman, dekat dengan drugs, alkohol, rokok maupun judi tentu menjadi toxic. Bagi anak yang masih labil akan mudah terbawa arus. Contoh sederhana adalah sudah kecanduan rokok, tidak punya uang maka jalan pintasnya adalah mencuri atau menipu. Dari kenakalan yang awalnya (dianggap) wajar berkembang menjadi tindak kriminalitas.

Dendam karena sakit hati pada perlakuan orang lain terhadap pelaku. Kondisi psikis dan batin yang tertekan dalam amarah yang berkepanjangan tentu sangat berbahaya untuk kesehatan mental. Prinsip dari pendendam harus dapat melampiaskan segala penderitaan pada korban. Ibarat nyawa dibayar nyawa.

Pengaruh game kekerasan, tontonan dewasa dan penyalahgunaan internet dengan suguhan situs-situs garis keras. Dampak negatif penggunaan internet di era serba IT tidak lagi dapat ditutupi. Situs-situs ilegal yang berisi jasa berbau kriminalitas sangat mudah ditemukan. Apalagi modusnya kalau bukan uang. Anak-anak pemikir jangka pendek mudah dipengaruhi dengan iming-iming uang yang digit nominalnya sangat menggiurkan. Mereka memandang sisi enak setelah mendapatkan uang tanpa berpikir lain tentang resiko ke depannya. Situs yang sedang marak saat ini adalah jual beli organ manusia disamping peretasan dokumen rahasia suatu negara.

Monetisasi konten-konten yang banyak diikuti kreator pemula. Tidak peduli konten yang dibuat dapat berbahaya bagi nyawa orang lain yang penting chanel mereka mendapat viewer banyak. Prank, bully dan mengemis online yang seharusnya tidak layak tayang justru melejit.

Beberapa motivasi pelaku kejahatan (baik sengaja maupun tidak) tersebut hanya akan memunculkan dilema dan polemik setelah ada korban nyawa.

Keluarga korban sangat menginginkan keadilan dengan hukuman setimpal pada pelaku. Keluarga pelaku mengharapkan ada keringanan hukum dengan alasan kemanusiaan dan usia pelaku masih di bawah umur.

Hukum pun tidak bisa bertindak semena-mena pada pelaku meski kejahatannya dalam tingkatan yang sangat berat sekalipun. Perlindungan hukum pidana pada pelaku di bawah umur sudah tertera jelas dalam undang-undang. Belum lagi lembaga perlindungan anak pasti akan melakukan pendampingan pada pelaku atas nama keadilan hak asasi setiap anak di negara ini. 

Pilihan bagi penegak hukum dan lembaga pendamping hukum. Satu sisi, pelaku kejahatan di bawah umur berada pada naungan hukum yang jelas. Namun kebijakan ini sangat menyakitkan bagi keluarga korban. Meski ada solusi untuk menjembatani semua ini dengan jalan damai (baik ada atau tidaknya kesepakatan ganti rugi), pembinaan pada pelaku oleh pihak berwenang lalu menyerahkan kembali pada orang tua. Sebagai catatan semua solusi tersebut tidak akan pernah mengembalikan nyawa sang korban.

Memutuskan mata rantai kejahatan pada anak di bawah umur tidak semudah membalikkan telapak tangan apalagi jika sudah masuk dalam perangkap sindikat. Aparat juga tidak bisa gegabah melakukan penangkapan demi penangkapan tanpa prosedur sesuai hukum.

Bagaimana agar anak-anak tidak terjebak dalam tindakan yang membahayakan nyawa orang lain hingga bisa didakwa sebagai pelaku kejahatan?

Keluarga adalah pondasi dasar untuk membentuk karakter anak. Kekuatan pendidikan agama dan moral menjadi modal saat anak harus keluar ke lingkungan yang lebih wild. 

Pembatasan internet dalam kehidupan sehari-hari atau pendampingan dari orang tua ketika anak harus berhadapan dengan internet.

Pemblokiran situs berbahaya sehingga internet yang dapat diakses hanyalah situs yang aman dan sehat bagi anak. 

Pengawasan dan pemantauan lingkup pergaulan anak di luar rumah. Orang tua tidak lantas melepas anak begitu saja dengan dalih percaya karena sudah dibekali ilmu agama dan pendidikan moral.

Alternatif yang saat ini menjadi pilihan terbanyak dari para orang tua adalah memasukkan anak ke sekolah berbasis pesantren atau sekolah yang berasrama. Alasannya tentu agar terhindar dari pengaruh dunia luar yang buruk, pembatasan tontonan dan internet yang tidak bermanfaat.

Semoga hukum tindak pidana anak di bawah umur ke depan dapat benar-benar memenuhi keadilan bagi pelaku maupun korban tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan. Terima kasih.

Kebumen, 28 Januari 2023

Penulis

Danu Supriyati, S.Si

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun