Tulisan saya di Kompasiana, 18 Maret 2022, berjudul "Jokowi Digoda Wacana Penundaan Pemilu 2024" Â mengkritisi pernyataan Jokowi tersebut.
Di artikel itu saya mempertanyakan alasan "demi demokrasi" yang disampaikan Jokowi untuk menoleransi wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tersebut. Yang justru dilakukan oleh antara lain tiga orang menterinya.
Saya mempertanyakan, meskipun dengan alasan demi demokrasi, apakah wacana tersebut pantas, penting dan etis untuk diwacanakan? Karena wacana itu sesungguhnya tak berguna selain hanya membuat kegaduhan, saling curiga di antara sesama anak bangsa. Bahkan sekarang mulai memanasi suhu politik dengan bermunculannya aksi mendukung dan aksi menolak wacana tersebut. Di berbagai daerah aksi-aksi unjuk rasa mahasiswa menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden itu mulai marak. Beberapa di antaranya berujung pada kericuhan.Â
Untuk apa wacana tersebut diutarakan mereka, kalau bukan tekadnya memang untuk dilaksanakan? Di balik wacana tersebut diduga adalah rancangan untuk mengadakan amendemen UUD 1945 untuk melegalkan pelaksanaan wacana tersebut.
Apakah kita layak percaya usul tersebut hanya semata-mata sekadar wacana berdasarkan demokrasi? Tanpa motivasi, maksud dan tujuan apapun?
Pada hakikatnya wacana tersebut jika dilaksanakan bertentangan dan melawan konstitusi, yaitu UUD 1945. Untuk apa suatu wacana dilakukan kalau wacana tersebut bertentangan dengan konstisusi? Sedangkan Jokowi sendiri bilang, kita semua, termasuk dirinya harus taat, patuh dan tunduk pada  konstitusi.
Melakukan amendemen terhadap UUD 1945 untuk melegalkan pelaksanaan wacana tersebut pun lebih jahat daripada wacana itu sendiri. Betapa tidak demi kepentingan politik sesaat, demi ambisi dan keserakahan kekuasaan, para elit politik itu sampai melakukan amendemen konstitusi. Amendemen hanya demi kepentingan mereka! Ironisnya, amendemen itu justru akan dilakukan untuk mengubah kembali konstitusi yang membatasi kekuasaan.
Syukurlah, setidaknya yang kasat mata sampai saat ini, kita tidak melihat ada gerakan-gerakan signifikan upaya di MPR untuk melakukan amendemen UUD 1945, apalagi amendemen untuk penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden, atau mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Wacana penundaan Pemilu 2024 dan memperpanjang masa jabatan presiden yang semula ditoleransi Jokowi atas nama demokrasi itu pun justru menjadi bumerang baginya.
Berbagai hasil survei dari beberapa lembaga survei terpercaya menyatakan mayoritas rakyat, termasuk mayoritas pendukung Jokowi menolak wacana tersebut.
Wacana tersebut juga justru menggerus tingkat kepercayaan rakyat terhadap demokrasi di era Presiden Jokowi saat ini. Mereka menilai di era Jokowi saat ini bangsa ini justru mulai bergerak ke arah yang salah.Â