Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Maaf Ferdy Sambo

7 November 2022   16:15 Diperbarui: 7 November 2022   20:47 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekspresi Ferdy Sambo saat menyampaikan permintaan maaf kepada orangtua Yosua (YouTube KompasTV)

Untuk pertama kalinya orangtua dan keluarga almarhum Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) bertemu muka langsung dengan sepasang terdakwa pembunuh anak mereka, mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, di PN Jakarta Selatan, pada 1 November 2022.

Sesaat sebelum sidang dimulai, Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa memberi kesempatan kepada orangtua Yosua menyampaikan pernyataan mereka kepada kedua terdakwa. Setelah itu, kedua terdakwa diberi kesempatan memberi tanggapannya.

Inti dari tanggapan mereka adalah menyesalkan peristiwa itu sampai terjadi dan meminta maaf.

Respon dari kedua orangtua Yosua berbeda dengan respon mereka terhadap tiga terdakwa lain sebelumnya.

Saat Richard Eliezer yang nota bene adalah penembak pertama putra mereka itu meminta maaf sambil berlutut di hadapan mereka, tangan kedua orangtua Yosua membelai kepalanya. Itu sebagai isyarat mereka benar-benar memaafkan Richard. Karena mereka yakin permintaan maaf Richard itu benar-benar disampaikan dengan rasa penyesalan yang murni dan dengan ketulusan hatinya.

Terhadap permintaan maaf dari Ricky Rizal dan Kuat Ma'aruf, orangtua Yosua menerimanya dengan syarat; jika mereka mau jujur sejujurnya saat bersaksi di persidangan tersebut.

Saat Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, terutama Ferdy Sambo menyampaikan permintaan maafnya, kedua orangtua Yosua memalingkan wajah mereka dengan ekspresi kesal. Di acara Rosi, Kompas TV, ayah Yosua, Samuel Hutabarat mengatakan, permintaan maaf Ferdy Sambo dan istrinya itu tidak tulus. Apalagi Ferdy Sambo dalam permintaan maafnya mengatakan apa yang ia lakukan itu (membunuh Yosua) karena perbuatan Yosua kepada istrinya (pelecehan seksual).

Dari mulutnya Ferdy Sambo mengucapkan maafnya, tapi dari ekspresi wajah dan sorot matanya ia masih menyimpan amarahnya. Rasanya penyesalannya pun terkesan tidak tulus. Karena masih membenarkan tindakan yang katanya terpaksa ia lakukan itu dengan menyalahkan Yosua.   

Selengkapnya tanggapan Ferdy Sambo kepada kedua orangtua Yosua:

"Bapak, Ibu Yosua, saya sangat memahami perasaan Bapak dan Ibu. Saya mohon maaf atas apa yang terjadi. Saya sangat menyesal saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi dan tidak jernih."

Lalu, nada suaranya meninggi ketika melanjutkan kalimat ini:

"Di awal lewat persidangan ini, saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya atas perbuatan anak Bapak kepada istri saya. Itu yang harus saya sampaikan dan dibuktikan di persidangan."

"Saya yakini bahwa saya telah berbuat salah dan saya akan bertanggung jawab secara hukum. Saya juga sudah minta ampun kepada Tuhan."


Patut diduga sesungguhnya yang disesalkan oleh Ferdy Sambo bukan karena ia telah secara terencana membunuh Yosua, tetapi adalah karena kenapa sampai skenarionya yang diyakini pasti berhasil mengingat jabatannya dan pangkatnya itu apalagi didukung oleh begitu banyak pejabat tinggi polisi anak buahnya, toh terbongkar juga. Seandainya saja skenarionya itu berjalan mulus, pembunuhan itu tertutup rapat. Tiada rasa penyesalan, apalagi minta maaf kepada orangtua Yosua.

Jika permintaan maaf itu tulus, sepatutnya ia tidak perlu mengungkit lagi tuduhannya kepada Yosua (tentang pelecehan seksual terhadap istrinya), karena ia tahu tuduhan tersebut sangat menyakiti perasaan orangtua Yosua. Bagaimana bisa, minta maaf tapi sekaligus menyakiti hati yang dimintai maaf?

Ferdy Sambo sendiri seperti juga para saksi lainnya tidak ada satu pun yang melihat adanya pelecehan atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh Yosua kepada Putri. Semua itu hanya berdasarkan pengakuan Putri saja. Apa yang dilaporkan Putri kepada suaminya itulah, diyakini sepenuhnya pasti benar.

Oleh karena itu dengan penuh keyakinan dia berkata kepada kedua orangtua Yosua,

"Di awal lewat persidangan ini, saya ingin menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi adalah akibat dari kemarahan saya atas perbuatan anak Bapak kepada istri saya. Itu yang harus saya sampaikan dan dibuktikan di persidangan."

Padahal persidangan tersebut bukan persidangan untuk membuktikan adanya pelecehan seksual tersebut. Persidangan itu untuk membuktikan telah terjadi pembunuhan berencana atau pembunuhan terhadap Nosfriansyah Yosua Hutabarat yang dilakukan oleh Ferdy Sambo sebagai pelaku utamanya.

Persidangan itu bukan mengenai dakwaan pelecehan seksual. Korbannya bukan Putri Candrawathi. Terdakwanya bukan Yosua almarhum. Persidangan itu mengenai dakwaan pembunuhan berencana atau pembunuhan. Korbannya Nofriansyah Yosua Hutabarat. Terdakwanya Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer Pudihang Limiu, Ricky Rizal Wibowo, dan Kuat Ma'aruf.

Pihak LPSK dan para pakar terkait kasus pelecehan atau kekerasan seksual sudah berulang kali menyatakan pelecehan seksual yang diklaim Putri telah dilakukan Yosua kepadanya itu tidak ada, karena tidak masuk akal, sarat dengan berbagai kejanggalan. 

Pakar psikolog forensik Reza Indragiri, di Kompas Petang, 28/10/2022, mengatakan,

"Profil PC sangat tidak berkesesuaian dengan profil korban kekerasan seksual. Apa yang disampaikan PC bahwa ia telah menjadi korban kekerasan seksual, saya sangat yakin tidak akan pernah menjadi kasus hukum atau perkara hukum. Di pengadilan mana pun, di ruang sidang manapun, di hadapan majelis hakim manapun, pelecehan seksual yang disebut-sebut PC itu tidak akan pernah menjadi kasus hukum, ataupun perkara hukum. Atas dasar itu, entah itu jaksa penuntut umum, lebih-lebih lagi majalis hakim bisa dengan mudahnya akan mengesampingkan ada klaim pelecehan seksual tersebut. Karena toh, tidak ada masalah pelecehan seksual yang diangkat menjadi perkara hukum, dan terlebih lagi menjadi putusan hakim. Anggap saja itu tidak ada, karena tidak pernah menjadi perkara hukum atau kasus hukum." 

...........

"Yang dimaksud dengan profil PC tidak sesuai dengan profil korban pelecehan seksual adalah, pertama, korban pelecehan seksual, berdasarkan sekian banyak studi diketahui mengalami guncangan psikologis yang hebat. Lazimnya seseorang yang mengalami keguncangan yang sedemikian dahsyat memilih akan mengisolasi dirinya. Tidak mau bertemu dengan siapapun. Tapi apa yang dilakukan PC justru dia bersama penasihat hukumnya muncul di depan Mako Brimob. Memperkenalkan diri. Bahkan dia sebut namanya. Ini betul-bentuk bertolak belakang dengan profil korban kekerasan seksual. 

Kedua, sebagai orang yang mengaku sudah mengalami pelecehan seksual. PC ini meminta perlindungan kepada LPSK. Tapi, anehnya PC pula yang menolak pemeriksaan dari LPSK. Dari lembaga yang sesungguhnya akan memberi perlindungan kepada yang bersangkutan.

Paling tidak dua kejanggalan ini, yang menjadi alasan mengapa saya hingga detik ini tetap teryakinkan bahwa tidak ada pelehan seksual. Namun apabila dipaksakan harus tetap ada pelecehan seksual, maka menurut saya, mendiang Brigadir J bukanlah pelakunya."

........

"Apa yang disampaikan oleh PC adalah tak lebih tak kurang adalah sebuah skenario yang disebut sebagai ironi viktimisasi. Ini sesungguhnya sebuah strategi yang sangat jamak dilakukan oleh orang-orang yang sedang bermasalah dengan hukum. Yaitu, bagaimana seorang terdakwa, misalnya, berusaha menggeser dirinya dari posisi dari semula adalah pelaku, dia bergeser menjadi seolah-olah korban. Harapannya apa? Harapannya adalah mendapat simpatik publik dan mendapat simpatik dari majelis hakim. Kalau majelis hakim sudah dapat direbut hatinya. Maka tidak tertutup kemungkinan akan ada manfaat-manfaat hukum yang akan bisa dicapai oleh terdakwa."

.........

"Dari segi psikologi forensik, pembuktian adanya pelecehan seksual tidak penting lagi. Sama sekali tidak penting. Karena narasi tentang pelecehan seksual atau kekerasan seksual itu tidak akan pernah menjadi kasus hukum, tidak akan pernah menjadi perkara hukum. Jadi, tidak ada urgensi untuk melakukan pembuktian terhadap seusatu yang tidak ada tersebut."


Strategi menggeser pelaku menjadi seolah-olah korban untuk meraih simpatik publik dan majelis hakim itu jauh-jauh hari sudah dijalankan oleh tim kuasa hukum Putri Candrawathi. Sebelum persidangan dimulai, dalam konferensi pers yang diadakan oleh tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, pengacara Febri Diansyah menyampaikan pernyataan bahwa Putri Candrawathi benar-benar telah mengalami pelecehan dan kekerasan seksual (yang dilakukan oleh Yosua), sehingga mengalami depresi berat dan trauma akut.   

Saat persidangan dalam proses, Febri juga rajin mencuit di akun Twitter-nya hal-hal mengenai Putri sebagai korban kekerasan seksual. Ia juga mencuit permintaan maaf Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi kepada orangtua Yosua yang disampaikan pada 1 November 2022, di PN Jakarta Selatan tersebut di atas.

Seolah-olah Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu sesungguhnya orang-orang baik, yang hanya karena kondisi yang tak terkontrol mereka telah melakukan kejahatan pembunuhan itu. Buktinya mereka menyatakan maaf dan rasa penyesalannya.

Yang tidak dicuitkan Febri adalah bagaimana ekspresi Ferdy Sambo ketika menyampaikan permintaan maafnya itu, seperti yang saya sebutkan di atas. Yang tidak disebutkan Febri adalah reaksi kedua orangtua Yosua yang memalingkan wajah mereka dengan ekspresi kesal ketika permintaan maaf itu disampaikan. Febri juga tidak pernah mencuit bagaimana komentar Samuel Hutabarat, ayah Yosua, yang mengatakan permintaan maaf itu tidak tulus.

Beberapa pakar, seperti pakar psikolog forensik Reza Indragiri dan mantan hakim dan pakar hukum pidana Asep Iwan Iriawan juga berpendapat permintaan maaf Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu tidak tulus. Karena masih mengait-ngaitkan lagi tuduhan pelecehan kepada Yosua.

Ketika menyampaikan permintaan maafnya, ekspresi dan sorot mata Ferdy Sambo adalah ciri orang yang sedang menahan amarahnya. Ia meminta maaf atas pembunuhan yang dilakukan kepada Yosua, tetapi masih membenarkan dirinya bahwa ia melakukan itu karena ulah Yosua kepada istrinya.

Ia telah menganggap dirinya selain polisi adalah juga sekaligus jaksa, hakim dan eksekutor "hukuman mati" yang telah dijatuhkan kepada Yosua. Setelah membunuh dan ketahuan, dengan entengnya dia mengatakan, pengadilan akan membuktikan tuduhannya kepada Yosua itu benar.

*

Reza Indragiri menyebut profil Putri Candrawathi yang mengaku sebagai korban pelecehan seksual sangat bertentangan dengan lazimnya korban pelecehan seksual, yang akan selalu mengalami guncangan psikologis yang hebat. Lazimnya seseorang yang mengalami keguncangan yang sedemikian dahsyat memilih akan mengisolasi dirinya. Tidak mau bertemu dengan siapapun. Tapi apa yang dilakukan Putri justru dia bersama penasihat hukumnya tampil di depan Mako Brimob, dan memperkenalkan dirinya sebagai korban pelecehan seksual itu.

Pada saat itu, 7 Agustus 2022, usai gagal mengunjungi Ferdy Sambo yang ditahan di Mako Brimob, Depok, didampingi pengacaranya, Arman Hanis, Putri justru tampil di depan begitu banyaknya wartawan yang sedang meliput peristiwa besar itu. Bukan hanya didampingi pengacaranya, tetapi juga dia didampingi seorang anak perempuannya.

Di bawah jepretan ratusan kali kamera dari berbagai media dan siaran langsung televisi, ia memperkenalkan dirinya sebagai Putri Candrawathi. Secara tak langsung lewat pernyataannya ia memperkenalkan dirinya sebagai korban pelecehan seksual itu yang minta didoakan agar tegar menghadapi cobaan berat terebut.

Pada saat itulah publik mengetahui dialah Putri Candrawathi korban pelecehan seksual!

Bisa dibayangkan betapa ganjilnya itu.

Putri Candrawathi untuk pertama kalinya tampil di depan publik, 7/8/2022, Mako Brimob, Depok. (YouTube KompasTV)
Putri Candrawathi untuk pertama kalinya tampil di depan publik, 7/8/2022, Mako Brimob, Depok. (YouTube KompasTV)

Keganjilan bertambah justru pada saat tim kuasa hukum Putri dalam pembacaan nota keberatannya, pada persidangan 17 Oktober 2022,   menyatakan saat Yosua melakukan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap Putri di rumahnya di Magelang, pada 7 Juli 2022 itu, Yosua sempat dua kali membanting Putri di kasur, dan mengancamnya akan menembak Putri, Ferdy Sambo, dan anak-anak mereka.

"Awas kalau kamu bilang sama Ferdy Sambo, saya tembak kamu, Ferdy Sambo dan anak-anak kamu!" ancam Yosua sambil berjalan keluar kamar, menurut kuasa hukum Putri.

Menurut kuasa hukumnya, akibat dari perbuatan Yosua itu, Putri Candrawathi mengalami ketakutan yang hebat, depresi berat dan trauma akut.

Tetapi betapa anehnya, terbukti (melalui kesaksian para saksi dan reka ulang kejadian) sesaat setelah itu, Putri justru melalui Ricky Rizal, memanggil Yosua kembali ke kamarnya (TKP), untuk berbicara berdua saja dengannya.

Keanehan itu dijawab kuasa hukum Putri melalui nota keberatan mereka tersebut. Tetapi jawaban itu justru lagi-lagi menambah kejanggalan kejadian pelecehan seksual itu.

Menurut nota keberatan yang dibacakan oleh Febri Diansyah itu, saat Yosua kembali menemuinya di kamar, saat mereka berdua saja, Putri berkata kepada Yosua, "Saya mengampuni perbuatanmu yang keji terhadap saya. Tapi, saya minta kamu untuk resign!" Setelah itu Yosua pergi keluar kamar sambil menangis.

Padahal, sebelumnya mereka bilang, Yosua mengancam akan menembak mati Putri, Ferdy Sambo, dan anak-anak mereka, jika Putri sampai melaporkan perbuatannya itu kepada Ferdy Sambo. Akibat perbuatan Yosua itu, Putri mengalami ketakutan hebat, depresi berat, dan trauma akut.

Koq bisa tak lama kemudian, Putri justru memanggil Yosua dan mengancamnya balik. Bahwa Yosua harus resign, kalau tidak Putri akan melaporkan Yosua kepada Ferdy Sambo. Lalu, Yosua (yang berbalik ketakutan) pergi sambil menangis.

Akal sehat mana yang bisa menerima cerita maha aneh bin janggal begini?

Putri Candrawathi memang terlihat sedang mengalami depresi berat, tapi banyak orang lebih percaya bahwa depresinya itu bukan karena ia sebagai korban pelecehan seksual, tetapi karena terjadinya pembunuhan Yosua yang sebelumnya tak ia duga.

Publik lebih percaya karena memang jauh lebih masuk akal bahwa sesungguhnya pelecehan  seksual itu tidak pernah ada. Kalau pun ada, bukan Yosua pelakunya. Tetapi justru Putri-lah yang diduga sebagai pelakunya. Ia lah yang memanggil Yosua ke kamarnya dan menggodanya. Tetapi Yosua menolaknya. Saat Yosua keluar kamar hendak turun ke bawah, ia kepergok Kuat Ma'aruf.

Mirip dengan kisah Yusuf dan istri Potifar di Alkitab, Kejadian 39.

Diduga Putri yang ketakutan perbuatannya kepada Yosua terbongkar berbalik mengfitnah Yosua lah yang telah melakukan pelecehan (percobaan pemerkosaan) kepadanya. Kuat memprovokasi majikan perempuannya itu agar melaporkan kejadian tersebut kepada Ferdy Sambo. Putri yang tak punya pilihan lain, melanjutkan fitnahnya kepada Yosua dengan melaporkannya kepada suaminya itu.

Putri sama sekali tidak menyangka laporannya itu direspon dengan begitu sangat keras oleh Ferdy Sambo dengan membunuh Yosua. Itulah yang membuat ia mengalami pukulan bathin yang sangat keras sehingga mengalami ketakutan hebat, malu, depresi berat hingga trauma akut. Tetapi ia terus menjalani perannya sebagai korban pelecehan seksual itu demi kepentingan dirinya dan suaminya.

Jangan-jangan sebenarnya skenario Ferdy sambo itu belum terbongkar seluruhnya. Ia masih menjebak kita semua dengan narasi pelecehan seksual terhadap istrinya. Padahal sebenarnya motifnya bukan itu. Pelecehan seksual tidak pernah ada. Tetapi mungkin saja karena hal lain yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan pelecehan. Melainkan karena Yosua mengetahui suatu rahasia yang seharusnya tidak boleh diketahuinya. Untuk menutup mulutnya selamanya pembunuhan satu-satunya cara. Motif pelecehan untuk menutup motif sebenarnya?

***

Ferdy Sambo berkata kepada ayah dan ibu Yosua, " ... Saya mohon maaf atas apa yang terjadi. Saya sangat menyesal saat itu saya tidak mampu mengontrol emosi dan tidak jernih. ... "

Jika benar-benar Ferdy Sambo membunuh Yosua karena emosi yang tidak terkontrol, normalnya ia akan langsung mengeksekusi Yosua saat itu juga dengan tangannya sendiri. Bukan malah sempat melakukan pertemuan dengan dua ajudannya Ricky Rizal dan Richard Eliezer, dan Putri Candrawati, di rumahnya di Saguling untuk membahas rencana pembunuhan terhadap Yosua. Lalu memerintahkan Richard untuk menembak Yosua.

Jika benar pembunuhan itu sungguh karena emosi (sesaat), setelah Yosua mati dibunuh, ia seharusnya segera menyerahkan dirinya kepada polisi dengan mengakui semua perbuatannya. Bukan malah membuat skenario palsu untuk menutup perbuatannya itu, memerintahkan perusakan TKP, menghilangkan dan merusak barang-barang bukti, dengan melibatkam 97 anggota polisi, 6 di antaranya perwira tinggi dan menengah yang telah ditetapkan sebagai tersangka obstruction of law.

Dapatkah kita mempercayai permintaan maaf, pernyataan menyesal, dan air mata dari Ferdy Sambo itu? Dari dia yang pernah di hadapan Kapolri sambil menangis bersumpah atas nama Tuhan, atas nama negara dan tanah air, atas nama Polri, mengatakan, ia tidak terlibat dalam pembunuhan Yosua? (dht)


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun